Mimpi Buruk

769 167 28
                                    

Sebelum ke ceritanya, aku mau menengadahkan tangan seraya mendoakan kepada para pembaca, pemberi vote dan komentar, agar selalu dilapangkan rezekinya, diberikan kesehatan selalu, dijauhkan dari wabah yang tengah hadir di tengah-tengah kita ini, dan selalu dipermudahkan di setiap urusannya. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal 'Alaamiin.

Dan selamat membaca!

🦉👀🦉

Aku ke luar dari kamar dengan masih memakai handuk kimono dikarenakan lupa akan tas yang ditaruh asal di sofa ruang tamu. Kalau Mamah tau, aku bisa kena ceramah habis-habisan. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung kembali ke bawah demi mengambil barang tersebut sebelum Mamah ke luar dari kamar.

"Dir, siapa yang kamu bawa di luar? Kenapa enggak disuruh masuk saja? Kasihan, loh!" Aku terkejut saat Kak Kenan tengah duduk di kursi khusus bersantai di ruang tamu. Terlebih dengan perkataan yang dilontarkannya barusan.

"Siapa? Aku enggak ajak siapa-siapa, kok. Lagipula tadi ada teman, tapi sudah pulang," sahutku sembari menatap wajahnya dan memikirkan siapa yang kira-kira ada di depan rumah.

"Anak kecil gitu, loh, cowo sepertinya."

Deg ....

Pikiranku langsung mengacu pada hantu anak kecil yang sering mengikuti Hazwan. Jangan-jangan ... itu dia? Tapi hendak apa dia kemari? Apa aku berbuat masalah padanya?

Aku pun langsung ngibrit ke dalam kamar. Hal itu tentu saja membuat Kak Kenan memanggil-manggil tanda meminta suatu penjelasan. Namun, setelah sekitar sepuluh menit memakai pakaian, barulah aku ke luar kamar dan langsung turun ke bawah menghampiri Kak Kenan yang masih asyik menonton televisi.

"Kak!" Aku memeluk lengannya dengan kepala yang ditenggerkan ke bahunya.

"Hm? Itu urusi dulu anak kecil yang di luar. Kasihan, loh!"

"Arter belum pulang, ya?"

"Belum. Ada kerja kelompok sampai malam di rumah temannya."

"Temani, aku, tolong!"

Ia menoleh sedikit ke arahku yang memang posisinya sulit untuk menatap matanya. "Minta tolong apa?"

"Antar ke luar bertemu anak kecil itu."

Dengan sigap ia langsung menjauhkan kepalaku dari bahunya. Setelah itu, ia menatapku bingung dengan tangannya yang memegang erat tanganku. "Tanganmu itu dingin, Dira. Pasti ada yang tidak beres, 'kan?" tanyanya sembari menyentuh dahiku.

"I–itu bukan ma–manusia, Kak."

"Hah? Serius kamu?" Raut wajahnya nampak bingung dengan diriku yang langsung mengangguk-anggukkan kepala. "Kenapa bisa dia ikut kamu? Terus kenapa Kakak juga bisa lihat?"

"A–aku juga enggak tau. Makanya cepat temani aku untuk menemuinya," pintaku sembari melongok ke jendela yang sebenarnya tidak dapat memperlihatkan sesuatu dari kejauhan.

Tok ... tok ... tok ....

Deg ....

Jantungku serasa berhenti berdetak dengan tubuh yang refleks langsung memeluk Kak Kenan. Ia langsung mengelus kepalaku sembari menyakinkan bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk karena hal ini.

Ia pun mulai mengajakku berdiri. Letak posisinya, kini aku tengah berada di belakangnya dengan lengan yang masih kuapit kuat-kuat. Perlahan namun pasti, kami mulai berjalan mendekat ke arah pintu. Ia sedikit terlihat agak gugup saat memegang pintu. "Bismillahirrahmanirrahim."

Bisikan Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang