Bagian 22

90 18 4
                                    

Abril tampak berpisah dengan Faizul dipersimpangan kelas untuk menuju kelas masing-masing. Mereka pagi ini berangkat pagi-pagi sekali karena semalaman Abril tidak bisa tidur sampai pagi harinya dan pada akhirnya Abril ingin cepat-cepat pergi sekolah karena mengharapkan pikirannya bisa lebih tenang jika berada di sekolah. Abril sedari kemaren sudah terlihat frustasi dengan beberapa masalah yang menimpanya. Apalagi Aqila yang diserahkan polisi kepada psikolog untuk memulihkannya yang Abril tahu Aqila tidak sedang dalam gangguan kejiwaan yang mengharuskan bertemu dengan psikolog. Abril tentu juga dipusingkan dengan Asyila yang terbaring di rumah sakit, ditambah lagi dengan janji Abril yang juga akan merawat ibunya Aqila. Untuk merawat ibunya, Abril sudah mengirimkan seorang perawat yang bisa dipercaya. Pintu gudangnya juga sudah diperbaiki dengan membayar tukang bangunan juga.

Faizul yang sudah mendengar cerita tentang Aqila dari Abril semalam tentu ikut merasa terbebani. Faizul memang tidak boleh memikirkan hal-hal terlalu berat karena hanya akan memperburuk keadaannya, tapi hal ini tidak bisa untuk tidak dipikirkan karena Aqila juga merupakan satu-satunya teman Faizul di kelas.

Sesampainya di kelas, Faizul malah sudah disambut dengan gunjingan anak-anak dikelasnya yang mulai membahas Aqila. Masalah Aqila kemaren cukup membuming disekitaran anak-anak sekolah SMA Bhineka. Bahkan, sampai menggemparkan pada hari kejadian itu terjadi.

"Eh, tapi gue dengar kalau remaja bermasalah itu kalau enggak masuk penjara, berarti masuk rumah sakit jiwa."

Obrolan yang hanya terdengar sepenggal itu membuat langkah Faizul terhenti, ia penasaran dengan obrolan dua orang siswi yang sedang berlanjut itu. Mereka juga sudah datang pagi-pagi seperti ini, mungkin merekalah murid yang datang paling awal dari yang lainnya karena memang masih cukup pagi untuk berangkat sekolah.

"Rumah sakit jiwa? Berarti Aqila gila dong? Wooo, ini bakalan jadi rumor besar!" sahut yang satunya lagi dengan kegirangan memikirkan hal besar yang akan terjadi mengenai Aqila.

Faizul mendecih dan berbalik arah. Dua siswi tadi menjadi menatap Faizul dan mulai berbisik. "Dia dekat 'kan sama Aqila?" bisik mereka.

Faizul sedikit berlari untuk menuju kelas Abril karena Faizul yakin kalau Abril tidak tahu soal itu. Jika Faizul tahu Aqila dimasukkan ke rumah sakit jiwa, ia pasti tidak akan terima dan tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sialnya, orang-orang sudah mulai banyak berdatangan dan sebentar lagi berita tentang Aqila yang masuk rumah sakit jiwa pasti akan tersebar dengan mudah.

Saat langkah Faizul sampai di kelas Abril, ia langsung mencari sosok Abril yang tampak tidur-tiduran dibangkunya. Mungkin, ia sedang berusaha menenangkan kekacuan pikirannya. Berbeda dengan kelas lain, kelas Abril malah sudah terlihar ramai dan mungkin setengah dari isi kelas itu sudah datang.

"Bril!" teriak Faizul dengan napasnya yang tak beraturan. Berlari sedikit saja sudah membuatnya kelelahan karena memang ia jarang melakukan aktivitas seperti itu.

Abril mendongak cepat saat mendengar suara lelah adiknya. "Kenapa? Lo sakit lagi?" tanya Abril antusias melihat Faizul yang berusaha mengatur napasnya.

"Enggak! Bukan itu, ini lebih penting dari itu!" sahut Faizul.

Abril mendengus sebelum berujar. Matanya menunduk sayuh karena terlalu mengantuk akibat tidak tidur. "Udahlah! Emangnya apa yang lebih penting dari kesehatan lo? Sepenting apa pun itu, gue enggak ingin dengar." jawab Abril kemudian kembali ke posisinya yang semula dengan kembali menidurkan kepalanya di atas mejanya.

"Ini tentang Aqila! Aqila emang dikirim ke psikolog, tapi psikolog rumah sakit jiwa. Aqila dikirim ke sana, Bril!" terang Faizul dengan sedikit berbisik karena tidak ingin orang disekitarnya mendengarkannya, meski tidak tertutup kemungkinan berita itu segera sampai ke telinga mereka.

Abril kembali mendongak. "Jangan bicara sembarangan! Itu enggak mungkin, Qila enggak mungkin dikirim ke sana karena dia bukan orang gila!" tutur Abril sambil menggertakkan giginya tidak terima dengan hal yang baru saja dibicarakan Faizul kepadanya.

Seseorang berjenis kelamin laki-laki tampak masuk ke dalam kelas dengan berteriak membawa berita tentang Aqila. Hal itu membuat fokus Abril dan Faizul teralih padanya. "Woi! Woi! Ada berita baru dari anak kelas satu, Aqila yang kemaren mukul orang itu sekarang dikirim ke RSJ, kalian tau apa yang lebih mengesankan---?!" Laki-laki itu tampak menggantung ucapannya dan membuat semua yang ada di sana menjadi penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

"Apaan, woii! Jangan digantunglah, Anjing!" sahut seorang yang juga berjenis kelamin laki-kaki itu karena sedari tadi sudah serius mendengarkan berita darinya.

"Kalian pasti enggak percaya. Kalau Aqila masuk RSJ berarti dia gila 'kan ya?! Kalian tau, emaknya juga gila," ujarnya dengan diiringi tawa menjengkelkan. Entah dari mana ia bisa tahu tentang ibunya Aqila.

Abril kembali menggertakkan giginya mulai merasa terusik dengan kata-kata kotor yang keluar dari mulut teman sekelasnya itu. Kata-katanya itu sudah sangat keterlaluan karena mengejek Aqila beserta ibunya. Ditambah lagi dengan tawa ejekan yang mengiringi kata-kata busuknya itu.

Abril mendekat dengan mata menatap tajam pada laki-laki itu tanpa bisa dicegah oleh Faizul. Lagi-lagi Faizul hanya akan bisa menyaksikan saudaranya itu mengamuk. Abril tampak menarik paksa kelopak baju laki-laki tadi yang tidak menyadari penglihatan Abril dari awal yang sudah menatapnya dengan amarah.

"Siapa yang bilang kalau Aqila itu gila hah? Lo itu yang gila, Sialan!" umpat Abril dengan melayangkan pukulan kuat ke wajah bingung laki-laki itu, "Dengan nyebarin berita enggak berfaedah lo itu, lo pikir lo bisa jadi sorotan?!" umpat Abril lagi dengan memukulnya sekali lagi.

Laki-laki itu meringis dan mencoba melawan dari Abril yang menyerangnya tanpa aba-aba itu. Di sana maka tercipta sebuah perkelahian tak terduga. Suasana menjadi heboh gara-gara emosi Abril yang tak terkendali.

Breggy dan Ganda yang baru saja datang malah sudah disambut dengan adegan kekerasan yang pelakunya adalah teman mereka. Breggy dan Ganda langsung berhambur untuk melerai pertengkaran yang mereka berdua tidak tahu alasannya kenapa. Dengan sigap Breggy menarik Abril menjauh, sedangkan Ganda menarik lawan Abril agar juga menjauh.

"Bicara buruk tentang Aqila sekali lagi,  gue bunuh lo, Brengsek!" teriak Abril dengan napas yang tertahan-tahan.

"Masalahnya apa hah? Emangnya lo siapa? Dengan membela Agila mati-matian seperti itu, lo pikir lo bisa jadi sorotan juga? Lo itu yang brengsek, Anjing!" sahut laki-laki itu yang juga tampak kelelahan mengatur napasnya yang terengah.

"Kurang ajar!" Abril memberontak kala Breggy mencekal tangannya kuat-kuat karena ingin memukul wajah songong laki-laki itu sekali lagi.

"Argg! Bril, tolong! Sakit!"

Erangan dari Faizul seketika membuat Abril berubah panik, ia berbalik menatap Faizul yang berjongkok dengan memegang kepalanya di sisi meja Abril. Melihat itu, Breggy langsung melepas tangan Abril yang dicekalnya karena ikut khawatir dengan kondisi Faizul. Semua yang ada disekitar yang semula heboh menjadi tenang dan bertanya-tanya tentang Faizul yang tiba-tiba kesakitan itu.

Abril berjongkok dengan segera dihadapan Faizul. "Cepat naik, kita pulang sekarang!" lirih Abril dengan napas yang terasa semakin tertahan karena melihat adiknya yang mengadu kesakitan.

Faizul tampak berusaha menaiki punggung abangnya. Setelahnya Abril langsung berdiri dan siap untuk berlari menuju parkiran agar ia bisa segera membawa Faizul pulang. Sebelum itu, ia meminta kepada Breggy untuk mengizinkannya kepada guru mata pelajaran yang akan berlangsung pagi ini.

Seperti yang dikatakan Abril beberapa saat yang lalu 'tidak ada hal yang lebih penting dari kesehatan Faizul'. Jelas itu bukan bohongan karena Abril memang sangat mengkhawatirkan kondisi Faizul. Ditambah lagi dengan Faizul yang belum juga memutuskan mau tidaknya ia dalam menjalankan operasi. Abril memang mengkhawatirkan Aqila, tapi kondisi Faizul tentu lebih penting untuknya. Abril ingin segera terlepas dari kekangan penyakit Faizul yang juga menyakitkan baginya itu, Abril selalu menginginkan masa depan cerah yang akan disambutnya bersama Faizul tanpa ada lagi penyakit berbahaya yang bersarang di otak Faizul.

Bersambung...

Abstrak (End✅)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora