Spin-off -- girl like flower

913 107 2
                                    

This story is for Sai-Ino's continuation in the previous story in Literacy Club.

***

Ibu dari Sai Shimura adalah pengidap thantophobia, seseorang yang mengalami ketakutan berlebihan akan kehilangan orang yang di cintainya. Semenjak Ayahnya meninggal dunia dalam kecelakaan mobil, membuat Ibu dari Sai mengalami trauma berat dan berkepanjangan. Sai saat itu tak tahu apa yang terjadi dengan Ibunya, ia hanya tahu bahwa setelah kepergian Ayahnya sang Ibu kerap sakit-sakitan, muntah tiba-tiba dan melarang banyak hal pada Sai, apalagi yang dapat melukai dirinya.

Saat itu, Sai baru berumur tujuh tahun. Dirinya sudah tidak dibiarkan berkembang menjadi anak yang aktif dan mencoba berbagai hal yang memacu adrenalin. Sang Ibu selalu melarangnya keras, membentak dan marah———apalagi ketika Sai hanya bermain sepak bola dan kakinya terluka karena jatuh. Ibunya langsung menarik Sai menjauh dari teman-temannya dan mengunci kamarnya, tak boleh kemana-mana selama seminggu.

Sai hanya diperbolehkan melukis dan melakukan kegiatan-kegiatan ringan yang lain, para pelayan di rumahnya juga tak bisa membantu Sai berkembang lebih baik. Anak berkulit pucat itu lebih sering di kurung.

Ketika Sai di titipkan di rumah Naruto, ia akan menjadi sangat girang dan Naruto memperbolehkannya menyentuh apa saja. Ibunya akan menelpon setiap beberapa jam sekali dan menanyakan keadaan Sai. Perlakukan itu terus berlangsung hingga Sai lulus SMP dan Nenek Sai berkata bahwa Ibunya sudah mengalami gangguan jiwa lebih parah dari itu———yang mengharuskan Sai merelakan Ibunya untuk di rawat di rumah sakit jiwa. Sai saat itu sangat sedih, ia tak memerhatikan lagi nilai akademiknya dan menjadi begitu murung.

Sai tidak pernah sanggup mengenal Ibunya lebih baik lagi———selain hanya mengenal ke khawatira berlebihan yang dilimpahkan Ibunya padanya. Ketika mengunjungi rumah sakit dimana tempat Ibunya di rawat, Sai akan mendapatkan pelukan erat dan seluruh tubuhnya akan diperiksa agar tak ada satupun luka yang dapat membahayakan Sai. Lelaki berkulit pucat itu akan memerhatikan wajah Ibunya yang pucat, dengan kantung mata yang begitu hitam———menandakan jika Ibunya tak tidur cukup karena di serang kepanikan akan kehilangan. Kewarasan sang Ibu sudah di gerogoti rasa takut, membuat Sai selalu menangis tiap kali mengunjungi Ibunya.

Lalu kemudian, saat itu masa orientasi di tahun pertama di SMA tengah berlangsung dan acara terakhir yang disuguhkan pihak panitia adalah teater. Sai tahu ia akan jatuh tertidur karena berpikir teater itu akan sangat membosankan, namun, beberapa menit setelah tayang. Sai mulai mengikuti jalan ceritanya, lalu mulai meremehkan bagaimana panitia yang tergabung dalam peran seperti tidak berlatih sungguh-sungguh sebelumnya. Banyak tarian yang kacau bahkan sang tokoh utamanya tersandung dan jatuh, membuat semua penonton terkejut. Beberapa orang tertawa seperti tidak punya hati termasuk Sai, namun beberapanya menatap prihatin dan khawatir.

Sai sudah yakin teater itu tak akan berjalan kembali, namun pikirannya salah, sang tokoh utama kembali berdiri meski sudut bibirnya sedikit berdarah karena sempat tersandung. Dari sekian pemeran, sang tokoh utama memang sosok yang paling cantik. Gadis yang digambarkan menjadi putri tidur, berambut pirang dan bermata hijau kebiruan yang hampir mirip dengan warna toska.

Gadis itu tersenyum lembut, melanjutkan tariannya beserta kata-kata mutiara yang keluar selama tarian itu berlangsung.

———aku terluka dalam tidurku dan berharap pangeran dapat membuatku terbangun.

Sai mendecih mendengarnya. Teater itu di tutup dengan tepuk tangan yang riuh, yang mengapresiasi kegigihan pemeran yang tak gentar melanjutkan pentasnya meski sempat berantakan. Saat tirai di tutup, Sai tahu bahwa memang sejak awal matanya sudah terkunci pada gadis si pemeran utama, mata mereka saling menatap dalam diam lalu kemudian gadis itu menyengir dan melambaikan tangan padanya.

Literacy Club [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang