Bab 5 : Keinginan Terbesar

330 42 28
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Jangan pernah menggadaikan agama demi dunia. Hanya merasakan nikmat dunia namun tidak dengan nikmat akhirat. Tanamkan agama dalam diri. Jadikan ia sebagai kunci kesuksesan dunia dan akhirat."

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Hiruk piruk kendaraan memenuhi jalan raya. Lalu lalang anak SMA kini kembali terlihat. Bercanda ria, usil dan aksi konyol tidak pernah lepas dari aksen anak SMA.

Syahla duduk dihalte ikut tersenyum dan tertawa melihatnya. Sambil menunggu Rizfan datang menjemput ia mengingat lagi bagaimana kisah persahabatannya bersama Aisyah, Zahra dan Lechia. Jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan atau hal tidak terduga, ada saja dari mereka yang mengingatkan. Itulah gunanya sahabat. Membantu dan mengingatkan kebaikan satu sama lain.

Berbicara tentang sahabat, Syahla teringat percakapannya dengan Lechia di perpustakaan tadi. Ia mencerna setiap pertanyaan yang terlontar dari bibir Lechia. Bahkan, selama tiga tahun bersama tidak pernah terbesit sedikitpun jika Lechia mengajukan pertanyaan tersebut.

"Oh ya, Syahla. Aku mau tanya sesuatu?"

"Apa? Kok tumben. Biasanya kan langsung nyerocos, nggak izin dulu kaya gini," kekeh Syahla.

Sedikit kesal dengan tanggapan Syahla, sebisa mungkin Lechia serius dan meluruskan niatnya bertemu Syahla. Karena dia rasa, Syahla mampu menjawab pertanyaannya.

"Aku serius."

Melihat ada keseriusan dimata Lechia, mau tidak mau Syahla menghentikan kekehannya. Ia pun memandang Lechia tak kalah serius. "Baiklah. Apa yang ingin kamu tanyakan?"

Sebelum itu, Lechia mengatur nafas memberikan sedikit ketenangan dihatinya. "Apa sudah menjadi islamkah jika seorang non islam merasa nyaman sekaligus tenang hanya dengan mendengarkan adzan dan membaca kitab mereka?"

Sebentar. Bagi Syahla pertanyaan ini tidak mungkin ia dengar namun fakta telah membuatnya mungkin. Tidak perlu menunggu lama sudah dipastikan Syahla tahu jawaban dari pertanyaan Lechia.

"Belum dan tidak akan. Karena itu bukanlah syarat menjadi islam."

"Kenapa? Bukankah kamu bilang kalau islam itu agama yang mudah?"

"Iya, memang mudah tetapi tidak dipermudah. Jika ada seseorang berniat masuk islam, harus dari hati tidak ada paksaan. Dan, wajib mengucapkan dua kalimat syahadat. Lisan maupun hati harus satu tujuan."

Lechia terdiam mendengar penuturan Syahla. Begitupun Syahla, membiarkan sahabatnya mencerna setiap deretan kalimat yang ia jadikan jawaban.

Dalam diam Syahla berpikir keras untuk apa Lechia bertanya demikian. Apa ada sesuatu yang mendorong Lechia bertanya tentang islam? Atau jangan-jangan Lechia mempunyai keinginan menjadi saudari seiman?

"Lechia, apa kamu..."

"Oh, yang tadi aku menyampaikan pertanyaan dari temanku. Dia sedikit cenderung pada agamamu," sela Lechia. "Thanks ya, udah dijawab." sambungnya tersenyum.

"Ehm, iya. Sama-sama." Syahla membalas senyum Lechia. Tapi, ada sedikit mengganjal dihatinya tentang pertanyaan Lechia. "Lechia, kamu tadi bilang dibacakan kitab atau membaca?"

"Ehm, membaca. Dia bilang sering membaca kitab orang islam," jawabnya pasti. "Dan, dia juga bilang kalau itu otodidak. Nggak ada yang ajarin ataupun lihat diinternet. Langsung bisa gitu."

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang