Missed Call

1.1K 235 118
                                    

27 | Missed Call





PERJALANAN bersama Naruto di dalam mobilnya terasa hening meski di isi dengan musik dari ponsel lelaki itu. Naruto sepertinya tidak keberatan mereka tidak berbagi pembicaraan di dalam mobil, lelaki bersurai pirang itu sesekali menyanyikan sepenggal lagu dari musik yang di putar. Sedangkan Hinata merasa keheningan ini cukup canggung, ia tidak tahu apakah harus memulai pembicaraan? Apakah ada baiknya ia diam saja hingga sampai tujuan? Tapi, Naruto ini sedang mengantarnya ke kantor penerbit yang akan memperkerjakan dirinya. Apa sopan malah mendiamkan orang yang hendak membantunya?

Hinata menghela napas.

"Kau lelah ya?" Naruto menoleh sebentar pada Hinata sebelum kembali fokus menyetir. Hinata menggeleng cepat dan menyengir.

"Tidak. Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kau tidak lelah?" Hinata bertanya balik, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Naruto terkekeh santai.

"Tidak, aku juga ingin berkunjung ke kantor penerbit Ibuku." Seraya memberikan petunjuk jika penulis kesukaan Hinata adalah Ibu dari Naruto. Naruto menahan senyumnya.

Hinata mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih Naruto."

Naruto terkekeh lagi, kali ini cukup keras.

"Apa kau sekarang menjadi begitu canggung karena aku menolongmu? Santai saja, aku tidak meminta imbalan apapun kok. Aku memang berniat membantumu." Tutur Naruto, lelaki itu takut jika Hinata merasa tidak enak dan bersalah karena Naruto membantunya. Sejak mengenal Hinata, ia tahu gadis itu tak mudah menerima bantuan.

Naruto khawatir jika Hinata salah mengartikan bahwa bantuan darinya adalah hutang budi yang harus dibayar. Apalagi perasaannya untuk Hinata juga tidak berbalas, gadis itu pasti merasa sedikit tertekan dengan bantuan Naruto dan di bayangi rasa bersalah. Naruto tidak ingin Hinata merasakan hal itu!

"Bukan begitu." Kilah Hinata.

"Lalu apa?" Naruto menaikan kedua alisnya.

Hinata menggeleng. "Tidak apa-apa."

Naruto terkekeh. "Pipimu merah sekali. Apa mobilku panas?" Naruto mengecek AC, namun AC mobilnya sudah diatur dengan suhu yang pas. Hinata kontan berdehem dan merapihkan surai panjangnya seraya menutupi pipinya yang memerah dengan rambut.

"Sudahlah. Lupakan saja." Hinata memalingkan wajahnya.

***

Hinata mematung.

Gadis bersurai indigo itu tak pernah tahu jika sebuah gedung sederhana di daerah yang jarang di kunjungi adalah kantor penerbit milik Ibu dari Naruto. Hinata melirik kotak surat antik yang di letakan tepat di area masuk lobi kantor itu, terlihat sangat unik, desain gedung penerbit ini juga terlihat seperti bangunan gothic. Bangunannya yang kecil membuat terlihat sederhana, pemilihan cat pada bangunan juga terbilang seperti warna kastil yang monoton. Sejenak di beberapa properti, sudutnya berbeda tema.

Kantor yang kecil dan mencolok.

"Kau terkejut?" Naruto menoleh pada Hinata yang tak juga mengeluarkan suaranya sejak mereka sampai di depan kantor Ibunya.

Hinata menoleh pada Naruto. "kantornya unik sekali, maksudku, terlihat kontras dari gedung-gedung yang lain."

Naruto terkekeh. "Begitulah selera Ibuku. Berhubung ini kantor penerbit milik Ibuku sendiri, jadi Ibu lah yang mengatur desain kantor. Nenek bahkan tidak mencampuri bisnis kecil Ibuku, tapi karena Ibuku jarang berada di Jepang maka dari itu bisnis ini sementara di pegang oleh keluarga Karin."

Literacy Club [END]Where stories live. Discover now