Bagian 10

30.5K 2.8K 145
                                    

Lalisa mendengus sebal sambil berkacak pinggang saat ia melihat jam yang terpajang di dinding kamarnya.

Ia kesal, karena harus bangun sepagi ini hanya untuk membangunkan orang terngeselin menurutnya. Siapa lagi jika bukan Niko. Jika bukan karena perjanjian itu mungkin sekarang Lalisa masih bermanja-manjaan dengan kasurnya.

Lalisa pun menyambar tas sekolahnya lalu pergi dari kamar. Ia akan ke rumah Niko sekarang juga saat langit masih gelap.

Setelah sampai di depan rumah Niko, tangannya terangkat untuk mengetuk pintu itu beberapa kali sambil mengucap,

"Niko,"

Toktok

"Permisi,"

Lalisa mendengus sambil melipatkan kedua tangannya saat tidak ada tanda-tanda seseorang di dalam.

"Gimana ya? Kalo gue tinggal nanti tuh anak ngambek, terus ngancem lagi. Ah!" gerutunya sebal kemudian mulai berpikir bagaimana caranya agar ia bisa masuk dan segera membangunkan orang itu.

Namun di menit kemudian, Lalisa membulatkan kedua matanya dengan jari telunjuk yang mengacung ke atas. Ia ingat sesuatu. Kemudian berbalik badan dan lari kembali ke arah rumahnya.

Lalisa masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru membuat Mamanya yang sedang menyiapkan makanan menoleh, "Lalis udah siap? Sarapan dulu sayang!" titah Fellyana namun tidak digubris oleh anaknya itu.

Lalisa menaiki tangga begitu saja tanpa menjawab perintah dari Mamanya.

"Ya ampun itu anak!" Fellyana menggeleng.

Sementara Lalisa langsung membuka pintu kamarnya dan jalan ke arah pintu transparan yang menyambungkan kamarnya dengan balkon. Ia membuka pintu itu kemudian keluar. Setelah itu Lalisa kembali menutup pintu balkonnya dan melihat ke balkon rumah Niko sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Gue baru inget, kan dia juga ada balkon kamar ya. Jadi gak usah capek-capek nunggu di luar sampe dibukain pintu. Ya walaupun gak sopan, tapi gimana lagi, nanti deh gue minta maaf ke tante Maurin atas ketidak sopanan gue ini. Yang penting, sekarang gue harus bangunin tuh anak rese biar gak telat!" ucap Lalisa kemudian melangkahi gagangan balkon itu sambil berpegangan dengan erat.

Satu persatu kakinya mulai berpindah alih ke balkon kamar Niko dan ia berhasil berpijak disana dengan aman layaknya seorang yang ingin maling rumah dengan handal.

"Huft... Akhirnya," Lalisa tersenyum bangga kepada dirinya sendiri lalu berbalik menghadap pintu transparan yang menghubungkan balkon dengan kamarnya, pintu itu ditutupi gorden tipis.

Lalisa mengintip, namun tidak terlihat apapun isi kamarnya karena lagi-lagi lampunya pasti dimatikan.

"Dasar cowok lebay! Kenapa sih harus dimatiin lampunya? Gue tau nih pasti dia—" Lalisa membayangkan betapa annoyingnya Niko saat lampu kamarnya dimatikan. Kemudian ia segera menepis pikiran itu jauh-jauh.

"Ih najong deh!" Lalisa langsung menarik pintu itu ke samping, dan alangkah mudahnya itu terbuka karena tidak terkunci sama sekali.

Lalisa terdiam sebentar. Ia kembali menggelengkan kepalanya, "Ini orang bukannya dikunci. Dasar teledor!" Lalisa membatin sendiri karena Niko tidak pernah mengunci pintunya.

Kemudian Lalisa pun masuk dan menutupnya kembali. Sebelum membangunkan Niko, ia menarik horden tipis itu agar memperlihatkan langit-langit yang mulai membiru. Setelah itu membalikkan badannya, dan tentu kamarnya tidak segelap tadi saat horden itu masih tertutup.

Lalisa mengedarkan pandangannya. Kamar yang amat berantakan. Kemudian mengalihkan pandangannya ke seseorang yang sedang berada di dalam selimut tebalnya.

YoursWhere stories live. Discover now