12 | Sutedjo Family

11.6K 2.7K 757
                                    

TEDJO'S TEA HERB

Dy membuka mata ketika mobil memasuki kawasan perkebunan teh, berlalu menuju area perumahan yang tampak asri dan berhenti di gerbang rumah pertama. Dua kali klakson dan penjaga gerbang langsung bergegas membukakan, memberi jalan untuk mobil memasuki halaman. Dy langsung menegakkan tubuh, menyadari bahwa keluarga Sutedjo bisa disebut tuan tanah di daerah ini. Luas rumahnya bukan main, bisa tiga kali lebih luas dari rumah Dy.

"Tedjo's tea herb tadi?" tanya Dy ketika Bagas sudah keluar dari mobil.

Ray menoleh sekilas, "Iya, kebun teh yang kita lewati tadi punya Bapak, usaha keluarganya Amelia, teh herbal."

Dy mengangguk-angguk, segera merapikan diri dan mengikuti Ray keluar dari mobil. Sepasang orang tua tampak menunggu di depan pendopo Joglo yang luasnya hampir menyamai lantai satu rumah Dy.

"Itu Bapak sama Ibu," kata Ray sembari menggandeng Dy mendekat.

"Ya ampun, kurus banget, anakku..." ungkapan itu terdengar berikut isakan yang membuat Ray melepas gandengannya dan beralih memeluk Wening, ibu Amelia.

"Ray pulang, Bu," ucap Ray dan justru membuat isakan Wening semakin jelas terdengar.

Ario Sutedjo mengelus-elus punggung istrinya, bergantian menepuk pundak Ray dan baru menatap pada Dy, "Oh, ini... yang mau dikenalin."

Dy tersenyum, "Kadian, Om... tapi panggilnya Dy."

"Aduh, panggil Bapak saja," pinta Ario sembari menjabat tangan Dy. "Bu, sudah dong nangisnya ini lho kenalan, ayu tenan pacare, Ray." [cantik sekali pacarnya, Ray]

Wening mengurai pelukannya dan menatap Dy, "Oalah, akhirnya..." Wening kembali menatap Ray, "Iki tenan ya, Le? Ora gawe-gawe dinggo nyenengno atine, Ibu?" [Ini beneran ya, Nak? Bukan akal-akalan untuk menyenangkan hati ibu?]

"Iya, beneran, Bu... ayo makanya kenalan," ajak Ray lalu Dy beralih tersenyum pada Wening, langsung mengulurkan tangan.

"Pagi, Bu... ini Kadian, dipanggil Dy saja," kata Dy, mengenalkan diri.

"Oalah, ayune, betah-betah ya di sini, temani Ray tinggal."

Dy segera mengangguk, "Iya, Bu... semoga Dy sama Ray enggak merepotkan juga."

"Enggak, enggak repot, aduh-aduh lega, ibu..." ungkap Wening, mengelus-elus punggung tangan Dy sebelum menggandengnya menaiki tangga joglo. "Rumah belakang masih disiapkan, ngeteh dulu ya, tadi kan lama di jalan."

Dy mengangguk saja, ia duduk di kursi kayu yang tertata apik di salah satu sudut. Ray mengambil tempat duduk di samping Dy. Pelayan begitu saja menyusul masuk dan mempersiapkan tungku elektrik, cawan-cawan berisi beberapa tumbukan daun teh, bubuk rempah, dan bunga-bunga kering. Berikutnya pelayan meletakkan cerek, cangkir-cangkir dengan ornamen bunga keemasan sekaligus tatakannya. Ketara sekali bahwa ini termasuk jamuan teh yang cukup berkelas.

Ario menuang air dari dalam kendi di samping tempat duduknya ke cerek.

"Ray mau pakai jahe, tehnya?" tanya Wening sembari menggeser cangkir.

Ray segera mengangguk, "Sayang, mau juga?"

Dy tersenyum dan ikut mengangguk, "Boleh, memang agak dingin."

"Mau diambilkan selimut?" tanya Ario.

"Enggak usah, terima kasih." Dy memilih merapatkan jaket Ray di tubuhnya.

"Mas Ray..." panggilan itu terdengar dan mereka semua menoleh.

Amelia menaiki tangga, setengah berlari dan Ray segera berdiri, menerima pelukan Amelia. Dy membiarkan dan justru serius mengamati cara nyonya rumah meracik teh.

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang