Bagian 23

7.5K 811 277
                                    

Di tempat berbeda. Revan tengah duduk di teras rumah gadis yang sekarang mengenakan piyama pink polos dengan rambut tercepol ke atas.

Cowok itu menggeser nasi goreng pembeliannya di atas meja hingga membuat Nina menoleh dan memandangnya dengan penuh tanda tanya.

Kedua alis Nina tertaut, lalu menaikkan pandangannya ke wajah Revan yang daritadi tersenyum tipis pada gadis itu. "Apa nih, Ka?" tanyanya.

"Tadi pas latihan basket gak sengaja buka Hpnya si Lalis. Terus, di grup kalian, Nina bilang laper kan karena Lalis pamer-pamer mau makan nasi goreng?" tanya Revan memastikan sembari menaikkan alisnya sebelah.

Nina menyimak sekaligus berpikir. Ia agak telmi. "Hah?"

Bola mata Nina membulat seketika. Gadis itu ingat jika di grup Whatsapp, Lalisa sempat pamer ke teman-temannya akan makan malam bersama Revan. Dan, Nina menjawabnya dengan ia lapar karena orangtuanya tengah pergi, jadi dirinya belum sempat memakan apapun. Tetapi, itu semua hanya untuk membercandai sahabatnya, bukan berharap Revan akan datang ke rumahnya dan membawakan makanan.

"Jadi karena itu?" Nina masih terbelalak kaget, matanya sampai mengerjap beberapa kali.

Revan mengangguk, meng-iya-kan. Sementara Nina benar-benar speechless mendengarnya, ia sampai tidak tahu harus bereaksi apalagi selain diam.

"Belum makan, kan Nin?" tanya Revan lagi, menyadarkan Nina yang tengah bengong itu.

Gadis itu sempat tersentak sedikit, sebelum akhirnya berdeham gugup sambil mengangguk ragu. "I.. I.. Iyaa."

"Yauda, makan gih. Disitu udah ada sendoknya kok, jadi gak usah repot-repot ngambil ke dalem rumah," titah cowok itu lembut.

Nina menundukkan wajahnya, dia masih tidak meraih nasi goreng pemberian Revan dan malah memainkan jarinya. Terlihat, gadis itu kebingungan sampai membuat Revan lagi-lagi menaikkan alisnya sebelah.

"Kenapa lagi?"

Nina mendongak, bibir bawahnya digigit. "Ummm.., tapi...., kenapa Kakak repot-repot kaya gini sampe rela nganterin nasi goreng ke rumah Nina?" tanya gadis itu masih tidak mengerti.

"Terus..., umm.. Gimana soal Lalis? Bukannya Kak Revan lagi makan sama dia?" Nina kepikiran juga soal sahabatnya. Pasalnya, Lalisa sangat senang sewaktu di Whatsapp sampai mengirim voice note dengan teriakan kebahagiaan.

Revan terdiam mendengar pertanyaan Nina yang seperti tengah khawatir pada sahabatnya itu. Dan, ia diam sejenak mengalihkan pandangan sebelum akhirnya kembali menatap Nina dengan teduh.

"Nin...," Revan meraih jemari Nina, dan sesekali mengelusnya. "Kepikiran Lalis ya?" tanyanya lembut.

Nina mengangguk. "Lalis tadi seneng banget kayanya makan bareng sama Kakak. Tapi, kenapa tiba-tiba Kak Revan disini? Apa Lalis gak marah?"

Revan memudarkan senyumnya, mengingat ia membuat Lalisa sedih, tapi dirinya tidak bisa membiarkan Nina kelaparan. Mata cowok itu ke bawah, terlihat penuh penyesalan. Dan, Nina sudah menduga itu.

"Lalis marah, ya? Dia pasti lagi sedih banget deh sekarang. Hmm..., maafin Nina ya." terkanya yang sudah dipastikan benar.

Nina benar-benar tidak enak hati. Namun, didetik berikutnya, Revan kembali mempererat jemari gadis itu. "Nin, jangan minta maaf. Ini bukan kesalahan Nina. Revan kesini karena kemauan Revan sendiri." Cowok itu tidak suka jika nada suara gadisnya terdengar parau.

"Tapi, Kak, kalo seandainya Nina gak bilang gitu mungkin kalian berdua lagi makan bareng kan sekarang? Pasti Lalis bakalan marah sama Nina, kalo dia tau Kakak kesini..." Nina tetap menyalahkan dirinya sendiri, karena ia tahu jika Lalisa sudah menunggu waktu ini. Waktu dimana dirinya bisa bersama Revan.

YoursWhere stories live. Discover now