Bayi Rubah

2K 355 77
                                    


9 | Bayi Rubah


"HANTU!" Hanabi berteriak keras hingga membuat lorong di dalam rumah kediaman Hyuuga bergema. Sesosok hantu berpakaian putih dengan rambut panjang acak-acakan, mata hitamnya melotot ke arah Hanabi. Gadis bersurai coklat itu melempar gelas plastik yang terletak di nakas kepada hantu itu.

"Hanabi! Tidak sopan!" Hinata menyibak poni tengahnya, kini, wajah hantu itu berubah menjadi Hinata dengan kondisi menguap dan kantung mata yang menghitam.

"Hinata-nee? Kau mengagetkanku!" Hanabi berteriak dengan rengekan keras, hampir saja ia ingin melempar vas bunga keramik kesayangan Hiashi.

"Kau yang mengagetkanku! Teriak-teriak di pagi hari memang aku hantu?!"

"Kau memang seperti hantu!" Teriak Hanabi, mendengus keras. Ia masih menetralkan jantungnya yang berdegup. "Siapa yang tidak akan kaget melihat penampilanmu seperti itu? Sebaiknya kau memotong ponimu! Lalu, lihatlah matamu itu, apa kau begadang?!" Hanabi melipat ke dua tangannya di dada. Gadis berusia empat belas tahun di hadapan Hinata ini sudah rapih dengan seragam SMPnya.

Hinata mendengus. Berbeda sekali dengan Hinata yang patuh dan terkesan menuruti kemauan Hiashi, Hanabi tumbuh menjadi paling vokal menyuarakan ketidaksetujuaanya, Hanabi bertindak seperti seorang kakak padanya. Bahkan, gadis yang berbeda dua tahun darinya ini lebih sering membangunkan Hinata dan membuat sarapan. Hanabi tumbuh lebih dewasa di banding dirinya, hingga Hiashi berani membuat perbandingan di antara mereka berdua. Mengatakan Hinata tidak lebih dari siput yang lamban menunjukkan tindakannya, sedangkan Hanabi adalah hyena yang  cepat dan tangkas. Bergerak gesit dan membuat Hiashi bangga.

"Diam kau anak kecil. Sebaiknya ke ruang tengah dan temani Otou-san sarapan." Hinata mengacak surai coklat Hanabi dengan gemas, Hanabi menghindar dan mendengus. "Aku serius Hinata-nee, sebaiknya potong ponimu atau rambutmu yang sudah sangat panjang itu. Aku lihat gadis SMA tampak dewasa dan cantik, mereka bahkan membawa lipstik merah di tas mereka. Apakah kau juga melakukan itu?"

Lipstik? Astaga, bahkan Hinata tidak pernah menyentuh benda feminim itu. Terakhir kali, ia memakainya saat festival kembang api tahun lalu. Itupun Sakura yang memoleskannya.

"Tidak. Dari mana kau mendapat informasi semacam itu? Apa kau membaca majalah dewasa?!" Hinata melotot dan berkacak pinggang, Hanabi mendesah kesal.

"Mengapa kau tidak melakukan itu?! Aku juga ingin punya kakak modis yang cantik, aku kan jadi tidak malu jika menyuruhmu menggantikan Otou-san untuk mengambil rapotku!" Hanabi melotot tidak kalah lebar, membuat Hinata memaling wajahnya. Lalu meraba wajahnya sendiri. Ia belum berumur tujuh belas tahun, dan Hinata belum melakukan ritual kedewasaan (Mogi), lipstik dan berdandan belum di wajibkan untuknya.

"Memang aku tidak cantik?" Hinata kembali menoleh pada Hanabi.

"Tentu saja tidak! Kau menyeramkan dengan poni dan rambut panjangmu itu!" Hanabi menarik napasnya,"Kau tidak perlu taat pada ajaran Klan, nikmati masa SMAmu. Kata Pakura-sensei, kehidupan SMA adalah masa paling bergairah selama hidupmu."

Nah kan, Hanabi bertindak seperti seorang kakak. Hinata mendengus sebal, lalu menunduk pada Hanabi yang tingginya tidak kurang dari bahu Hinata. "Aku pewaris Klan Hanabi, aku memiliki ketentuan yang terbatas." Hinata mengetatkan senyumannya. Hinata tidak melupakan fakta, jika mau seliar apapun ia tumbuh, ia tetap di takdirkan untuk patuh pada ajaran Klan tertua di Jepang ini.

Hanabi mendongak ke atas, menunjukkan dagunya angkuh. "Bukankah kau ingin jadi penulis? Waktu itu kau berkata ingin keliling dunia, melihat menara pisa dan menulis puisi, lalu kau—"

Literacy Club [END]Where stories live. Discover now