Bagian 13

112 18 0
                                    

Aqila merasa bersyukur karena sudah mendapat pekerjaan baru pada sebuah kafe kecil di sekitaran sekolahnya. Aqila bisa bernegosiasi dengan pemilik kafe yang masih muda dan seorang perempuan tentunya. Dengan permintaan Aqila yang meminta kerja pada waktu malam dan mendapatkan gaji dimuka, tepatnya sebelum waktu kerjanya tiba. Hal itu juga dimanfaatkan Aqila untuk terlebih dahulu membelikan makanan untuk adik dan ibunya di rumah, setelahnya baru Aqila bisa pergi bekerja dengan tenang dan meninggalkan adiknya setelah dimintai tidur lebih awal dari biasanya agar nanti dia tidak ketakutan jika Aqila tidak ada.

Perkerjaan ini sudah diambil Aqila semenjak tiga hari ini. Menjadi pelayan kafe di sana cukup menguntungkannya karena gajinya sedikit lebih besar dari gaji kerja di warung bakso Eka tempo lalu. Kafe yang bernama Sweet Caffe itu bisa dibilang baru dibuka. Pemudi yang membukanya itu bernama Gilsya, ia cukup ramah dan mudah tersenyum membuat Aqila tidak terlalu canggung untuk bertanya.

Malam ini pelanggan kafe tampak ramai pengunjung, terutama dari kalangan pemuda-pemudi. Ya, kafenya menang sangat cocok untuk mengisi waktu luang. Menu-menunya pun cukup banyak dan banyak makanan modifikasinya seperti ice cake berfariasi.

Tanpa sengaja mata Aqila tertuju pada dua orang pelanggan yang sangat tidak asing baginya. Keduanya tampak tersenyum meski tergambar jelas kalau mereka sedang tidak dalam waktu yang tepat untuk tersenyum. Aqila sampai takjub dengan mereka yang bisa tersenyum dalam luka, sedangkan dirinya hanya bisa terdiam dan memaki diri sendiri di kala beban yang dipikulnya semakin terasa.

Aqila tampak melangkah ke arah mereka setelah Abril mengangkat tangannya. Aqila yakin mereka berdua belum menyadari pelayan di sana adalah dirinya. Aqila kemudian menunduk dan mulai menyapa pelanggan. Memang Aqila kurang sesuai dengan pekerjaannya saat ini karena yang dituntut dalam pekerjaannya saat ini adalah keramahan.

"Selamat datang di kafe kami---" sapa Aqila, tapi ucapannya harus terjeda dengan Abril yang menyanggahnya.

"Aqila? Kamu kerja di sini? Sejak kapan?" tanya Abril penasaran.

Aqila tidak menjawab, ia langsung saja memberikan menu di kafe itu dengan meletakkannya di atas meja. Keramahan yang diajarnya beberapa hari ini mendadak hilang begitu saja ketika berhadapan dengan pelanggan yang berdua ini. Ada seperti batu pengganjal yang dengan tiba-tiba terasa menopang pada pita suaranya dan mengharuskannya untuk terdiam.

"Bertemu lagi, Qila!" sapa Faizul dengan sedikit melambai.

Aqila hanya menunduk dan membalas tatapan Faizul sekilas. Rasanya Aqila ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasnya pada meja ini. Entahlah, Aqila merasa sangat canggung dan merasa hampir mati berdiri karena terlalu canggung. Kecanggungannya ini bahkan tidak berlaku untuk tamu lain. Benar-benar sulit dipercaya.

"Mau pesan apa?" tanya Abril pada Faizul dengan pelan.

"Lo aja yang pilih!" jawab Faizul dan dibalas anggukan oleh Abril.

"Ice cake strowberry special and cake banana plus juice orange." pesan Abril yang kembali dibalas anggukan oleh Aqila.

Setelahnya Aqila pergi mengambilkan pesananan mereka. Aqila tentunya harus disibukkan dengan banyak pelanggan karena pelayan di kafe tempat Aqila bekerja hanya mempekerjakan satu pelayan saja. Mengingat kafe itu yang baru dibuka, ditakutkan usaha Gislya sang baru dibuka ini tidak berjalan lancar, maka dia tidak akan terlalu kesulitan nantinya untuk membayar pelayan. Apalagi seperti Aqila yang meminta bayaran dimuka.

Tidak lama kemudian Aqila kembali ke meja di mana Abril dan Faizul duduk. Percakapan mereka yang tidak terdengar jelas oleh Aqila terpaksa mereka berhentikan saat Aqila semakin mendekat. Seperti yang Aqila lihat, keadaan Faizul terlihat lebih baik dari sebelum-sebelumnya, tapi mungkin itu hanya drama saja karena Aqila yakin Faizul belum menjalani pengobatan dengan benar belakangan ini.

Abstrak (End✅)Where stories live. Discover now