15 | Solidaritas anak tunggal

10.7K 2.5K 526
                                    

Yumna Talitha: lo ngapain jam segini masih online?

Dy Madia: nulis, Na, kalau siang enggak ada waktu

Yumna Talitha: lo nginep di mana?

Dy Madia: Rumahnya KAmelia, gokil sih, rumahnya luas banget, nuansa Jawa

Yumna Talitha: dan lo bisa tidur gitu? Pasangan lo seatap sama mantannya lagi?

Dy Madia: Beda rumah, gue sama Ray tidur di rumah belakang, kayak pavilion gitu

Yumna Talitha: sekamar? berduaan?

Dy Madia: enggak lah! Dua kamar dan bertingkah sopan

Yumna Talitha: dih, enggak seru banget sih

Dy Madia: asli, gue mulu yang skinship ke dia, harga diri gue, astaga!

Yumna Talitha: sabar ya, Dy... usia lanjut emang mulai lambat soal begitu.

Dy Madia: hahahaha sialan!

Yumna Talitha: tapi lo baik-baik aja kan, Dy? Ortu lo aman?

Dy Madia: Baik, Na... aman, gue chat terus kok sama Mama

Yumna Talitha: oke deh, semangat nulisnya, Dy...

Dy Madia: oke, thank you, Na

Dy membalas demikian lalu meletakkan ponselnya, kembali mengetik sampai alarm berbunyi pada jam setengah lima pagi. Ia dan Ray membuat janji untuk jalan-jalan berburu sunrise di kebun teh. Dy segera menyelesaikan ketikan lalu ke kamar mandi untuk mencuci wajah, setelah itu berganti celana jeans dan sweter. Dy mengisi tote bag dengan ponsel, dompet dan notes kecil yang sudah dilengkapi pulpen.

Ketika keluar dari kamar, Dy mendapati Ray sedang membongkar tas kamera.

"Oh, sudah bangun," kata Ray.

"Kan sudah janjian," kata Dy lalu duduk di samping Ray, "Mau pakai kamera yang mana? Yang keren ya, pakai lensa yang gede-gede itu."

Ray tertawa, "Pakai kamera digital atau mirrorless sudah cukup, Dy."

"Yah, padahal pengin difoto kayak model-model gitu."

"Yang penting nanti lihat hasilnya." Ray mengeluarkan sebuah kamera.

Dy memperhatikan merk dan nomor seri yang tercetak, Sony A9, ia segera mengeluarkan notes kecil dari tasnya. "Apa kelebihan kamera ini, Ray?"

"High resolution, autofocus phase-detec over 690 dots and 30% Eye AF, ini juga weather-sealed, lebih tahan air atau debu."

Dy mencatat semua itu secepat mungkin, "Harganya berapa?"

"Emm... sekitar lima puluh sembilan, atau enam puluh sembilan, aku lupa persisnya."

"Hah? Juta? Lima puluh sembilan juta rupiah? Kamera ini?"

"Iya, sejak kerja sama Joel enggak pernah memikirkan harga kamera."

Dy mendapati Ray mengatakan itu sembari dengan santainya memasang tali dan memasukkannya ke dalam tas. "Kamera termahalmu harga berapa sih?"

"Emm... seratus kayaknya, tapi itu hadiah dari Joel dan jarang kupakai."

"Yang sehari-hari kau pakai?"

"Ini, sama EOS 7D Mark II yang kutinggal di New York."

"Itu juga mahal?"

"Enggak juga, masih belasan juta, jadi kalau rusak enggak terlalu berduka."

Dy menyipitkan mata, "Rusak?"

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon