Bagian 30

80 15 6
                                    

Empat hari kemudian, sesuatu yang diharapkan Aqila akhirnya tercapai. Yaitu, keluar dari rumah sakit, bersamaan dengan itu pula rumah sakit itu berhasil dilaporkan dan dinyatakan ditutup permanen. Semua pasien di sana ada yang dipindahkan ke rumah sakit lain dan ada juga yang dipulangkan ke keluarga bagi keluarga yang menginginkannya. Lalu, para psikiater, psikolog, dan para perawat yang bekerja di sana mendapatkan hukuman yang setimpal. Berkat itu pula, Dokter Edo mendapat jabatan berupa kepala rumah sakit di rumah sakit tempatnya bekerja yang dijadwalkan minggu sampai selasa dan itu diluar jadwalnya di rumah sakit ini.

Aqila tidak mengabari siapa pun tentang dirinya yang sudah keluar dari rumah sakit. Aqila berencana memberi kejutan untuk Asyila dan juga Cania. Sudah lebih dari 2 bulan menjalani hidup tanpa mereka, rasanya membuat hidup Aqila semakin berat. Hanya Abril dan Faizul yang sering ditemuinya saat mengunjunginya. Tidak sekali pun juga Abril pernah membawa Asyila ke sana.

Kini Aqila sudah sampai di depan rumahnya. Aqila menghembuskan napasnya perlahan dan menebar senyuman. Aqila langsung melangkah ke pintu rumahnya dan mengintip sedikit ke dalam sana. Memang sudah Aqila yakini kalau Asyila pasti tidak ada di sana karena Aqila tahu Abril tidak akan meninggalkannya sendirian di rumah, itu merupakan pernyataan dari Abril sendiri saat mengunjungi Aqila ke rumah sakit.

Aqila merabah pot bunga karena biasanya kunci rumahnya berada di sana. Benar saja, sampai sekarang posisi masih di sana. Aqila bergegas membuka pintu rumahnya dan masuk perlahan. Tidak ada yang berubah di dalam rumahnya, hanya wangi rumahnya saja yang terasa berbeda. Aqila berpikir itu semua mungkin karena Abril juga merawat rumahnya itu disamping merawat Asyila.

Tujuan Aqila kini adalah kamarnya, matanya langsung liar mencari kunci gudang yang biasa ia sangkutkan pada sebuah paku. Namun, anehnya kunci itu tidak ada di sana. Aqila kembali berpikir mungkin saja kuncinya berada di tangan Abril atau ada pada perawat ibunya yang sempat Abril ceritakan padanya.

Aqila kemudian keluar dari rumahnya dan mendekati gudang. Entah kenapa ada perasaan tidak enak seketika menghantuinya. Jantungnya berdegup kencang, Aqila kembali menghembuskan napas perlahan dan meraih gagang pintu gudang itu juga dengan perlahan. Aqila tahu, gudang itu pasti terkunci karena perawat ibunya tidak akan meninggalkan ibunya tanpa mengunci pintu, tapi Aqila hanya memastikannya saja.

Perkiraan Aqila ternyata salah, gudang itu tidak dikunci. Aqila sempat mengeryit atas kelalaian perawat ibunya yang tidak mengunci pintu setelah meninggalkan gudang. Aqila mendorong pintu itu dengan pelan karena tidak ingin mengganggu ibunya yang berada di dalam sana. Sebuah senyuman hangat juga Aqila lampirkan dibibirnya untuk menemui Cania dalam keadaan dirinya baik.

Alangkah terkejutnya Aqila saat matanya berhasil lolos ke dalam ruangan kecil itu. Sosok Cania yang biasa duduk di sana tidak ada, hanya ada pasung dan rantai yang biasa mengekang ibunya di sana. Perasaan Aqila semakin was-was karena Abril tidak pernah mengatakan kalau Cania dirawat di luar gudang. Abril sendiri yang mengatakan kalau Cania tidak mau pergi dari gudang itu jika tidak ada Aqila. Lalu, kenapa pasung dan rantainya bisa terbuka?

Aqila takut jika ibunya dibiarkan keluyuran dan tidak seperti apa yang dikatakan Abril setiap bertemu dengannya. Jika itu terjadi, tidak ada alasan bagi Aqila untuk mempercayai Abril lagi. Ya, gadis malang itu tidak mendapatkan kabar sepucuk surat pun mengenai kepergian ibunya. Aqila tidak diberi tahu sama sekali bahwa ibunya sudah meninggal empat hari yang lalu.

Aqila berlari keluar dari gudang itu dan menuju rumah tetangganya untuk mencari informasi. Saat langkah Aqila berbelok ke arah halaman rumah tentangganya, Aqila harus terhenti dengan teriakan seseorang yang juga dirinduinya. Pasalnya suara sambutan yang selalu menyambutnya sepulang bekerja itu sudah sangat hapal bagi Aqila.

"Kakak?!" Suara Asyila terdengar mendekat ke arahnya.

Aqila berbalik dan menemui sosok Asyila yang berada di atas kursi roda dan sosok Abril yang tengah mendorong kursi roda tersebut. Asyila tampak merengek dan membentangkan tangannya ke arah Aqila. Aqila langsung memeluknya dan menumpahkan kerinduannya pada gadis kecil itu. Begitu juga Asyila yang sangat merindukan kakaknya itu tanpa tahu kapan ia bisa menemuinya lagi.

Abstrak (End✅)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora