Bab 5

8.7K 1K 28
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 05

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Er Huang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan sekaligus amarahnya saat mengetahui fakta jika Lan Hua telah menikah dengan Putra Mahkota Feng Mian. Pria berusia dua puluh enam tahun itu menggertakkan gigi, kedua tangannya terkepal erat sementara Jenderal Cao berusaha menjelaskan duduk perkara di belakangnya.

"Yang Mulia pasti memiliki alasan hingga menerima lamaran Raja Shu Wang untuk Pangeran Feng Mian." Sang jenderal menjelaskan dengan sangat hati-hati. Selain raja, tidak banyak yang tahu mengenai kedekatan pangeran kedua dan Lan Hua. Selama ini pangeran kedua selalu bekorban demi keselamatan adik satu ayahnya itu. "Lan Hua pasti bisa menjaga diri di sana—"

"Kenapa harus Lan Hua?" Er Huang membalikkan badan, memotong ucapan Jenderal Cao, cepat. Kedua matanya menyiratkan amarah luar biasa. Hampir lima tahun dia bertugas di perbatasan, berperang menggantikan tugas putra mahkota demi sebuah janji yang ternyata tidak bisa ditepati oleh ayah kandungnya sendiri.

Er Huang menjeda, berjalan cepat menuju meja teh. "Adikku terkenal bodoh. Raja Wang Shu tidak mungkin tidak mengetahui hal itu, kan? Tapi kenapa dia masih memilih Lan Hua menjadi mempelai putra mahkotanya? Bukankah itu sangat aneh?" Er Huang bicara dalam satu tarikan napas.

Ia sengaja langsung mendatangi kediaman Jenderal Cao saat kembali ke ibu kota demi Lan Hua, tapi ternyata tanpa sepengetahuannya raja sudah menikahkan adiknya?

"Ayahanda tidak menepati janjinya." Ekspresi pangeran kedua mengeras, rahangnya mengetat. Dia sudah melakukan semua keinginan ayahnya demi melindungi Lan Hua, tapi apa yang didapatkannya? Hanya sebuah janji yang tidak bisa ditepati.

"Lan Hua pasti menjadi bahan olokan di sana," ucap Er Huang. Ekspresinya melembut saat mengucapkan nama adiknya. "Mereka pasti menganggapnya benar-benar bodoh."

Jenderal Cao mengembuskan napas. Keriputnya terlihat semakin banyak karena rasa cemas berlebihan. "Kita tahu Putri Lan Hua tidaklah bodoh."

"Kebodohannya bisa menyelamatkannya di sini, tapi di sana—" Er Huang menelan kembali kalimat yang sudah berada di ujung lidahnya. "Di sana hal itu hanya akan membuatnya menderita. Aku tetap gagal melindunginya, kan?"

Jenderal Cao menggelengkan kepala. "Anda tidak gagal, Pangeran Kedua. Hamba percaya jika Lan Hua bisa menjaga dirinya sendiri. Dengan bakat yang dimiliknya dia pasti akan bisa bertahan."

"Aku akan menemuinya di sana," tekad Er Huang. Ia mengabaikan ekspresi tidak setuju sang jenderal.

Jenderal Cao berdiri. "Jangan melakukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawa Lan Hua dan nyawamu, Pangeran Kedua!"

"Ayahanda menggunakan Lan Hua untuk menekanku selama ini." Suara Er Huang terdengar serak saat mengatakannya. Ekspresi sang jenderal meneduh, terlihat simpati saat menatap pangeran kedua yang putus asa. "Selama ini aku selalu mematuhi perintahnya. Semua keinginannya kupenuhi. Yang aku minta tidak banyak; aku hanya memintanya untuk melepas Lan Hua. Kenapa hal itu sangat sulit dilakukannya?"

Jenderal Cao tidak langsung menjawab. "Lan Hua mengingatkannya kepada Selir Xi. Kebencian raja terhadap Selir Xi teramat dalam hingga Yang Mulia tega melampiaskannya kepada putri kandungnya sendiri."

TAMAT - Princess Lan HuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang