Bagian 17

99 21 2
                                    

"Kakak pulang!" sapa Aqila saat baru saja kembali ke rumah.

Tidak seperti biasanya, sambutan yang biasanya menunggunya tidak terdengar untuk saat ini. Aqila sampai kebingungan dan mencari sosok gadis kecil yang lebih disebut gadis penunggu rumah itu ke dalam kamarnya. Tetapi, anehnya gadis itu tetap tidak ada.

"Syila? Kamu di mana?" teriak Aqila mulai panik.

Mata Aqila memendar gelisah, hingga matanya tertuju pada sebuah paku yang biasanya tempat kunci gudangnya bergelantung, tapi kunci itu juga tidak ada di sana. Bergegas Aqila keluar dari rumahnya dan berlari ke arah gudang. Benar saja, gudangnya tidak terkunci.

Hembusan napas lega terdengar memburu dari mulut Aqila saat melihat Asyila yang tertidur di paha ibunya. Cania tampak memberi isyarat agar Aqila tidak berisik supaya tidur Asyila tidak terganggu. Boneka kecil milik Asyila tampak berada dalam pelukannya. Tidurnya lelap, sepertinya Asyila merindui Cania untuk sekarang ini.

"Syila!" sapa Aqila pelan sambil menyentuh kepala Asyila.

Cania menggeleng kuat, ia melarang Aqila untuk membangunkan Asyila. Dengan terus menggeleng, Cania terisak dan berusaha menahannya agar tidak bersuara.

"Bu, kenapa? Paha Ibu nanti kesemutan kalau Syila tidur di situ!" ujar Aqila menenangkan Cania agar tidak menangis.

"Sttthhh! Nanti ayah kamu marah! Dia tidak suka Asyila terbangun gara-gara ibu!" jawab Cania dan tersenyum sumbang, ia memang berbicara dengan Aqila, tapi matanya memandang ke arah lain. Air mata yang semula tumpah kini berhenti dalam sekejap.

"Pria brengsek itu? Bahkan, dalam keadaan seperti ini pun, Ibu masih mengingatnya?!" teriak Aqila tidak terima dengan ucapan Cania barusan.

"Sttthhh! Jangan berisik! Jangan berisik! Jangan berisik! Jangan berisik!" tutur Cania berulang kali memperingati Aqila.

"Ibu jangan seperti ini lagi!" bentak Aqila sambil menangis. Untuk mengingat wajah ayahnya saja sudah membuat Aqila bergetar, takut jika sosok itu kembali lagi dalam keluarganya.

"Syila, bangun! Ayo bangun! Jangan tidur di sini!" ujar Aqila lagi sambil mengguncang tubuh Asyila.

"Jangan, jangan, jangan!" teriak Cania sambil memberontak, napasnya seakan sesak melihat Aqila membangunkan Asyila.

"Syila!" teriak Aqila lagi, kali ini lebih keras.

Tidur nyaman Asyila akhirnya terusik. Perlahan tangannya mengucek mata kirinya dan membuka mata melihat Aqila yang membangunkannya dengan iringan tangis. Masih dengan posisi setengah sadar, Asyila mengubah posisinya menjadi duduk. Dia tampak masih mencerna apa yang terjadi sehingga membuat Aqila menangis.

"Tidak! Qila, sembunyi! Dia datang." teriak Cania penuh ketakutan, matanya terus tersorot pada pintu yang sedikit terbuka. Kepalanya kembali menggeleng, ia ketakutan sendiri melihat pintu yang sama sekali tidak bergerak.

"Ibu kenapa?" tanya Asyila bingung. Situasi yang terjadi saat ini sungguh membuatnya kebingungan dan sulit mencerna apa yang sedang terjadi.

Aqila tampak memeluk wanita yang masih berteriak itu. "Tenang, Bu! Dia enggak bakal datang, dia enggak bakal kembali!" ujar Aqila menenangkan.

"Pergi! Jangan pukul anakku! Pergiii!" usir Cania pada udara yang bertiup lembut. Teriakannya terdengar frustasi, tangannya yang dirantai terus menggeliat dari tadi dan membuatnya mengeluarkan bercak darah karena gesekan yang cukup parah.

"Kak!" rengek Asyila merasa takut.

Ini kali pertama Asyila melihat ibunya berteriak seperti itu. Tak hanya Asyila, Aqila pun begitu, ia juga baru menghadapi ibunya yang menggila seperti saat ini. Rasanya, semakin lama, keadaan Cania semakin memburuk. Terlalu lama dikurung mungkin membuat keadaannya semakin memburuk, tapi jika tidak di kurung keadaan di luar sana yang pastinya akan lebih buruk. Hujatan dan cacian pasti akan Aqila terima jika itu terjadi. Bisa-bisa Aqila ikutan gila dengan keadaan lingkungannya.

Abstrak (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang