6. Dewasa Itu Menyulitkan

38 4 1
                                    

Hampir siang bolong ketika kopi ketiga dalam gelas Disa sudah tandas tak tersisa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hampir siang bolong ketika kopi ketiga dalam gelas Disa sudah tandas tak tersisa. Jika sang adik tidak masuk ke kamarnya dan mengomel, gadis itu sudah pasti akan menyeduh kopi keempat di dapur.

“Nggak. Teteh belum tidur dari kemarin,” tegas Dodo, adik lelakinya yang datang dengan sebuah buku tulis dan pulpen, ketika Disa merayunya agar diperbolehkan minum kopi lagi. Gelas kosong di meja langsung ia sita dari hadapan si sulung, memunculkan rengut pada wajah kakaknya itu.

Dengan melihat mata panda dan wajah pucat Disa, siapapun pasti akan menyuruh sulung tersebut untuk beristirahat. Rupa gadis itu bahkan jadi lebih mirip gelandangan daripada seorang mahasiswi. “Teteh butuh kafein buat nyelesaiin ini, Do. Besok ada bimbingan. Sayang kalo nggak dateng.”

Berikutnya, pertanyaan acak yang tidak pernah terpikirkan di masa kanak-kanak kembali menghampiri benak Disa dan terus menimbulkan cemas. Tubuh dan mentalnya lelah, tetapi tidak juga bisa tenang memikirkan masa depan yang masih abu-abu. Meski begitu, rasa kantuk gadis berkaus toska itu semakin menjadi-jadi, sementara layar laptop masih menampilkan dokumen proposal yang sudah tiga perempat selesai dan menuntut untuk dirampungkan segera.

Dodo mengembuskan napas, cukup kesal pada kakaknya yang keras kepala. “Makanya, istirahat. Kalo sakit emang bisa ikut bimbingan?” tanya Dodo seraya memukul pelan kepala sang kakak dengan pulpen, kemudian kembali mengerjakan tugas sekolahnya di meja belajar yang memang cukup besar untuk dipakai dua orang. Ia bisa saja menyelesaikan tugas yang tinggal dua nomor di kamar pribadinya. Namun, memastikan sang kakak baik-baik saja adalah prioritas utama. “Jangan ngeyel. Kesehatan juga penting.”

Embusan angin siang masuk melalui jendela yang terbuka di hadapan mereka. Gorden di kedua sisi jendela pun berayun sesuai kuatnya udara yang datang. Kedua bahu Disa tampak turun karena upayanya gagal. Mungkin benar, pikiran dan tubuhnya harus istirahat. Sembari memangku pipi dengan tangan kanan, gadis itu pun mengulas senyum lemah menatap sang adik dari samping. Diusaknya rambut Dodo dengan gemas, membuat rambut remaja tersebut berantakan.

“Siap, deh, Kasep,” ucapnya dengan suara serak. Tidak butuh waktu lama, kedua matanya pun perlahan terpejam. Dodo langsung sigap menopang wajah sang kakak yang hampir jatuh membentur meja. Kaki kanannya yang dapat bergerak bebas mencoba meraih bantal di kasur, tidak jauh dari tempat mereka duduk. Setelah berhasil, diletakkannya bantal itu di atas meja sebagai alas kepala sang kakak.

Yeu. Dasar sok kuat,” dumalnya.

Dodo kemudian beralih merapikan peralatan belajar Disa—menyimpan dokumen yang terbuka di laptop, mematikan laptop, menutup buku-buku referensi, dan memasukkan pulpen serta stabilo warna warni ke dalam kotak pensil. Usil, ia menuliskan sesuatu di atas sticky notes milik Disa. Sebelum kabur dari kamar tersebut, bungsu bongsor itu menempelkan kertasnya ke dahi si sulung yang lelap.

Kerja dan jeda harus seimbang, Teh. Kalo Teteh ambruk, aku enggak mau bantuin karena Teteh berat. He-he. Jadi, mending istirahat dulu kalo udah capek, habis itu baru nugas lagi. Ok?

- Dodo Kasep 100%

_____
© origyumi
Pict from Pinterest
3 Juni 2021

Tiap-Tiap Punggung | #tellmeyour2021Where stories live. Discover now