I Like Yoü

1.8K 337 54
                                    

13 | I LIKE YOÜ


BUMI perkemahan tampak tenang ketika asap api unggun juga telah menghilang, anggota klub telah terlelap di dalam selimut tebal mereka dengan hoodie yang oversize atau banny yang mampu menutupi mata. Suara dengkuran mulai bersautan seperti orkestra, keadaan resmi tenang. Namun, ada yang lebih riuh di dalam dada seorang lelaki bersurai pirang, yaitu kecemburuan yang berbunyi seperti drum musik hardcore yang mengerikan.

"Aku sangat gelisah." Bisik Naruto pada dirinya sendiri, ia belum bisa tidur sejak si lelaki bar-bar bernama Kiba mengatakan jika Hinata memiliki cinta pertama dan belum berakhir hingga sekarang.

Naruto merasa jika ia baru saja di tolak.

Tapi, kenapa? Apa ia sebenarnya memang menyukai Hinata dalam definisi romantis?

Astaga, Naruto benar-benar tidak percaya pada perasaannya sendiri. Jatuh cinta ternyata tidak bisa di definisikan secara rinci, atau di catat seperti list barang yang akan ia beli setiap akhir bulan. Bagaimana mungkin perasaan jatuh cinta sangat acak-acak? Seperti telur yang di kocok hingga menyisahkan warna kuning saja.

Naruto mendesah kesal. Ia mencoba memejamkan mata, ia bergerak ke samping namun wajah Sai terpampang di hadapannya sedang membuka mulut seraya mendengkur, Naruto dengan cepat menutup hidung ketika mencium aroma tidak sedap dari sana. Ia bergeser ke samping, kali ini lebih baik sebab Kiba juga tengah memunggunginya. Nasib sial jika tidur di tengah, ke kanan tidak nyaman, ke kiri juga tidak nyaman.

Naruto menatap punggung Kiba dan ia menyipit melihat bagaimana cahaya terang dari ponsel, sepertinya Kiba juga belum bisa tidur.

"Mengapa kau tidak tidur?" Naruto bertanya pelan, Kiba pun berdecak.

"Tanyakan itu pada dirimu sendiri." Sahut Kiba.

Naruto mendengus mendengar jawaban itu. Tak lama kemudian, Kiba beranjak dari tidurnya dan wajahnya tampak gelisah.

"Nata tak membaca pesanku."

"Nata?" Naruto menaikan alisnya.

"Hinata maksudku, dia tidak membalas pesanku. Aneh."

"Dia pasti sudah tidur dan di sini tentu saja sulit mendapatkan sinyal."

"Di sekitar tenda kita ada sinyal, bodoh. Anehnya, pesanku terkirim tapi tidak kunjung di baca. Hinata biasanya mematikan ponselnya jika ingin tidur."

Naruto memutar bola matanya, ia ikut beranjak. "Dia pasti ketiduran, tidak ada orang yang tidak lengah untuk mematikan data seluler."

Kiba tampak tidak mendengarkan, lelaki itu terus mendengus kesal. Lalu, Kiba menelfon nomor Hinata yang langsung di hentikan oleh Naruto dengan menarik ponsel lelaki itu.

"Kau overprotektif padanya, aku yakin dia ketiduran. Kau hanya akan menganggunya."

"Aku memiliki keyakinan lebih kuat dari orang asing sepertimu!" Kiba menghentak bahu Naruto dan menarik ponselnya, mata Kiba memicing tajam. "Tidak perlu ikut campur." Sambung Kiba, membuat Naruto entah mengapa benar-benar mematung.

Kali ini, Naruto merasa dua kali di tampar. Namun, ia mencoba untuk tenang ketika sebenarnya tangannya sudah mengepal, ia ingin sekali menonjok tulang pipi Kiba dan berkata ia juga berhak atas Hinata. Tapi, sepertinya itu berlebihan.

Terlebih, Naruto bukan siapa-siapa diantara mereka berdua.

"Maaf jika—"

"TOLOONG!"

Ucapan Naruto terpotong, ketika suara nyaring nyaris tenggelam masuk pada pengdengaran ke duanya.

"Kau mendengar sesuatu?" Kiba bertanya, Naruto mengangguk yakin.

Literacy Club [END]Where stories live. Discover now