The Most Wanted

1.3K 267 92
                                    

19 | The Most Wanted




HINATA ber-seiza di depan Ayahnya yang tengah menikmati secangkir ocha di minggu pagi ini. Sepertinya, Ayahnya memiliki beban pekerjaan yang besar, Hinata perhatikan seminggu ini Ayahnya tidak pergi keluar kota untuk melakukan dinas. Hinata sendiri juga tahu, Ayahnya hanya pekerja biasa yang di tempatkan pada divisi pemasaran sebuah kantor swasta yang tidak berkembang pesat. Cenderung mengalami penurunan setiap bulannya dan tak jarang Hinata mendengar jika Ayahnya kerap mendapatkan telepon dari kantor, terdengar jelas jika Hiashi tampak di koreksi habis-habisan oleh atasannya.

Ayahnya bergerak di bidang pemasaran, yang pasti menjadi samsak utama jika perusahaan mengalami penurunan konsumen. Hiashi juga memiliki prinsip yang bersebrangan dengan kantornya sendiri, salah satunya adalah tidak ingin melebih-lebihkan promosi suatu prodak yang mana akan membuat konsumen berpikir dua kali untuk bekerja sama dengan perusahaan. Hiashi hanya seseorang yang terlalu jujur dan perusahaan benci itu.

Dan sepertinya fatal jika Hinata berkata ia ingin bekerja sambilan di saat Ayahnya sedang dalam perasaan yang buruk. Tapi bagaimana? Hiashi mendengar percakapannya dengan Sakura di telepon pagi ini dan langsung menyuruhnya menghadap di ruang tamu. Hinata sudah berkali-kali memikirkan untuk bekerja sambilan, karena melihat Sakura yang tidak perlu lagi meminta uang bulanan pada orangtuanya. Hinata ingin melakukan itu untuk membantu Hiashi, apalagi Hanabi juga perlu biaya yang cukup besar untuk sekolahnya. Hanabi juga mengikuti bimbel elit, yang mana biayanya tidak kecil.

"Kau pikir Ayah tidak sanggup membiayai sekolahmu? Kau merasa harus ikut berperan mencari uang begitu?" Tutur Hiashi dengan suara dalamnya yang khas, Hinata menunduk membuat wajahnya tertutup dengan surai panjangnya.

"Dongakkan kepalamu Hinata." Perintah Hiashi yang membuat Hinata mendongakkan kepalanya seketika, ia memilin tangannya sendiri.

"Ano... Ayah.. Aku tidak bermaksud——aku hanya tidak ingin menyusahkan Ayah." Tutur Hinata kepayahan, daster rumah yang di kenakannya bahkan lecek ketika tangannya terus memilin-milin kain bajunya.

"Kau pikir Ayah kesusahan? Apa uang bulanan dari Ayah tidak cukup?" Hiashi bertanya dengan sorot mata memicing, Putrinya yang satu ini memang penurut tapi tentu Hiashi tahu di dalam tubuh Hinata terdapat jiwa pembangkang yang khas seperti mendiang istrinya. Hinata kelihatannya saja menurut, tapi Hiashi tahu jika di beberapa kesempatan Hinata membangkang ucapannya.

"Bukan begitu Ayah. Uang bulanan Ayah cukup, tapi jika aku bisa membantu, kenapa tidak Ayah.. Sakura juga——"

"Ilegal mempekerjakan remaja di bawah umur sepertimu, memang ada tempat yang menerima tenagamu? Jangan bilang kau berniat memalsukan identitas untuk bisa bekerja? Begitu? Kau pikir Ayahmu ini sebodoh itu?"

Hinata membeku. Ia sudah tidak bisa berkutik, apalagi perkataan Hiashi betul adanya. Sakura bisa bekerja sambilan karena teman Kakaknya bisa memalsukan identitas untuk bisa di terima kerja. Hinata berniat meminta hal yang sama pada Sakura, seharusnya ia tak perlu melakukan pembicaraan telepon di rumah.

Hinata benar-benar ceroboh.

"Maafkan Aku Ayah... " Hinata menunduk dalam, Hiashi menghela napas lelah. Ayah dua anak itu sadar jika kondisinya juga sedang tidak baik untuk memberikan dana rutin pada kedua putrinya, tapi membiarkan putrinya bekerja itu adalah pilihan yang buruk. Hiashi tidak ingin Hinata membagi waktu belajarnya, tugas anak-anaknya hanya belajar semasa mereka bersekolah.

"Buang jauh-jauh pemikiranmu tentang mencari uang sendiri. Katakan pada Ayah jika kau membutuhkan uang, Ayah akan mengusahakannya." Tutur Hiashi, kemudian ia berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan memasuki lorong rumah, meninggalkan Hinata yang masih berseiza sambil menundukkan kepalanya.

Literacy Club [END]Where stories live. Discover now