12. Semangkuk Sup Hangat

27 3 2
                                    

“Teh, kangen.”

Pagi yang mendung kala Disa mendengar celetuk sang adik yang terbaring lemas di kasur. Telapak tangan yang sebelumnya memegang waslap bergerak menyentuh kening Dodo, memastikan kondisi si bungsu bongsor tersebut.

“Oh. Masih panas,” katanya, memaklumi pernyataan ngelantur yang dilontarkan sang adik. Ia pun kembali memeras waslap di atas ember kecil berisi air hangat, lalu menempelkannya ke kening bersih Dodo.

Si bungsu berkaus singlet distro dengan gambar raket menggeleng cepat seraya mengerutkan wajah, membuat waslap di keningnya bergeser dan hampir jatuh. Mata sipitnya terlihat tinggal segaris, membuat bocah kelas sepuluh itu tampak imut meski memiliki postur tubuh setinggi tiang. “Bukan kangen teteh, tapi mamah sama papah.”

Disa membetulkan helai rambut pendeknya yang menyembul keluar dari berbagai sisi scrunchie kecil. Menyimpulkan senyum, gadis berkaus abu-abu lengan pendek itu menghela napas. “Ya udah. Nanti, kita teleponan lagi, deh,” ujarnya. Sekarang rambutnya tampak jauh rapi. “Mau makan apa hari ini?”

“Sup,” jawab Dodo tanpa pikir panjang.

Dijawab begitu, Disa pun langsung mengiyakan dan segera berdiri untuk mempersiapkan bahan-bahan. Ia sudah siap memutar kenop pintu jika sang adik tidak memanggilnya.

“Ehh—teteh!”

“Apa lagi?” tanya Disa yang berupaya sabar.

“Bukan sup buatan teteh, tapi mas Wira,” jawab Dodo.

Disa melotot. Dilipatnya kedua tangan di depan dada. “KOK?”

Dodo ingin jujur kalau masakan Disa itu seringkali hambar dan si tetangga depan rumah mereka lebih baik dalam hal memasak, namun urung karena takut sang kakak akan menjadikannya daging giling—oke, terlalu berlebihan. Yang jelas, Disa itu galak!

“Aku udah bilang ke mas Wira. Paling sebentar lagi sampai bawa bahan-bahan.” Jadi, itu saja jawaban Dodo sambil tersenyum unjuk gigi, membuat Disa pasrah pada akhirnya.

***

“Maaf, ya, Wir. Sini, gue bantuin.”

Wira datang lima menit kemudian, membawa sebungkus sop-sopan, bakso, dan juga sosis. Ia letakkan bahan-bahan tersebut di meja dapur. “Sans, Saaa. Dodo udah kayak adek gue sendiri,” ucap lelaki itu melihat wajah lawan bicaranya yang tampak pucat. “Lo istirahat aja. Nanti kalo ikutan sakit, gue jadi bingung.”

Disa menggeleng. Sebenarnya, ucapan Wira ada benarnya. Ia kurang tidur sejak kemarin siang karena bolak-balik mengurusi sang adik dan memeriksa kondisinya. Tetapi, ia tetap tidak enak karena merepotkan seseorang. “Gue cuciin sayurnya, deh.”

“Teteh!” Itu suara Dodo. Tiba-tiba sudah berada di anak tangga terbawah dan segera menarik bagian belakang kerudung bergo sang kakak, membuat rencana Disa untuk menjadi asisten dapur pun gagal. “Udah. Sini temenin nonton TV aja.”

Jadilah Wira menjadi koki tunggal di dapur, sementara para pemilik rumah menonton TV di ruang tamu. Di tangannya, bahan-bahan dicuci hingga bersih dan ditiriskan. Kemudian, tahap memasak pun dilanjutkan dengan telaten. Diperiksanya ketepatan rasa sup, lalu mengangguk dan tersenyum seorang diri karena mendapati rasa yang pas. Lelaki itu pun menuang separuh sup panas ke dalam mangkuk besar yang telah disiapkan Disa sebelumnya. Sesekali Wira menoleh pada dua saudara yang tampak akrab di depan TV, dengan Dodo bersandar pada bahu sang kakak yang beberapa kali hampir tertidur.

Gais, sarapan,” sapa Wira setengah berbisik ketika ia sudah menghidangkan semangkuk sup di ruang tamu, membuat dua sosok yang dikenalnya dengan baik segera menegakkan punggung. Dodo, sih, semangat karena lapar. Sementara Disa, ia terkejut. Bisa-bisanya mengantuk padahal sahabatnya kerepotan.

Thank you, Mas Wir!” seru Dodo. Kalau soal makanan, bocah itu sepertinya lupa kalau sedang sakit.

Wira tersenyum puas setelah kembali dengan membawa semangkuk besar nasi dan juga tiga piring bersih beserta sendok untuk mereka bertiga. “Anytime. Keluarga kalian juga udah baik banget ke gue dan anak-anak panti. Cepet sembuh, Do. Nanti kita kulineran lagi.”

Turun ke atas karpet, mereka bertiga pun makan dengan nikmat. Disa menahan senyum begitu Wira mengambilkan sesendok sayur sup lagi untuk Dodo dan sesendok untuknya tanpa daun seledri.

“Makan yang banyak. Biar kuat,” ungkap Wira seperti bapak-bapak.

Dua jempol diberikan Disa dan kalau Wira adalah tokoh dalam serial kartun atau drama Korea, pasti kedua pipinya sudah diberi efek warna semerah tomat.

_____
7 September 2021
© origyumi

Tiap-Tiap Punggung | #tellmeyour2021Where stories live. Discover now