Peliharaan Aldi

1.9K 328 85
                                    

"Dira."

Hari ini adalah hari minggu. Seminggu setelah pulang dari rumah sakit rasanya badan dan tubuhku sudah jauh lebih segar dan bugar. Aku masih setia membaca novel dengan balutan jaket oversize dan juga celana pendek. Tak lupa earphone di telinga sebagai pengembali mood.

"Nadira."

Dor.. dor.. dor...

"DIRA!!"

Aku segera tersadar dan langsung melepaskan earphone.

Ceklek...

"Mbb, Mah. Eh, kok Mbb sih? Maksudnya Maaf baru buka pintu, Mah. Ada apa?" tanyaku dengan ngawur.

"Kamu dipanggilin diam saja sih. Habis ngapain?" tanya mamah sambil mengembuskan napas kasar.

"Maaf, Mah. Tadi Dira dengerin musik sambil baca. Jadi, gak fokus dan gak denger juga," ucapku sambil terkekeh.

"Temenin Mamah antar makanan ke tetangga baru yuk! Tadi dia sempat kenalan di depan rumah sebentar," ajak Mamah yang sudah siap dengan kantong berwarna merah.

Aku melotot tajam dengan bibir yang sedikit gemetar.

"Hah? G-Gak deh, Mah," tolakku sambil melihat ke arah lain.

"Loh, kenapa?" tanya Mamah dengan heran.

"Gapapa. Gak mau aja," sahutku yang takut dilihat gerak-gerik tak mengenakkannya oleh Mamah.

"Mamah tunggu di bawah," ucap Mamah sambil meninggalkan kamarku.

"Eh? Mah! Aku gak mau, Mah! Mamah saja!" Aku berniat mengejar Mamah, namun percuma juga. Toh, Mamah sudah tidak menerima penolakan.

Aku segera mengganti bajuku agar lebih tertutup. Kuturuni tangga dengan perlahan. Heran. Kenapa gak Kak Kenan saja yang diajak?

Hatiku bergerumuh karena rasa takut yang semakin membara. Kalau dia bertindak macam-macam lagi, bagaimana?

Sebelum aku menemui Mamah, aku bergegas memberikan pesan WhatsApp ke Muhzeo.

Nadira Roro Lespati

Ze!! Tolong! Gua diajak Mamah untuk ke rumah Aldi. Gua takut! Ke sini sekarang!

Keberuntungan sepertinya sedang tak berpihak kepadaku. Pesan yang ku kirim ke Muhzeo hanya memperlihatkan tanda ceklis satu. Ya, dia sedang tidak memakai Wi-Fi karena kemungkinan sedang tidak berada di rumah.

"Kenapa merengut gitu, sayang? Kamu tuh kebiasaan kalau gak Mamah ajak keluar pasti gak akan kenal orang. Jangan diam-diam seperti itu dengan tetangga. Lagi pula ada anak yang kuliah sepertimu, kok. Usianya satu tahun di atasmu sepertinya," ucap Mamah yang membuatku diam tanpa mau menatapnya.

"Ayo ke sana!" ajak Mamah sambil menggenggam tanganku.

Aku masih diam tanpa mau menyahut.

"Loh, kok tanganmu dingin?" tanya Mamah sambil memegang dahiku.

"Kamu sakit?" tanya Mamah dengan iba.

Aku menggelengkan kepala dan berinisiatif untuk mencari alasan.

"A-aku ke kamar mandi dulu ya, Mah," ucapku sambil setengah berlari ke arah kamar mandi.

Kalian pasti tahu itu hanya sebuah alasan konyol. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengecek iPhoneku kembali.

Tidak ada balasan sedikit pun dari Muhzeo. Keadaannya masih sama seperti tadi. Mataku kian memanas, tetapi aku terus berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata. Ya Allah, aku benar-benar takut untuk saat ini.

Bisikan Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang