Bab 34.2 Pilu Angin Musim Gugur

2K 355 14
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak atau mempublikasikan cerita tanpa izin penulis.

Mohon maaf apabila ada beberapa bagian cerita yang loncat-loncat. Versi lengkap dapat dibaca di versi cetak/ebook.

Happy reading!

.

.

.

Bab 34.2 Pilu Angin Musim Gugur

.

.

.

Siang ini permaisuri sengaja berkunjung ke paviliun barat. Wanita itu mengenakan pakaian dan perhiasan terbaiknya, seolah lupa jika raja tengah sekarat. Melambaikan tangan dengan gerakan anggun, permaisuri memerintahkan prajurit yang berjaga untuk tidak mengumuman kehadirannya.

Untuk sesaat Feng Mian mengangkat wajah dari tumpukan laporan yang harus diperiksa sejak pagi. Putra mahkota bahkan harus menerima kunjungan beberapa pejabat istana serta militer untuk melaporkan hal-hal penting menyangkut pemerintahan.

"Apa yang membawa Ibunda datang berkunjung?" tanya Feng Mian tanpa berbasa-basi. "Jika tidak ada hal penting, tolong tinggalkan aku sendiri! Masih banyak pekerjaan yang harus ananda selesaikan," terangnya panjang lebar.

Permaisuri tidak langsung bereaksi. Ditatapnya lekat putra mahkota yang kembali menenggelamkan diri ke dalam tumpukan laporan kenegaraan. Dengan tenangnya permaisuri berjalan menuju sisi kanan ruangan, tangan lentiknya mengambil sebuah buku kumpulan puisi dari rak.

"Sampai kapan Jenderal Wang Shu akan mencari Lan Hua?"

Tegang, kedua bahu Feng Mian langsung menegang. Pria itu sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan ibunya saat ini.

Permaisuri berbalik, menatap lekat Feng Mian setelah mengembalikan buku kemabali ke tempatnya semula. "Putri mahkota jatuh ke dalam jurang sedalam itu, dia tidak mungkin masih hidup," ucapnya. "Sementara Jenderal Wang Shu, keberadaannya sangat diperlukan di sini, di istana mengingat kondisi pemerintahan yang tidak stabil karena raja tengah sekarat."

"Ibunda?" Feng Mian terbelalak, nyaris tidak percaya ibunya bisa bicara seringan itu mengenai kondisi suaminya sendiri.

Permaisuri memiringkan kepala ke satu sisi. Ekspresi polos sang ibu kini membuat Feng Mian muak. "Apa? Aku hanya mengatakan sebuah kebenaran. Sebentar lagi kau akan diangkat menjadi raja, jadi sudah saatnya kau memusatkan perhatian kepada takhta dan kekuasaan yang akan kau miliki. Sudah waktunya kau melupakan Lan Hua!"

"Cukup!" bentak Feng Mian, menggebrak meja keras. Telapak tangan kanannya memerah dan terasa panas, tapi hatinya jauh lebih panas saat ini. "Kenapa Ibunda begitu membenci Lan Hua?" tanyanya, sarat akan emosi.

Permaisuri tidak menjawab. Semua emosinya disembunyikan dengan baik dibalik ekspresi datarnya.

"Apa salah Lan Hua? Bukan salahnya lahir dari rahim seorang wanita yang dicintai oleh ayahanda. Lan Hua bahkan tidak mengetahui hal itu. Kenapa Ibunda tidak memiliki belas kasih kepadanya?"

Permaisuri masih terdiam. Kedua mata wanita itu membola, terkejut karena Feng Mian tahu tentang masa lalu Raja Shu dan Selir Xi.

Feng Mian berdiri, mengusap wajah dan berusaha mengatur deru napasnya yang memburu karena marah. "Aku tahu jika Ibunda yang meracuni Lan Hua melalui dupa untuk menghambatnya memiliki keturunan—"

"Buktinya putri mahkota bisa hamil," potong permaisuri, berusaha membela diri. "Jika aku meracuninya, dia tidak mungkin bisa hamil—"

"Itu karena aku berhasil mengetahui jika dupa yang dikirim dari Departemen Rumah Tangga Istana untuk Lan Hua telah diracuni selama ini!" Kali ini Feng Mian yang memotong ucapan ibunya.

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now