18 | Kehilangan

13.4K 2.8K 661
                                    

Jam dinding hampir menunjukkan pukul satu pagi saat akhirnya Dy kembali ke rumah belakang. Ray langsung keluar dari kamar, mendapati Dy memasuki rumah dengan langkah pelan. "Oh, belum tidur?" tanya Dy.

"Kenapa baru kembali? Apa itu pembicaraan yang sulit?" tanya balik Ray.

Dy menggeleng, "Enggak, kami keasyikan ngobrol beberapa kekonyolanmu, hahaha... cerita soal ikan lele itu bikin aku ngakak sampai serak tahu."

Itu memang salah satu cerita masa muda Ray yang konyol. Bermula ketika SMP dan Ray mencicipi pecel lele untuk pertama kali bersama bapak. Karena merasa itu makanan yang sangat enak, Ray jadi sering meminta dan mengajak bapak untuk jajan. Saking seringnya sampai bapak berpikir untuk membuatkan empang lele agar higienisme ikannya lebih terjamin. Ray begitu bersemangat dengan perkembangan ikannya sampai ketika masa panen tiba. Ray yang tidak tahu bahwa ikan lele dibunuh dengan cara dipukul kepalanya langsung syok ketika melihat pertama kali. Begitu syoknya sampai tidak bisa menikmati sajian ikan tersebut jika bagian kepalanya ikut diolah menjadi masakan.

"Kocak banget sih, emang begitu cara bunuhnya? Masa dielus-elus?" kata Dy sembari tertawa-tawa sendiri.

Ray jadi bingung dengan apa yang terjadi, "Kenapa kalian justru membicarakan itu?"

Dy berhenti tertawa, mengangkat bahunya, "Mbak Lia udah terlalu pengertian sih, jadi aku jelaskan juga, dia mengerti begitu saja dan menerimanya... terus kami jadi mengobrolkan yang lucu-lucu dan menyenangkan, gazebo itu ternyata buatanmu dan bapak ya?"

"Iya," jawab Ray.

"Sempat salah ukur rangka sampai harus menebang satu pohon lagi," kata Dy lalu tertawa kembali. "Sumpah ya, seru banget masa-masa mudamu di sini."

Ray tahu itu dan mengamati Dy yang kemudian lebih banyak membocorkan obrolannya dengan Amelia. Wajah gadis itu berseri-seri dan entah kenapa Ray merasa aneh, "Kenapa kau sesenang itu mendengar cerita-cerita tentangku?"

"Kadang kita mengenali seseorang melalui kacamata orang lain, terutama yang terdekat dengan seseorang itu... dan tentu saja aku senang, karena rasanya aku menyukai orang yang tepat, orang baik yang bukan aku sendiri yang mengenali."

Penuturan itu sukses membuat Ray harus berdeham karena salah tingkah, Dy yang menyadarinya juga balas berdeham dan akhirnya membuat mereka berdua tertawa bersama.

"Ini konyol banget, maksudku, you're so..." Ray menyipitkan mata karena tak bisa menemukan lanjutan kata yang tepat.

"I'm an open book," kata Dy dengan santai dan mendapati Ray mengangguk. "Aku pikir kayaknya percuma menyelamatkan sisa harga diriku, yang entah masih ada atau enggak. Jadi, aku mau totalitas ajalah dengan kejujuran ini."

"Astaga, Dy..." Ray kembali tertawa mendengar itu.

"Janjiku masih sama pokoknya, aku enggak takut dengan kenangan atau masa lalu yang belum bisa kau ungkap padaku." Dy mengatakan itu sembari kemudian berdiri di hadapan Ray dan memberi senyum yang sama seperti saat setelah mencium Ray. "Try me anytime, Ray."

Ray tahu, sekarang ia belum sanggup melakukannya, karena itu ia membiarkan saat Dy berlalu sembari mengucapkan selamat malam. Ray tetap berdiri di tempatnya, memandang pintu kamar yang tertutup.

Dalam keheningan Ray berujar lirih, "I will, Dy."

***

"Mau bengi Amelia metu seko omah mburi mbanting lawang, loh! Edan tenan, jare weruh Mas Ray karo pacare lagi ngono kuwi." [Tadi malam Amelia keluar dari rumah belakang sambil membanting pintu, loh! Gila banget, katanya lihat Mas Ray sama pacarnya sedang begituan.]

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Where stories live. Discover now