Tetangga baru

1.7K 228 12
                                    

Sepulang dari kuliah, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan tidak kelayapan. Rasa-rasanya kepalaku tidak mau berhenti berputar. Tugas, kerja kelompok, kegiatan kampus, benar-benar membuatku hampir mual karena terlalu menumpuk.

Ternyata kuliah tidak serta-merta hanya pacaran dan ajang gengsi foto di kampus seperti yang orang-orang unggah di akun sosial media, ya. Kini aku benar-benar merasakan sesuatu yang membuatku bosan dan hampir menyerah, tetapi tentu saja itu tidak akan terjadi selama masih ada Mamah dan Papah yang harus ku banggakan.

Aku memutuskan untuk keluar ke arah balkon kamar. Rasa hati ingin segera membersihkan diri dan rebahan, tetapi duduk di balkon sambil memandang jalanan ternyata jauh lebih membuat pikiran tenang.

Aku menoleh ke segala arah. Mencari pemandangan yang bagiku enak dipandang.

"Dor!!"

"Ya Allah, Ya Tuhanku!"

"Hahahah kau kaget ya, Dira?" Tanya seseorang sambil menutup mulutnya karena berusaha menahan tawa.

"Zach, Kau ini mengacaukan jantungku!" Ucapku sambil mengelus dada.

"Maafkan aku, Dira. Habisnya kamu diam-diam saja di sini. Kalau Kesambet, bagaimana?" Tanyanya sambil menggelengkan kepala.

"Eum, sepertinya tidak akan. Karena aku sedang tidak melamun, Zach," sahutku sambil memeletkan lidah.

"Oh iya, mulai besok aku akan pergi," ucap Zach yang berhasil membuatku mengerutkan kening.

"Pergi? Ka-kamu dan Tuan Malaka mau meninggalkanku? Kalian mau melakukan apa yang Tere lakukan padaku?" Tanyaku dengan agak tidak percaya.

"Bukan, Dira. Ini adalah tugas negara. Aku hanya pergi beberapa hari saja," ucap Zach sambil terkekeh.

"Tugas negara?" Aku langsung memikirkan ke arah Panglima TNI, polisi, ABRI.

Apakah Zach dan Tuan Malaka akan menjadi salah satu dari semua itu? Ah, tapi mana mungkin?

"Aku yakin kalau kau sedang berpikiran yang lain. Aku hanya bercanda. Maksudku, aku sedang ada tugas dari alam lain. Jadi, aku harus segera menyelesaikannya," terang Zach yang langsung membuatku manggut-manggut tanda mengerti.

"Tetapi aku khawatir padamu." Ucapan Zach berhasil membuatku mengerutkan kening.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Aku merasakan hawa tidak enak untukmu beberapa hari ke depan, tetapi apalah itu. Aku tidak bisa menerawangnya, Dira," ucap Zach sembari memainkan tangannya.

"Jadi, berhati-hatilah dan jangan lupa selalu mendekatkan diri kepada Tuhan," ucap Zach seraya tersenyum manis.

"Baiklah. Terima kasih saranmu, Zach. Semoga tugasmu cepat selesai, ya," ucapku sambil tersenyum dan mengacak rambutnya.

"Sama-sama, Dira. Kalau begitu, aku dan Glasy pergi dulu. Jaga diri baik-baik," ucap Zach sambil melambaikan tangan ke arahku dan kemudian menghilang.

"Ah, andai aku bisa menghilang seperti Zach. Sudah ku pastikan bahwa aku akan menghilang dari tumpukan tugas-tugas yang tak ada habisnya," gumamku dengan asal ucap.

Aku kembali menikmati semilir angin yang mulai bersemayam di tubuh ini. Waktu masih menunjukkan pukul sebelas pagi. Rasa-rasanya ingin sekali ku terlelap dan bangun keesokkan harinya.

Aku melirik-lirik ke segala arah lagi. Pandanganku mulai jatuh ke sebelah rumahku.

DI JUAL TANPA PERANTARA
HUBUNGI NOMOR DI BAWAH INI
O812XXXXXXXX (Bisa WhatsApp dan telepon langsung).

Bisikan Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang