5. Rain

39 6 11
                                    

Hujan turun deras begitu Wira sampai di halte depan panti asuhannya. Meski jarak menuju panti sudah dekat, ia tentu tidak mau kebasahan. Tidak ada payung ataupun baju ganti yang bisa pria itu pakai, kecuali baju kecil milik adik-adiknya atau baju jadul milik pak Gias, suami pemilik panti. Jadi, menunggu air langit habis dari bawah atap halte adalah keputusan terbaik.

Halte cukup lengang sehingga pria berhidung mancung itu bisa duduk bersila di atas kursi panjang yang tersedia. Di ujung lainnya, seorang pria paruh baya menatap jauh langit-langit yang rata dengan warna kelabu, mengabaikan eksistensi Wira yang tengah bersenandung pelan seraya menepuk-nepuk kedua lututnya yang berselimutkan celana SMA.

Wira menoleh ke arah bapak tersebut. Jarak dua meter di antara mereka membuatnya menyipitkan mata untuk sekadar memindai rupa pria berkemeja batik lengan panjang yang kini beralih memandangi sepatu pantofelnya. Bercak cokelat tanah menghiasi permukaan mengilap sepatu itu. Di sampingnya terdapat sebuah payung dengan cap sebuah merek cat terkenal, dibiarkan bersandar pada kursi seolah menjadi sosok ketiga di antara mereka. Sementara di pangkuan bapak itu terdapat jaket yang tidak terlipat rapi.

Siapa tau kenal, pikir Wira.

Namun setelah memindai wajah pria dengan rambut yang sedikit memutih, berhidung mancung, dan beralis tebal itu, Wira tidak menemukan hal yang familiar. Maka, ia pun berhenti mengamati pria paruh baya tersebut dan kembali bersenandung sebelum dituduh sebagai penguntit dan mulai memejamkan mata, menikmati petrichor.

Di arah jam dua belas, jalanan masih basah seiring dengan hujan yang tak kunjung reda. Beberapa kendaraan nakal menerjang hujan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Kalau letak halte terlalu dekat dengan jalan raya, mungkin saja Wira dan bapak di sampingnya akan basah terkena cipratan sialan dari kendaraan yang melintas cepat itu.

Suara decit rem membuat Wira membuka mata, sementara pria paruh baya di sampingnya mengangkat kepala dan segera berdiri begitu mendapati bus kota yang ditunggunya telah tiba. Kondektur yang berbicara cepat membuat bapak tersebut buru-buru untuk masuk ke dalam bus agar tidak kebasahan sampai melupakan payungnya.

“Loh?” Wira yang menyadari pun segera mengambil payung tersebut dan mengejar bus yang mulai menambah kecepatan. “Abang! Tunggu sebentar!” pekiknya dengan suara maksimal. Beruntung, kondektur mendengarnya setelah panggilan ke tujuh. “Mau-nghembaliin-phayung-shebenthar, Bang.”

Sebelum penumpang lainnya kesal, ia segera masuk ke dalam lewat pintu depan dengan sebuah payung yang kuat dalam genggamannya. Untunglah pria paruh baya di halte tadi duduk di belakang kemudi, sehingga mudah untuk ditemukan. Dengan kondisi kuyup dan sedikit kedinginan, Wira tersenyum menyodorkan payung tersebut.

“Pak, maaf. Payung bapak ketinggalan,” ucapnya setelah berhasil mengatur napas dengan sedikit menunduk untuk menjaga kesopanan.

Bapak tersebut tampak terkejut seolah baru menyadari kecerobohannya. Mengulurkan tangan untuk mengambil payung miliknya, bapak itu pun tersenyum.

Senyum yang tampak sama dengan milik Wira.

“Makasih banyak, Nak. Maaf merepotkan kamu,” jawab pria itu tulus dan buru-buru memberikan jaket di samping kursinya. “Ini. Pakai ini, biar nggak kedinginan.”

“Eh? Nggak usah, Pak. Terima kasih. Saya sudah dekat, kok. Mau berkunjung ke panti asuhan. Nanti ganti baju di sana saja,” tolak Wira berusaha agar tetap sopan. Kondektur menghampiri keduanya sambil berkacak pinggang. Sebelum terdengar omelan, Wira segera berpamitan pada bapak di hadapannya.

“Saya pamit dulu, ya, Pak. Hati-hati di jalan,” salamnya, kemudian beralih pada kondektur yang sudah memandangnya sinis lewat ujung mata sebelum turun dari bus. “Makasih, ya, Bang.”

Hm,” jawab kondektur tersebut singkat, padat, dan jelas.

Bus melaju meninggalkan Wira. Pria yang terlanjur kuyup itu menghela napas lega di bawah hujan yang masih turun. Senyumnya merekah.

Entah mengapa, menolong bapak tadi membuatnya begitu bahagia.

____
© origyumi
26 Februari 2021

Lega banget bisa nulis lagiiiii ㅠ.ㅠ
Semoga nggak kaku, ya :( kalo ada krisar kasih tau aja ayoo, wkwk.

Btw, kalian apa kabar? Musim hujan begini, lingkungan kalian aman, kan?

Semoga selalu dalam lindungan-Nya, ya. ❤️

Tiap-Tiap Punggung | #tellmeyour2021Where stories live. Discover now