🌒- Beban

5.2K 497 8
                                    

Warning: Mental Illness

Abaikan typo, Enjoy!

.

.

.

.

Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa sekarang sudah menginjak bulan Oktober.

Semuanya masih sama. Kamar yang sama, jadwal pengobatan yang sama. Yang sedikit berbeda adalah fisiknya. Kondisinya menurun. Kanker itu merambat naik, menggerogoti tulang belakangnya.

Vonis terakhirnya ialah Haechan benar-benar tidak dapat berjalan lagi. Ia harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas.

Dirinya tidak bisa lagi berlari, berjalan, bahkan hanya untuk sekedar berdiri. Ketika pertama kali mendengar vonis itu sekitar dua minggu lalu, Haechan sempat drop. Ia terlampau terkejut hingga mempengaruhi kesehatannya batinnya.

Pernah dengan sengaja, ia mengunci diri didalam toilet selama dua jam. Memukul-mukul kaca wastafel, dan berusaha menggores tangannya dengan pecahan kaca. Beruntung Doyoung datang, berusaha menguatkannya dari balik pintu.

"Haechan-ah, ini Hyung. Tidak mau membuka pintu?" Doyoung mengetuk pintu kamar mandi.

Tidak ada jawaban. Seseorang yang didalam toilet masih memukul-mukulkan tangannya, menciptakan bunyi gaduh yang membuat Doyoung bertambah khawatir. "Jangan dipukul!"

Haechan menggeleng tidak peduli. Dalam benaknya, ia sudah tidak punya kelebihan apa-apa lagi. Kaki jenjangnya kini sudah tidak berguna! Dirinya tidak berguna! Untuk apa manusia tidak berguna sepertinya masih bernafas? Lebih baik ia mati!

Mengingat hal itu, membuat amarah Haechan semakin besar. Pun semakin keras ia memukul kaca, membuat retak tajam melukai tangannya. Mengalirkan cairan merah kental yang kian menderas.

"Hentikan, Haechan-ah! Jangan dipukul, nanti tanganmu sakit." Doyoung mengeraskan suaranya.

Haechan menggeram marah, "Apa peduli kalian?!"

"Kami sangat peduli kepadamu. Kami kakakmu, kami keluargamu." Doyoung berkata serak. Demi Tuhan, ia sangat khawatir!

Pandangannya beralih pada Dokter Park. "Dokter, tidak bisakah pintunya dibuka dengan kunci cadangan?"

Dokter Park menggeleng. "Maaf, tapi kondisi Pasien sedang tidak stabil. Jika kita memaksa masuk, hal itu justru membuatnya merasa terdesak. Bisa saja akan terjadi hal-hal yang jauh lebih rumit."

Doyoung mendengus kasar mendengarnya. Ia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Haechan melakukan sesuatu berbahaya.

"Keluargaku sudah tidak ada! Mereka sudah mati!" Haechan memukul pintu, membuat Doyoung yang ada dibaliknya terlonjak kaget. 

Merapatkan dirinya pada pintu, kemudian menenggelamkan wajah pada lipatan kaki, "Mereka sudah mati.." bisiknya parau.

Doyoung menatap pintu dalam-dalam. Ia menempelkan menyandarkan kepala, mendongakkan wajah untuk menghalau air mata yang hendak tumpah.

"Haechan-ie, dengarkan Hyung." Doyoung menempelkan telapak tangannya pada daun pintu, "Jangan dengarkan kata orang-orang diluar sana. Tidak masalah mereka menghina fisikmu, tapi bagi kami, kamu tetaplah yang terbaik. Adik kami yang paling hebat."

Haechan tidak menjawab. Detik selanjutnya, Dokter Park akhirnya berhasil membuka pintu. Melihat Haechan yang masih diam tak bergerak, membuat Doyoung segera merengkuhnya dalam pelukan hangat.

Pelan tapi pasti, Doyoung dapat mendengar isakan dari bibir mungil Haechan. "Aku takut.." kalimat itu cukup menunjukkan betapa rapuhnya Haechan saat ini. 

STRONG - NCT 127Where stories live. Discover now