Bagian 42

126 14 12
                                    

"Hallo!"

"Aqila, ayah tahu kamu sedang bersama pacar kamu dan bukan dengan pelanggan yang akan membayar kamu! Jadi, menjauhlah darinya sekarang juga karena ini tentang keluarga."

Aqila menggigit bibir bawahnya saat Fando tahu kalau dirinya tidak sedang berada di tempat yang Fando inginkan. Aqila pun mengikuti kata Fando dan berdiri menjauh dari arah Abril untuk dapat berbicara dengan ayahnya agar lebih rahasia. Aqila tentu tidak ingin Abril mendengar sedikit pun pembicaraan mereka yang dilarang oleh Fando dan mungkin lebih baik Abril tidak mengetahuinya. Aqila memilih berdiri di sudut ruangan dengan memunggungi Abril yang menatapnya terus-terusan.

"Ada apa?" tanya Aqila sedikit berbisik.

"Udah berani bohongin ayah ya, sekarang! Pantas aja uang yang selalu kamu bawa pulang cuma dikit. Maka, dari perbuatan kamu itu, Asyila yang harus membayarnya. Bersiaplah untuk menghapus kenangan bersamanya. Kalau kamu tidak pulang dalam satu jam ke depan, maka selesai sudah!" Fando mematikan ponselnya sepihak dan ia pasti sedang tertawa di seberang sana.

Aqila berjalan meninggalkan Abril dan masuk ke dalam rumahnya dengan sedikit mengendap. Setidaknya ia tidak pulang dalam rentan waktu yang diberikan Fando, ini masih terlalu awal untuk 1 jam. Melihat Abril yang belum juga beranjak dari posisinya, Aqila memilih mengunci pintunya agar nanti Abril tidak datang tiba-tiba.

Aqila mengedarkan pandangannya ke segala arah dan tidak menemukan siapa-siapa di sana. Aqila kemudian berjalan lurus menuju dapurnya yang sejajar dengan ruang tengah. Degupan jantungnya sedari tadi sangat tidak normal, tentu Aqila sangat ketakutan kalau saja Fando datang tiba-tiba dan melukainya. Tangan Aqila sedari tadi tak henti bergetar, matanya juga ikut bergetar menahan agar air matanya tidak tumpah mengingat kejadian yang tak diinginkan mungkin sedang menimpa Asyila. Aqila takut jika ia harus kehilangan untuk yang kesekian kalinya, pada dasarnya Fando tidak pernah main-main dengan ucapannya. Jika terjadi sesuatu terhadap Asyila, maka Aqila juga tidak akan tinggal diam saja, tunggu saja pembalasannya kalau sedikit saja Asyila-nya terluka.

Tanpa pikir panjang, Aqila mengambil pisau dapur yang tertera di atas meja. Hanya untuk berjaga-jaga saja kalau pria brengsek itu melukai Asyila. Jika dulunya ia memukul orang dengan batu karena menabrak Asyila, maka sekarang ia juga tidak akan ragu menggunakan pisaunya kalau saja Asyila kembali terluka. Jika dulu Aqila melakukannya dengan sedikit diluar kendali, maka sekarang ia akan melakukan apa pun dengan terkendali.

"Oh! Anak ayah udah pulang!" Suara menjengkelkan Fando membuat Aqila berbalik dengan segera dan refleks menyembunyikan pisau di belakangnya.

Fando mengelap tangannya dengan handuk kecil di sudut dapur sana, tampaknya ia baru saja dari kamar mandi jika dilihat dari arahnya berjalan dan tangannya yang basah. Senyuman hangat seorang ayah selalu terpatri di bibir busuknya itu, tak sepantasnya ia masih bisa menunjukkan wajah itu kalau memang ia bukan orang yang seperti itu.

"Di mana Asyila?" tanya Aqila dengan suara sedikit meninggi, guna untuk mempertegas ucapannya dan juga untuk menyamarkan sedikit getaran pada suaranya.

Fando tergelak dan mengeluarkan rokok beserta korek api dari dalam saku celana depannya. "Tidak tau, mungkin ada di surga atau mungkin ada di neraka?!" jawab Fando santai dan memukul-mukulkan pangkal rokoknya ke telapak tangan.

Seketika jantung Aqila memanas dan membuatnya tak bisa bernapas dengan normal. Dunianya seketika hancur mendengar perkataan Fando yang dengan santainya berujar demikian, jika Fando mengatakan kalau Asyila ada di surga atau di nereka, berarti Asyila-nya tidak ada di dunia. Mungkinkah tangannya yang basah tadi karena membasuh darah Asyila yang menempel pada tangannya? Mendadak air mata Aqila memenuhi ruang pada matanya dan meneteskannya dengan mudah.

Abstrak (End✅)Where stories live. Discover now