Siapa?

2.1K 253 3
                                    

"Assalamualaikum ... Dira pulang," ujarku agak lesu karena lelah.

Entah mengapa hari ini badanku terasa sangat pegal. Sepertinya karena sarapan pagiku tadi tidak sebanyak biasanya.

"Waalaikumussalam. Dari mana?" tanya seseorang yang sangat kukenali suaranya.

Aku menoleh ke arahnya dengan agak terkejut. Dia hanya menampilkan wajah datar tanpa senyuman.

"Handphone gak aktif. Gak ngabarin ke siapa-siapa." Muhzeo menghela napas berat.

Aku mulai menggaruk kepalaku.

"Maaf, tadi gua sama Elsa pergi nengok temen kecil. Lo udah lama di sini?" tanyaku dengan agak kaku.

"Baru sejam," ujarnya yang terdengar agak menyindir.

"Sini duduk. Gua mau bicara sama lo," ucap Muhzeo dengan perlahan.

Aku menurut saja. Dia melihatku dengan tatapan mengintimidasi. Terdengar helaan cukup berat dari napasnya.

"Kenapa akhir-akhir ini jadi terlalu dingin? Gua denger dari mamah lo, lo sekarang jadi ngelawan? Kenapa bisa? Jadi lo selama ini kerja gak direstuin?" Muhzeo dengan mengatakannya dengan sangat lembut.

Aku agak mengembuskan napas. Kenapa mamah harus menceritakan ini pada Muhzeo? Ini kan cuma masalah sepele.

"Gua cuma mau dapat uang sendiri, kok. Gua enggak mau ngerepotin orang tua terus." Aku berusaha memalingkan wajah darinya.

Benar-benar sangat malas membahas soal ini.

"Tapi buat apa kalau orang tua enggak merestui?" tanya Muhzeo sambil berusaha mengambil perhatianku.

Kutolehkan kepalaku ke arahnya lagi. Karena canggung yang benar-benar melanda, aku hanya bisa diam menggigiti bibirku.

"Itu keputusan lo, Dira. Tetapi ingat! Lo enggak boleh melawan perintah orang yang sudah susah payah membesarkan lo." Muhzeo menatapku dengan tatapan pasrah.

"Ambil keputusan yang bijak. Gua balik. Assalamualaikum," salamnya sambil tersenyum dan pergi ke luar rumah.

Tanpa perlakuan hangat seperti biasanya.

"Waalaikumussalam...."

Aku terdiam di tempat. Omongan Muhzeo tadi memang ada benarnya. Mungkin memang mamah tidak mau aku terlalu memikirkan urusan pekerjaan dan melalaikan kuliahku.

Tok ... tok ... tok ....

"Assalamualaikum," salam seseorang dari luar rumah.

Aku berusaha bangkit dari sofa dan membukakan pintu dengan agak malas.

"Waalaikumussalam."

Aku agak heran dengan kedatangan seorang wanita cantik yang tak pernah kutemui itu. Wanita itu terlihat terkejut ketika melihatku. Namun cepat-cepat dia tersenyum kembali. Aku mulai menatap matanya cukup dalam.

Ini siapanya Kenan, ya?

Eh? Apa-apaan ini? Mengapa aku bisa membaca pikirannya?

Aku mulai mengerjapkan mataku. Berusaha tak menggubris apapun yang ada di benakku.

"Maaf, apa benar ini rumahnya Kenan?" tanyanya dengan ramah.

Aku mengernyitkan dahi. Berusaha menebak siapa sebenarnya perempuan itu. Pasalnya sampai saat ini, Kak Kenan tak pernah membawa teman-temannya untuk main atau sekadar singgah di rumah.

"Benar. Anda siapa, ya?" tanyaku tambah penasaran sembari melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Bukan setan, kok. Buktinya dia tidak melayang. Dia memakai flatshoes dengan pakaian model tunik simpel namun terlihat luwes. Pashminanya benar-benar unik membentuk wajahnya yang bulat. Kulitnya kuning langsat. Pipinya yang chubby dihiasi dengan lesung pipi yang benar-benar menawan.

Bisikan Maut ✓Where stories live. Discover now