Dhevan, pemuda yang tumbuh bersama seseorang yang tidak sengaja ia ciptakan sebagai tameng pelindungnya. Alter yang muncul karena tekanan emosianal yang tinggi akibat kecelakaan yang menimpanya.
Sosok dingin, kuat, serta dewasa berhasil membuatnya...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"I don't know how munch distance i should keep from you."
Males baca ulang 😐 Typonya pasti berbondong bondong
-Happy Reading!-
🍒🍒🍒 •••
Suasana di ruang kelas masih seperti hari-hari bisanya, hanya ada kegaduhan serta berbagai macam siswa yang melakukan kegiatan tidak berguna.
Guru yang mengajar belum datang, hal ini tentu saja membuat para siswa leluasa untuk melakukan apapun.
Berbeda dengan yang lain, Diva terlihat lesu duduk di kursi paling belakang. Kepalanya ia tumpu pada meja sambil menghadap kursi kosong yang berada di sampingnya.
"Heh! Ada pak Hendry, ada pak Hendry! Cepet duduk!"
"Cepet duduk anjir!!
"SYUT DIEM JANGAN BERISIK!"
"DIEEEM!!"
"YEU! ANAK SETAN, SUSAH BANGET DIKASI TAU."
"UDAH TAU DISINI SETAN SEMUA, JADI BIASALAH!"
"ASU SANGAT, PUNYA ANAK BUAH MODELAN KEK ORANG UTAN KABEH."
"BERARTI LO PEMIMPIN ORANG UTAN."
Intruksi tersebut bukannya membuat kelas menjadi hening, tetapi malah sebaliknya.
"Maaf bapak telat, tadi orang tuanya Dhevan datang. Mereka bilang, Dhevan bakal pindah sekolah." ujar pak Hendry, jelas penuturannya membuat para siswa kebingungan serta merasa penasaran.
Karena saking banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh muridnya, pak Hendry memilih untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lagipula, alasan kepindahan Dhevan adalah sebuah privasi.
🌹🌹🌹 •••
"Aku harus pergi lagi ya?"
Dhevan memandang sosok yang lagi-lagi mirip dengan dirinya, bukan Arsen karena sosok yang sekarang terlihat lebih muda dari dirinya, penampilan maupun cara bicaranyapun berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Arsen.
"Dhevan mau aku pergi?" tanyanya, Dhevan tebak jika sosok itu adalah Arvin.
Entah ini adalah mimpi ataupun hanya sebuah delusi, Dhevan tidak tau. Namun yang jelas, jauh di lubuk hatinya Dhevan seakan-akan hendak kehilangan sebagian dari jiwanya.