17 | Ray & Amelia

13.4K 2.8K 512
                                    

"Itu tadi first kiss-ku, untukmu..."

Rasanya Ray baru bisa bernapas saat Dy sudah berjalan menjauh dan bersamaan dengan hilangnya sosok gadis itu, degub jantung Ray kembali, berdetak dua kali lebih cepat. Sebagai lelaki, Ray tidak menganggap ciuman pertama sebagai sesuatu yang bisa disebut berharga. Dia melakukannya begitu saja saat SMP dulu, dengan pacar pertamanya, yang sekarang ia bahkan tidak ingat lagi nama dan wajahnya. Ciuman pertamanya dengan Amelia saja, Ray sudah tidak ingat bagaimana itu terjadi atau kapan. Tapi dengan Dy, bukan hanya hari atau tanggal saat ini, Ray seolah bisa mengingat selembut apa tekstur bibir yang sebelumnya menempel di bibirnya, juga senyum yang ditunjukkan wajah cantik itu sebelum menjauh.

"Mas Ray?" suara itu membuat Ray menoleh, menatap Kang Man, orang kepercayaan bapak dan ibu untuk persoalan mengurus rumah. Lelaki berusia empat puluh delapan tahun itu bertugas membersihkan area belakang, menyiapkan kayu bakar sampai menangani pertukangan kalau ada hal yang harus diperbaiki.

"Ya, Kang?" tanya Ray.

"Kenapa bengong di situ, wajahnya juga merah banget?"

"Hah?" Ray langsung menyentuh wajah, pipinya memang terasa panas. "Oh, kepanasan gara-gara bakar barang, tapi sudah selesai kok, Kang."

"Itu barang yang dari Lia?"

"Iya, barang-barang yang enggak terpakai."

"Oh, ya sudah, langsung siap-siap aja, acara pengajian kan sebentar lagi."

"Iya, Kang..." Ray mengangguk dan segera beranjak kembali ke rumah belakang.

Ray mengabaikan tatapan-tatapan penasaran dari orang yang ia lewati, semua itu tidak lebih penting untuk diperhatikan, mengingat ia harus lebih memikirkan bagaimana cara menghadapi Dy. Bukan berarti Ray keberatan dengan apa yang Dy lakukan, tapi tetap saja itu menghadirkan suasana canggung karena Ray tidak tahu cara menanggapinya.

Ray memasuki rumah dengan langkah ragu, ketika mendengar suara Dy bertelepon di kamar barulah ia merasa lega. Ray bergegas memasuki kamarnya sendiri, langsung mandi dan memilih mengenakan kemeja batik lengan panjang dipadu celana bahan warna hitam untuk acara pengajian. Ketika membuka pintu kamar, Ray mencoba tidak langsung menutupnya.

Dy tertawa melihat Ray, gadis itu mengenakan tunik warna putih dan legging hitam, di pundaknya ada selendang biru muda untuk tudung kepala saat acara pengajian nanti.

"Maaf ya, aku pasti membuatmu kaget tadi," kata Dy kemudian meringis kecil, menyadari bahwa sikapnya membuat Ray bingung. "Jujur, sebelumnya aku enggak mengerti kenapa orang-orang menjalin suatu hubungan, pacaran, berpasangan... aku enggak mengerti apa esensi orang-orang melakukan itu... tapi saat menjalaninya denganmu, aku tahu ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku merasa tertarik dan aku menyukainya."

Apakah itu hanya ungkapan kejujuran, atau sebuah pernyataan? Ray masih kebingungan untuk bersikap.

Dy menggeleng, "Aku enggak sedang buat pernyataan dan harus ditanggapi, aku cuma merasa perlu kasih tahu apa yang aku rasakan dan enggak masalah kalau kau enggak merasakan hal yang sama juga... soalnya buatku, meski ini sesuatu yang baru tapi sulit dihindari."

"Sejak awal kita hanya membuat kesepakatan dan berencana akan mengakhirinya."

"Iya, aku pikir juga akan semudah melakukan tanya jawab, mengamatimu memotret disela kegiatan menemani mengobrol atau berinteraksi dengan keluarga Sutedjo... tapi ternyata setelah dijalani enggak sesederhana itu, aku merasakan hal berbeda." pipi Dy tampak merona dan itu membuat Ray kembali salah tingkah. "Ng, yah, gitu aja, kedepannya... aku akan lebih berusaha untuk menahan diri, ya? Soalnya aku perempuan, aku harus mempertahankan harga diriku yang tersisa juga."

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Where stories live. Discover now