You Are (Not) My Destiny Part 18

22 2 0
                                    

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

1. Jeong Sewoon - Oh My Angel

2. Yoo Seonho – One Blue Star

3. Junggigo – Only U

4. Seulgi & Wendy – Only You

5. PRODUCE X 101 CRAYON – Pretty Girl

6. Elaine – Rain or Shine

7. SEVENTEEN – Say Yes

8. RED VELVET – See The Stars

9. ASTRO – Should've Held On

10. Soyou & Junggigo - Some

Baek Choeun's POV

Apakah ini hanya perasaanku... aku berkeliling di sekitar café dan menghitung rata-rata pengunjung tiap jamnya di hari Minggu ini. Rasanya ada yang aneh.

"Noona, ada apa? Noona sudah naik turun tangga lima kali lho."

Teguran Bojin menyadarkanku dan aku menghampirinya di balik counter.

"Entah Bojin... aku hanya ingin tau pendapatmu, apa menurutmu café kita agak sepi akhir-akhir ini?"

"Hmm... ya, sepertinya tiga hari belakangan nyaris tidak ada antrian di depan, padahal ini akhir pekan ya," jawab Bojin sambil mencondongkan tubuhnya untuk melihat pintu depan, "apa noona sudah cek data pelanggan? Disitu kan ada angka yang lebih pasti."

Aku mengikuti saran Bojin dan membuka data di laptop yang diletakkan di dekat meja kasir. Benar, untuk memastikan datanya secara real, aku harus melihatnya langsung. Bojin mengikutiku melihat laptop melalui bahuku.

"Kurasa memang ada penurunan, noona, lihat ini... kulihat sejak dua minggu terakhir. Tapi tidak signifikan sekali sih..."

"Tapi itu tetap terus menurun. Sedikit, tapi tiap hari, Bojin. Apa ada sesuatu yang salah ya? Haruskah kita buat event lagi?"

"Kurasa memang terakhir kali kita mengadakan event kan bulan Februari, itu sudah cukup lama. Kita harus coba strategi itu lagi."

"Strategi apa?" tanya Donghyun yang mendadak muncul di sisiku.

"Kau membuatku kaget!" keluhku sambil melayangkan tinju ke lengannya.

"Maaf noona."

"Oh Donghyun, kau datang lagi, liburan membosankan ya?"

"Kuakui memang agak membosankan, hyong. Kapan hyong ada waktu bebas? Ayo kita main basket atau apalah."

"Hari Jumat depan aku ada libur. Bagaimana kalau hari itu?" tawar Bojin.

Aku mendengus perlahan. Lucu sekali rasanya melihat Bojin dan Donghyun. Aku jelas bisa merasakan Donghyun tidak suka pada Bojin ketika pertemuan pertama mereka, tapi lihat apa yang terjadi berikutnya? Mereka seperti sahabat sekarang. Eh tapi kalau mau dibilang sahabat juga belum bisa sih... mereka hanya senior dan junior di klub basket kampus. Entahlah, menurutku "keakraban" mereka ini agak sedikit aneh.

"Tapi Jumat depan kita sudah masuk kuliah hyong," jawab Donghyun sambil mengeluh, yang membuatku tertawa ringan.

Keluhan Donghyun memang khas, aku selalu ingat itu, karena dia selalu melakukannya sejak aku pertama kali mengenalnya di kelas 1 SMP. Kurasa nalurinya sebagai anak bungsu benar-benar tidak bisa membohongi orang. Kedua pria ini masih mengobrol dan tawar menawar soal kapan mereka bisa latihan basket ketika aku melihat ada empat wanita paruh baya berdiri di luar café dan menunjuk-nunjuk café. Ada apa? Mengapa mereka ragu-ragu untuk masuk? Beberapa karyawanku juga ragu untuk mengajak mereka masuk, karena wanita-wanita itu belum masuk enter zone dimana ketika mereka berada di area itu, karyawanku pasti akan menjemput mereka masuk. Jadi kurasa biar aku saja yang menanyakannya. Aku meninggalkan tempatku dan melangkah keluar.

"Selamat siang, ibu... apakah mau coba bersantai di café kami? Ayo, biar saya antar ke dalam."

Dengan sedikit membungkuk sambil memberi salam, aku berjalan mendekati mereka. Salah satu wanita itu memandangiku dari kepala sampai ke ujung kakiku, membuatku sedikit tidak nyaman.

"Agassi... adalah pemilik café ini?"

"Ah ya benar, ibu. Apakah saya bisa mengantarkan kalian sekarang?"

"Oh jadi yang ini pemiliknya. Hmmm, dia terlihat lumayan."

Seakan mengindahkan kehadiranku, wanita yang lainnya mengomentari penampilanku. Ada apa sih ini sebenarnya?

"Ya, dia terlihat muda sekali. Kurasa aku mengerti alasannya. Dia cantik, terlihat muda dan kaya."

Mereka sekarang menunjuk-nunjuk mobil yang baru saja kubeli tak sampai dua minggu yang lalu. Memang benar mobil ini tidak murah dan juga tidak mahal, tapi apa salahnya kalau aku sekarang punya mobil?

"Ah, pantas ya pria muda itu mau dengannya. Dia masih kuliah kan? Jelas kalau dia menikahi gadis ini, dia tak usah bersusah payah lagi nantinya."

Aku sudah berusaha ramah. Aku sudah berusaha selalu tampil professional. Tapi perlahan kata-kata mereka merasuki benakku dan aku mengerti tentang siapa mereka berbicara sekarang, meski aku tak tau apa maksud mereka yang sesungguhnya: ingin mencela kamikah atau bergosip? Bisakah mereka tidak mencobai emosiku?

"Apakah Anda ingin mampir ke Million Stars?"

Dan Donghyun muncul di sampingku, mendadak menyampaikan kalimat yang sudah ada di ujung bibirku. Melihat Donghyun, merekapun menunjuk-nunjuknya tapi mengobrol dengan suara yang lebih halus sebelum melangkah pergi. Donghyun memandangi punggung mereka dengan ekspresi tidak sabar.

"Apa yang mereka lakukan? Tadi aku mendengar sekilas tentang pria muda. Siapa sih yang mereka bicarakan?" tanya Donghyun dalam satu tarikan nafas.

Aku menggandeng lengan Donghyun dan setengah menyeretnya masuk ke dalam.

"Kurasa mereka membicarakan Chungdae," jawabku, "sudahlah, tak apa, tak usah hiraukan."

"Tidak, beritau aku detailnya, noona. Apakah mereka membicarakan sesuatu yang jelek tentang kalian?"

"Ah, Min Donghyun!"

Sebelum aku sempat menjawab Donghyun lagi, kami berdua sama-sama menoleh ke sumber suara. Hyunah baru saja memasuki café kami dengan dua temannya yang lain. Dia melambai dengan senang dan bersemangat, sedangkan Donghyun hanya tersenyum sejenak dan memandangiku lagi.

"Ayo noona, ceritakan padaku."

Namun mendadak, Hyunah muncul di sisi Donghyun dan menggandeng lengannya, "ayo temani kami. Akan kutraktir."

"Ah Hyunah-ssi, aku... tapi aku..." ucap Donghyun terbata-bata dan tampak bingung.

Aku memberinya isyarat dengan gerakan kepalaku dan menyuruhnya pergi bersama Hyunah. Akhirnya dengan pasrah, Donghyun duduk di sebelah Hyunah di meja bundar untuk berlima. Aku naik menuju kantorku dan merebahkan diriku di sofanya yang empuk. Mengingat para wanita paruh baya tadi, aku merasa emosi lagi. Kalau yang mereka bicarakan benar adalah Chungdae... aku benar-benar tak bisa terima apa yang mereka katakan. Begini ya, aku tau Chungdae memang masih muda dan dia masih berkuliah; dan benar dia belum memiliki penghasilan, tapi apa urusan kalian dengan statusnya? Dia adalah tunanganku dan bahkan aku tidak keberatan dia belum punya pekerjaan. Kalian kan bukan siapa-siapanya aku, kenapa kalian harus mengurusi hidupku?

"Kuusir saja mereka kalau lain kali mereka muncul lagi. Dasar ibu-ibu yang suka bergosip!"

Dengan emosi aku memukul meja dengan kepalan tanganku, tapi aku menyesalinya sedetik sesudahnya.

"ADUH SAKIT!"

Dasar, merusak hariku yang indah saja.

***

(Indonesian ver) You Are (Not) My Destiny // 넌 내 운명(안)입니다Where stories live. Discover now