18. Bus Kota

9 2 0
                                    

Tangerang diselimuti suhu 23° celsius pagi ini. Langit biru dan mentari yang seharusnya bekerja sama menghangatkan bumi, kini sembunyi di balik hamparan rata awan kelabu dan juga rintik tipis sisa hujan semalam. Alas sepatu Benang yang semula kering menjadi basah usai menyentuh trotoar dari perempatan jalan besar di tengah kota.

Dingin. Ia masukkan kedua telapak tangannya pada saku jaket yang berisi lembar rupiah untuk pergi ke luar kota. Berbekal susu kotak cokelat dan roti srikaya dalam ransel, juga ratusan lembar penelitian yang perlu disetujui oleh mahaguru, gadis berambut hitam pendek sebahu itu melangkah hampiri bus dengan seorang kondektur yang memanggil-manggil dari ambang pintu masuk.

Jantung Benang berdebar memikirkan misteri masa depan. Tetapi begitu masuk ke dalam bus, ia jumpai hangat di setiap cerita yang muncul—mulai dari taruni-taruni yang terlihat turun perdana untuk mengatur lalu lintas, sopir yang berbagi cerita mengenai para mantan penumpangnya, sampai mahasiswa baru yang bertukar pengalaman mengenai kamar indekos maupun dosen galak yang mereka temui. Dunia yang dingin meleleh saja dalam cakap yang masih dipersilakan oleh pendengar.

“Kamu, mau cerita apa?”

Sampai akhirnya semakin hangat saat Benang, Si Pendengar, dipersilakan 'tuk ganti bicara. Sejarah-sejarah kertas penelitian yang kusut dalam benak langsung berebut untuk diperbincangkan. Saat itu terjadi, senandung musisi jalanan jadi lagu tema penghantar cerita selagi roda bus membawa para penumpang semakin jauh dari Kota Industri.

_____
26 Desember 2021
©origyumi

Tiap-Tiap Punggung | #tellmeyour2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang