Bagian 7

135 24 2
                                    

"Kak, kenapa Kakak belum berangkat kerja?" Pertanyaan Asyila mampu membuat Aqila menggigit bibir bawahnya.

Aqila tampak mencari-cari alasan. "Mmm! Hari ini libur, Dek! Bu Eka lagi pulang kampung, cuma bentar doang!" terang Aqila.

Untunglah Asyila tidak terlalu kenal dengan dunia luar, kalau saja Asyila tau keadaan di luar sana, mungkin Asyila akan tahu kalau Eka sebenarnya tidak hanya sekedar pulang kampung, tapi menetap kembali di kampungnya itu. Itu juga berarti Asyila bisa tahu kalau kakaknya tidak punya pekerjaan untuk sekarang. Mungkin juga, Asyila bisa kepikiran tentang bagaimana hidup mereka selanjutnya jika Aqila tidak punya pekerjaan. Asyila kemudian hanya mengangguk mengerti dengan ucapan Aqila.

"Kakak ke warung dulu ya! Mau beli bahan masakan." ujar Aqila lagi sambil melangkah maju.

"Yeii! Makan masakan Kakak! Masakan Kakak lebih enak dari pada nasi bungkus!" senang Asyila kegirangan.

Aqila hanya mampu tersenyum simpul. Ada rasa bersalah yang menghantuinya saat ini, di mana dirinya harus menghidupi adik dan ibunya, tapi Aqila terlalu sering memberi makanan yang dibeli untuk mereka. Itu pun hanya nasi dengan lauk berupa tempe atau pun tahu, sangat jarang Aqila membeli nasi dengan lauk seperti ikan atau ayam. Memang, jika Aqila masak di rumah lauk-pauk yang dimasaknya tidak jauh beda dari yang dibelinya, hanya saja Asyila akan lebih menyukai masakan kakaknya.

°°°

Aqila sampai di sekolah saat bel sekitar 5 menit lagi akan berbunyi. Deru napasnya yang tidak beraturan sangat kentara terdengar ketika langkahnya menginjakkan kaki di kelasnya. Kali ini Aqila jelas tidak sempat untuk mencuci dan mengeringkan keringatnya sebelum masuk kelas. Bahkan, suara napas Aqila mampu menarik perhatian teman-teman sekelasnya. Aqila tidak peduli dengan tatapan itu, sedikit mengelap keringat yang mengalir di dahinya menggunakan punggung tangan kirinya, Aqila berjalan mantap menuju bangkunya.

"Aqila! Napa lo keringatan gitu?" tanya Ogy selaku ketua kelas. Dia tentunya sangat peduli dengan anggota kelasnya, tidak salah jika Ogy ditunjuk menjadi ketua kelas karena dia sangat bertanggung jawab.

Tidak ada respon dari Aqila. Aqila hanya menatapnya sekilas, lalu merebahkan kepalanya di atas meja beralaskan tasnya. Setidaknya ia bisa menghilangkan sedikit lelahnya sebelum pelajaran benar-benar dimulai. Jika boleh, mungkin Aqila akan tidur di sana untuk beberapa saat. Dia sungguh lelah dengan beban hidup dan pikiran yang dijalaninya untuk hari ini.

Derap langkah seseorang terdengar menghampiri Aqila, Aqila menyadari itu, tapi tidak dihiraukannya. Aqila pikir itu Ogy yang hanya penasaran dengan keadaannya. Namun, siraman dingin terasa membasahi kepala Aqila yang membuatnya langsung mendongak tajam. Tasnya sampai ikutan basah dan pasti bukunya sebagian juga akan basah.

Bukan Ogy yang ditangkap oleh mata Aqila, melainkan tangan Elsa yang terlurur ke arahnya dengan sebuah botol minuman yang sedang ditutupnya. Aqila hanya mampu menggertakkan giginya kuat. Sebisa mungkin Aqila tidak membalasnya karena itu bisa berdampak sangat buruk. Bola mata Aqila sampai bergetar menatap mata Elsa yang malah terlihat santai.

"Woi! Apa yang lo lakuin?!" bentak Ogy dan menarik tangan Elsa sedikit kasar.

"Kenapa? Gue cuma bantu dia, kayaknya dia capek dan gue bantu agar lebih segar! Bukannya gue baik?!" jawab Elsa santai.

"Uhu! Baik sekali temanku ini!" sanggah Hellena yang merangkul Elsa dari belakang.

"Cih! Udah SMA, tapi kelakuannya masih bocah!" umpat seseorang dari sudut kelas bagian kiri. Laki-laki yang diketahui bernama Faizul itu mendorong kasar bangkunya ke belakang dan berdiri dari duduknya.

Kali ini perhatian anak-anak kelas itu beralih ke arah Faizul. Jelas langkah Faizul menuju ke arah terjadinya keributan. Kedua tangannya yang berada di dalam sakunya tampak ia keluarkan sebelah kanan dan mengukurkan tangannya itu ke atas kepala Aqila. Sebuah sapu tangan berwarna putih jelas diletakkannya di atas kepala Aqila. Setelahnya, Faizul kembali ke bangkunya dan bersiul kecil menatap lurus ke depan.

"Wow! Daebak!"

"Cowok pemdiam itu siapanya Aqila?" kutat beberapa murid yang menyaksikan.

Elsa dan Hellena tersenyum bingung. Entah kenapa, sepertinya semua yang ada di kelas itu tidak menyukai aksi Elsa. Bukankah itu suatu hal yang menarik untuk dipuji? Bagi Elsa dan Hellena, merundung orang adalah hal yang akan mendapatkan perhatian banyak orang dan bisa membuat orang tidak memandangnya rendah. Tapi, sepertinya itu tidak berlaku untuk kelas ini.

Dengan memanfaatkan situasi, Ogy merampas botol air di tangan Elsa cepat. Tangannya meremas botol itu dengan kuat sehingga tutup botolnya terlepas bersamaan dengan semburan air yang mengarah pada Elsa. Hellena yang berada di sebelahnya mau tidak mau harus terkena semburan air juga. Dengan tanpa rasa bersalah pula, Ogy berjalan ke arah tong sampah dan membuang botolnya begitu saja.

Aqila bahkan sampai takjub dengan Ogy dan juga Faizul. Entah kenapa dua orang itu membantunya sementara dirinya tak ingin melawan karena takut akan terjadi keributan yang akan menyudutkannya. Justru, diamnyalah yang membuat keributan, tapi malah menyudutkan Elsa dan Hellena. Sepertinya, masih ada belahan dunia yang peduli padanya. Yang mana, dulunya Aqila mendapatkan hal yang serupa dan malah membuat semua orang ikut melakukan hal yang sama terhadapnya.

Tak hanya Aqila yang takjub dengan itu semua. Sebagian dari anak-anak kelasnya ikut takjub, ditambah lagi dengan ketampatan Faizul yang membuat mereka semakin takjub. Hal yang tidak pernah mereka sangka, Faizul yang jarang berbicara sama hal dengan Aqila ternyata mempunyai sikap yang bisa dibilang lembut dan mengagumkan. Juga dengan Ogy si ketua kelas yang tidak pandang bulu. Sungguh, mereka berdua terlihat menakjubkan.

"Ogyyy!" teriak Elsa dan Hellena bersamaan. Bisa-bisanya Ogy malah membela Aqila yang bahkan tidak pernah berbicara dengan Ogy satu kali pun itu.

Aqila mulai mengusap rambutnya dengan sapu tangan Faizul. Mata Aqila terpejam damai mendapatkan pembelaan dari teman-temannya. Meski masih belum bisa Aqila pungkiri kalau dirinya masih membenci setiap orang yang menyandang gender laki-laki. Sekiranya masih ada orang baik di dunia ini yang perlu Aqila akui selain keluarga Eka yang selalu memperlakukannya dengan baik.

Tanpa ada yang menyadari, Faizul sedari tadi memperhatikan Aqila. Faizul bisa merasakan kalau Aqila sedang terluka, bukan luka karena rundungan Elsa dan Hellena, tapi terluka karena hal lain. Meski Faizul tidak tahu luka apa yang disimpan Aqila, tapi dia mampu merasakannya. Faizul memang terlihat tertutup, tapi dia sering memperhatikan teman sekelasnya. Elsa dan Hellena juga tak luput dari pengamatannya.

Guru yang mengajar di kelas mereka mulai masuk ke kelas dan menjadi bingung karena anak-anak muridnya yang tidak menyambut kedatangannya. Mungkin, mereka bisa dibilang tidak menyadari kehadirannya di sana. Guru itu mulai berdehem keras agar pandangan semua orang beralih kepadanya. Tidak sopan rasanya jika dia harus diabaikan seperti ini.

Semua yang tadinya berdiri langsung menuju bangku masing-masing. Sungguh, mereka semua terkejut karena benar-benar tidak menyadari kedatangan guru mereka. Aqila juga begitu, dia sempat terperanjat mendengar deheman gurunya. Untunglah, dia terlihat ramah dan menyunggingkan senyumannya kala dirinya sudah menjadi sorotan semua orang yang berada di kelas itu.

"Bisa kita mulai pelajaran untuk hari ini?!"

"Bisa, Buuu!"

Bersambung...

Abstrak (End✅)Where stories live. Discover now