Bagian 27

81 16 18
                                    

"Pa, Ma!"

Faizul membuka obrolan di tengah keluarganya yang sedang berkumpul pada malam hari ini. Di sana juga ada Abril yang hanya terdiam menatap layar TV yang menyala. Sepertinya sedang dalam pikiran tidak baik saat ini. Kedua orang tua mereka menatap ke arah Faizul menunggu ucapannya selanjutnya.

"Begini ... kemaren Faizul belajar mengemudi sama abang---"

"Mmm ... enggak apa-apa, mama enggak akan larang selagi itu enggak berpengaruh pada kesehatan kamu!" potong Firda sebelum ucapan Faizul terucap dengan tuntas.

Abril yang semula acuh kini menatap Faizul penuh pertanyaan. Pasalnya, ia tidak pernah mengajarkan adiknya itu mengemudi dan itu tidak akan dilakukannya karena mengkhawatirkan Faizul. Abril kini dilingkupi oleh rasa penasaran dan sedikit perasaan tidak anak atas kebohongan yang diucap Faizul.

"Faizul enggak sengaja nabrak anak orang, Ma, Pa! Sekarang ia dirawat di rumah sakit dan butuh penanggung-jawaban untuk biaya pengobatan!" terang Faizul lagi, sebisa mungkin ia tidak melihat reaksi Abril yang pastinya akan terkejut.

Firda dan Hasyim menarik napas bersama. Mereka menoleh tak percaya ke arah Faizul yang duduk tak tenang di tempatnya. Sedangkan Abril melongo dengan bola mata yang bergetar.

"Terus, keadaan anak itu gimana? Kenapa baru bilang sekarang? Apa kalian mau main-main sama nyawa orang lain?!" tanya Hasyim mendesak.

"Zul!" tegur Abril saat Faizul ingin kembali membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Hasyim, "Pa, enggak gitu, dia boong. Aku enggak ngajarin dia ngemudi kok!" alih Abril menatap Hasyim.

"Abril yang bohong, Pa. Dia larang Faizul buat bilang sama kalian, tapi gimana pun juga Mama sama Papa harus tau." sambar Faizul saat Hasyim dan Firda mulai kebingungan.

"Enggak! Faizul, apa-apaan, sih lo? Berhenti bicara omong kosong!" teriak Abril dan berdiri dari duduknya yang terasa tidak nyaman sebab berada dalam situasi ini.

"Apanya yang boong? Kita butuh uang buat perawatan rumah sakit anak itu, emangnya kita akan dapat uang dari mana?" teriak Faizul yang ikut berdiri dari duduknya.

"Cukup! Kalian berdua cukup! Bisa-bisanya kalian bertengkar dalam situasi ini! Abril, berhenti lindungin Faizul dari kesalahannya, jika dia salah, maka dia harus bertanggung jawab." Hasyim menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "Faizul, ikut papa!" sambung Hasyim sambil melangkah menuju ruang tamu.

"Tapi, Pa! Dengarin Abril dulu!" ucap Abril menghentikan langkah Hasyim. Abril takut jika Faizul akan dimarahi oleh Hasyim.

"Abril! Diam di sini! Jangan menentang ucapan papamu lagi!" titah Firda pada Abril yang mengikuti langkah Hasyim dan Faizul yang tak mau berhenti.

"Ma ... Faizul enggak salah!" bela Abril lagi dan kali ini ia menarik Faizul yang mengikuti langkah Hasyim, "Hentikan sandiwara ini sekarang juga, kita emang butuh uang, tapi bukan kayak gini caranya!" bisik Abril dengan gigi-gigi yang menaut menahan suaranya yang ingin sekali meninggi.

"Ck! Udahlah! Emangnya lo bisa apa?" bentak Faizul dan lebih memilih mengejar langkah Hasyim daripada harus berdebat dengan Abril.

Langkah Hasyim yang semula menuju ruang tamu tampak berbelok ke arah samping kiri di mana kamar Faizul berada. Sudah dipastikan kalau Hasyim berubah pikiran dan ingin berbicara dengan Faizul diruangan tertutup. Perasaan Abril menjadi semakin tidak tenang saat pintu kamar itu tertutup dengan kasar setelah Faizul masuk. Abril mengkhawatirkan Hasyim ketika marah akan sangat menyeramkan.

Langkah Abril tidak bisa diam di tempat begitu saja. Ia melangkah terburu-buru menuju ruangan terkunci itu. Jangan sampai gara-gara ini penyakit Faizul kambuh semakin parah. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

Abstrak (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang