bagian 27

1.2K 215 81
                                    

INI CERITA TERBARUNYA YA GAIS YANG BELUM DI UNPUBLISH, JADI SILAHKAN KOMEN SEBANYAK"NYA BIAR AKU SEMANGAT UP!!

*****

Di kantin, sehabis ulangan, tiga perempuan yang kini duduk di meja tengah sambil menyantap pop mie kesukaannya sedang berdiskusi masalah yang baru saja menimpanya di Kelas.

"Parah anjir! masa gue cuma dapet empat koma lima. Aisshh... ulangan macam apa ini!" gerutu Chika seraya menyeruput mienya dengan perasaan jengkel serta menggebu-gebu mengingat ulangannya langsung di nilai dan diumumkan depan Kelas.

Lalisa terkekeh melihat Chika. Biasanya ia lah yang paling bawel mengenai nilai apalagi setelah ulangan, tapi tidak untuk sekarang, justru gadis itu mengembangkan senyum penuh kemenangan. Bagaimana tidak senang, ini untuk pertama kalinya mendapat nilai seratus. sementara Chika, langsung memicingkan mata ke teman yang berada di hadapannya, yaitu Lalisa.

"Lo?" Chika menunjuk Lalisa, begitu juga Lalisa yang mengangkat kepalanya dan menatap santai sahabatnya itu. "Kok bisa sih... nilai lo paling tinggi! Nina aja dapet sembilan, kok lo bisa dapet seratus anjir!" ocehnya, tidak terima.

"Yaelah, Chik, kan gue bilang, sekali gue memakai otak untuk berpikir, itu pasti langsung kena sasaran, tanpa belajar." jawabnya songong sembari menaik-turunkan alisnya.

sementara Nina yang daritadi menyimak hanya menggeleng, ia malah asyik menyantap makanan walau nilainya di bawah Lalisa.

"Nggak. Musyrik gue percaya lo Lis," Chika memutar bola matanya, lalu ia teringat sesuatu hingga yang awalnya sinis kini kembali terbelalak melihat ke arah Lalisa. "Eh, gue baru sadar!"

Lalisa mengernyitkan alisnya. "Niko tadi nggak masuk ya?! Kenapa? Sakit dia?" Chika memborong pertanyaan.

Lalisa hanya menghela nafas panjang seraya memperbaiki posisi duduknya yang mulai tidak enak. "Gue kira kenapa! Taunya masalah si kampret itu doang satu," gadis itu menjeda omongannya sebentar sebelum akhirnya lanjut berbicara. "Jadi dia ke tempat lamanya gitu, gak tau sih gue ngapain, paling dua hari lagi pulang." jawabnya kemudian menyuapkan mie ke dalam mulutnya lalu mengunyah.

Chika mangut-mangut dan hanya ber-oh-ria. Kini, gantian Nina yang bertanya dan fokus melihat Lalisa. "Terus lo sendiri dong di rumah?"

Lalisa hanya mengangguk, ia fokus makan. "Emang berani lo Lis? bukannya gini-gini lo takut banget ya sendirian di rumah kalo malem-malem?"

Gadis itu menoleh, matanya memelototi Nina, ia minum dulu sebelum akhirnya menjawab keraguan dari sahabatnya. "Ya ampun baru kali ini gue denger Nina meragukan seorang Lalisa atlit taekwondo...," ungkapnya tak menyangka. "Denger ya, gue tuh nggak takut sama apapun, lagian gue bisa nginep di rumah Revan wle!" sangkalnya seraya memeletkan lidah ke Nina.

Sedangkan Nina langsung tertegun mendengar nama yang baru saja akan dilupakannya. Namun, gadis itu segera mengembangkan senyuman tulus pada Lalisa. "Lo kayanya sama Revan bakalan kaya dulu lagi deh Lis, apalagi kalo sampe lo nginep ke rumah Revan."

Lalisa mengangguk cepat, ia setuju. Sambil tersenyum senang, gadis itu menyenggol pelan sahabatnya di samping. "Iya, pasti. Apalagi Revan kasih kesempatan gue buat bikin dia jatuh hati." Katanya excited sampai tak sadar seseorang di sebelahnya sedang tersenyum kecil, lebih terlihat ke sendu.

"Uhuk." Chika yang mendengar sampai tersedak, lalu dengan cepat mengambil minum dan menyedotnya. Ia menepuk-nepuk dada sembari memperhatikan keduanya secara bergantian.

*****

Di tempat berbeda, malam harinya.

Niko masih setia duduk di sebelah gadisnya yang tetap berbaring di kasur rumah sakit. ya, cowok itu daritadi hanya memegang punggung tangan Dinda sambil terus memperhatikan wajah teduhnya. ia tersenyum. bahkan, tidak sadarkan diri saja mampu membuat Niko jatuh hati tiap menitnya.

YoursWhere stories live. Discover now