Bab 21

5.5K 688 38
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 21

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Walau Feng Mian mengatakan akan memakan Lan Hua, kenyataannya pria itu hanya berbaring, memejamkan mata sembari memeluk erat istrinya. Sikap Feng Mian tentu membuat Lan Hua keheranan. Sekali lagi wanita itu meletakkan punggung tangannya di dahi Feng Mian.

"Apa kau sedang sakit?" Lan Hua bertanya dengan suara pelan. Seolah takut nada bicaranya akan mengganggu Feng Mian. Suasana kamar yang temaram biasanya berhasil membuat Lan Hua mengantuk, tapi kali ini wanita itu merasa segar luar biasa. Yang diinginkannya mengobrol lama, mencari tahu hal apa yang mengganggu suaminya saat ini?

Feng Mian masih tidak menjawab. Namun, pelukannya di pinggang Lan Hua semakin mengetat.

"Apa kau tidak mau memberitahuku karena aku seorang wanita?" Lan Hua berusaha mempertahankan nada bicaranya agar terdengar biasa.

Ia menjeda, sengaja menunggu reaksi suaminya. Embusan napas keras Feng Mian terdengar beberapa saat kemudian. Lan Hua mengerjap, merinding saat merasakan sapuan tangan suaminya di punggung.

"Benar seperti itu?" Lan Hua bertanya lagi, penuh penekanan kali ini.

"Untuk saat ini akan lebih baik jika kau tidak tahu apa pun." Feng Mian bicara serak. Pandangannya mengunci pandangan Lan Hua. "Semakin sedikit yang kau ketahui akan semakin baik," tambahnya.

Lan Hua menjadi tidak tenang. "Apa ini berhubungan dengan Putri Ruo?"

Kekehan Feng Mian terdengar. Pria itu mengecup kening istrinya lalu menarik Lan Hua ke dalam dekapannya. Napasnya terdengar sedikit rileks saat bicara, "Andai masalahnya semudah itu, tentu akan lebih baik.

Lan Hua tidak bicara. Jika bukan tentang Ruo, pasti ada masalah besar. Ada hal yang buruk terjadi, dan suaminya tengah menyembunyikan hal itu darinya. Untuk alasan apa? Apa Feng Mian tengah berusaha melindunginya?

"Jika situasi semakin memburuk, aku akan meminta Kakak Keduamu untuk membawamu pergi." Ucapan Feng Mian semakin mengejutkan Lan Hua. "Aku akan menjemputmu setelah kondisi terkendali."

Lan Hua mendorong dada suaminya. Ekspresi khawatirnya bukan sesuatu yang dibuat-buat. "Apa seseorang berusaha membunuhmu?"

Feng Mian tidak menjawab. Sejak kecil dia sudah beberapakali selamat dari usaha pembunuhan, jadi jika hanya hal itu, tentu dia tidak akan segelisah ini. Feng Mian takut jika semua orang yang tinggal di kediamannya terseret kasus yang tengah melilitnya. Sebuah fitnah, yang bisa menghancurkan Feng Mian serta orang-orang di sekelilingnya dalam sekejap mata.

Waktu terus berjalan, tapi hingga saat ini dia masih belum menemukan titik terang, alih-alih barang bukti yang ada malah menyudutkan orang-orang terdekatnya dan meruncing kepada Feng Mian.

"Dengar, aku datang dan menikahimu bukan karena keinginanku," ucap Lan Hua, "jadi kali ini jika aku pergi maka itu harus karena keinginanku. Kau tidak bisa memaksaku pergi jika aku tidak menginginkannya." Ia mengatakannya dalam satu tarikan napas. "Kau pikir kau siapa? Bisa menyuruhku pergi sesuka hatimu. Aku tetap akan tinggal, apa pun yang terjadi."

Feng Mian sama sekali tidak tersinggung, sebaliknya, hatinya terasa sangat ringan. Ucapan Lan Hua memberinya kehangatan tersendiri. Matanya terpeam saat mendekap erat tubuh istrinya. "Aku mnegatakan jika sesuatu semakin memburuk," ulang Feng Mian.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Lan Hua bertanya dengan nada membujuk. "Aku dan kakakku mungkin bisa mencari jalan keluar untuk masalahmu."

"Aku tidak mau kau dan kakakmu terlibat!" tegas Feng Mian. "Jika sesuatu terjadi kepadaku, Jenderal Wang Shu akan mengatur segala sesuatu agar kau dan kakakmu aman meninggalkan istana dan keluar dari ibukota."

Lan Hua mengerucutkan bibir. Wanita itu tahu jika suaminya tidak akan mengatakan lebih jauh, jadi karenanya dia memilih untuk mencairkan suasana. "Dengan kepergianku kau akan lebih mudah untuk menikahi Nona Song atau Putri Ruo. Ck, kau benar-benar licik."

Tawa Feng Mian terdengar hangat. Pria itu tertawa hingga terguling dari atas ranjang sembari memegangi perutnya.

"Apa yang lucu?"

"Kau," jawab Feng Mian. "Kau lucu sekaligus menggemaskan saat cemburu." Sebuah bantal melayang ke arahnya. Feng Mian menangkap dengan cekatan, lalu berdiri tanpa bisa menghentikan tawanya.

"Jika kau tidak berhenti tertawa, kau bisa tidur di tempatmu!" Lan Hua memberi punggung. Ancaman itu berhasil membungkam Feng Mian. Dengan patuh dia naik ke atas ranjang, memeluk istrinya dari belakang dan memejamkan mata. Ah, bolehkah Feng Mian berharap waktu berhenti saat ini?

.

.

.

Matahari belum terbit saat Dekrit Kaisar tiba di kediaman Putra Mahkota. Semua orang terlihat bingung karena Kaisar memerintahkan sang Putra Mahkota menghadap Kaisar di balairung istana di pagi buta, dan seolah sudah mengetahui, Putra Mahkota telah berpakaian rapi dan siap menghadap Kaisar.

Di balairung, para pejabat sudah berdiri rapi di depan takhta Kaisar. Aura dingin menyelimuti ruangan saat Putra Mahkota masuk ke dalam balairung dengan ekspresi tenang.

Putra Mahkota memberi hormat yang dijawab lemparan sebuah dokumen oleh Kaisar. Feng Mian masih menundukkan kepala, belum berani mendongak saat belum mendapatkan izin dari Kaisar.

"Apa kau tahu apa isi dokumen itu, Putra Mahkota?" Suara Kaisar begitu dingin saat mengatakannya. Sebuah dokumen lain kembali melayang, mendarat mulut di hadapan Putra Mahkota. "Dan apa kau tahu isi dokumen kedua?"

Feng Mian membaca sekilas isi dokumen kedua. Ekspresinya tetap tenang saat ia mendapati dokumen itu menyebut nama istrinya.

"Baca!" perintah Kaisar, meraung marah. Para pejabat segera berlutut, gemetar oleh aura agung Kaisar.

Patuh, Putra Mahkota mengambil salah satu dokumen dari atas lantai lalu membacanya tanpa ekspresi. Setelah selesai, dia mengambil dokumen lainnya dan membacanya di dalam hati.

Kaisar mencondongkan tubuh. Ekspresinya begitu gelap. "Apa pembelaanmu?" tanyanya. "Berani sekali kalian menusukku dari belakang!"

"Hamba tidak bersalah." Putra Mahkota menjawab dengan tenang. "Hamba bahkan tidak memesan barang-barang mewah yang disebutkan di dalam laporan untuk Putri Mahkota."

Kaisar mengangkat satu alisnya tinggi. "Jadi kau mengatakan jika dirimu dijebak? Tapi cap itu jelas milikmu, Putra Mahkota. Siapa yang berani meniru cap milikmu?"

Kaisar menjeda. Memicingkan mata. "Apa kau pikir dirimu akan bebas melakukan apa pun karena posisimu sebagai Putra Mahkota?"

Feng Mian bersujud. "Hamba tidak berani, Yang Mulia! Hamba dijebak. Mohon Yang Mulia menyelidiki kasus ini lebih dalam!"

Kaisar melempar cawan teh ke arah Feng Mian hingga melukai kening Putra Mahkota. Darah segar mengalir, tapi Feng Mian bergeming. Dia tahu jika ini baru awal dari mimpi buruknya. "Kau masih bisa bicara?" raung Kaisar, murka. "Penjarakan Putra Mahkota di Istana Dingin!" titahnya. "Dan penjarakan semua pejabat yang terlibat!" Kaisar mengibaskan tangannya sebelum turun dari atas takhta dalam kondisi marah besar.

.

.

.

TBC

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now