Bab 18 : Berbeda, Tak Masalah

190 18 7
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Perbedaan bukanlah suatu alasan dalam lingkup pertemanan. Sebab, berkat adanya perbedaan, kita mampu menerima kelebihan bahkan kekurangan seseorang"

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Lechia duduk di kursi taman belakang rumah, bersama Zahra, Aisyah dan Syahla yang lebih memilih duduk di atas rerumputan kecil sembari bermain anak kucing milik Lechia.

Melihat keseruan mereka, Lechia teringat akan pertemuan pertamanya saat MPLS. Disanalah, ada peristiwa yang sungguh demi apapun sangat memalukan. Ia berniat melupakan, namun, dengan seenak jidat, otak terlampaui encer menyuruhnya mengingat kembali.

Masih lengkap memori ingatannya semasa SMA, terlebih saat menjalani MPLS di hari pertama. Mulai dari mengenakan pakaian aneh, memperkenalkan diri di depan murid sekelas bahkan disuruh meminta tanda tangan anggota OSIS hingga ketua OSIS, sungguh membuatnya kesal. Menolakpun ia tak kuasa. Alhasil, dengan sangat terpaksa, ia menuruti perintah kakak OSIS yang mengkoordinasi kegiatan tersebut.

Senyuman geli tercetak jelas di wajahnya ketika mengingat pakaian yang ia kenakan saat MPLS. Seragam putih biru dilengkapi dasi, kaos kaki hitam di kaki sebelah kanan dan putih di sebelah kiri, kalung terbuat dari tali rafia dan beberapa butir permen, rambut panjang mulanya tergerai indah berubah menjadi sangat indah dengan dua kepangan.

Belum lagi, topi terbuat dari bola bekas, ralat, bola baru beli di toko sebelah kemudian di gunting menjadi dua, lalu menambahkan tali di dua ujung bola yang sudah dipotong supaya tidak terbang saat dipakai. Dan, ia masih ingat dengan papan nama yang menggantung indah di lehernya.

"Lechia!"

Lechia berpikir, apa ya harus ... ketika MPLS mengenakan pakaian yang jauh dikatakan pakaian. Padahal, ia dulu sudah pernah mengalami hal yang serupa ketika memasuki SMP, tapi tetap saja, masih risih memakainya. Ia menggelengkan kepala sambil tersenyum mengingat momen bersejarah kala itu.

Minta tanda tangan anggota dan ketua OSIS.

Dikira kaki, tangan dan bibirnya nggak gempor apa?

Bukan hanya jalan, tetapi juga lari, ketika anggota yang ia incar tanda tangannya melengos begitu saja tanpa menoleh sedikitpun. Kalaupun tidak dikejar dan waktu habis, pasti ada konsekuensinya jika tidak berhasil mendapatkan tanda tangan.

Belum lagi kedua tangan selalu menyodorkan buku kecil dan pena, bibir tidak berhenti tersenyum manis hingga keram pipinya demi mendapatkan sebuah tanda tangan. Sungguh, Lechia lebih memilih tidak ikut MPLS daripada merasakan keram. Ia juga ingat, ketika sampai rumah langsung minta tolong Mbok Siti memijat kaki dan tangannya. Untuk pipi, hanya perlu ia tusuk pelan menggunakan jemarinya dan sedikit sentuhan dingin es batu. Lagi dan lagi ia tersenyum.

"Lechia!"

Sampai dimana peristiwa memalukan itu terjadi, bertemulah ia dengan Syahla, Zahra dan Aisyah. Tepat hari itu, ia ingat betul, hari masanya tanggal merah berulah dan ia sama sekali tidak sadar.

Peristiwa itu terjadi ketika keluar kantin. Beberapa murid cowok menyoraki bahkan tidak sedikit dari mereka tertawa sembari melihat kearahnya. Lechia tidak ambil pusing, karena memang, ia tidak merasa melakukan kesalahan dan tidak ada yang aneh dalam berpakaian. Mengingatnya saja membuat Lechia tersenyum, bagaiman bisa lupa kalau ia dalam mode tanggal merah.

Dan, disaat itulah langkahnya berhenti, menoleh kesamping ketika merasakan ada yang menepuk pundaknya. Ada tiga cewek tidak lain ialah Zahra, Syahla dan Aisyah. Bukan hanya itu, ia juga merasa ada yang melingkar di bagian pinggang. Jaket.

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang