Bab 4

9.1K 1K 39
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 04

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Lan Hua menekuk wajah selama perjalanan pulang menuju kediamannya di Istana Barat. Ia menggebrak meja, mengagetkan Xin Luo yang tengah berada di ruangan tamu Paviliun Hong saat ini. Dayang Ning dan Xin Luo bersitatap, terlihat penasaran karena Lan Hua terus berjalan mondar-mandir sembari bergumam tidak jelas di dalam ruangan itu.

Xin Luo bertanya kepada Ning

"Lihat apa yang dilakukannya terhadapku!" kata Lan Hua, memotong keheningan yang menggantung di dalam ruangan itu. Ia menunjuk bibirnya. Ekspresi wanita itu terlihat jijik sekaligus marah. "Si sombong itu menciumku dengan paksa," terangnya, marah. "Kenapa kau tersenyum seperti itu Dayang Ning?" Ia bertanya saat sang dayang menyembunyikan senyuman puas dibalik sapu tangan suteranya.

Hening.

"Kenapa wajahmu begitu berseri-seri?" Lan Hua kembali bertanya tanpa bisa menyembunyikan nada kesalnya saat melihat perubahan ekspresi pada Dayang Ning.

Hening.

Dengan gerakan anggun Ning memperbaiki posisi duduknya. "Bukankah itu bagus, Yang Mulia?" Pertanyaan itu membuat Lan Hua dan Xin Luo melotot, kompak. Ning berdeham pelan. Dia menuangkan air teh ke dalam cawan lalu disuguhkannya kepada Lan Hua. "Sudah saatnya Anda dan putra mahkota mendekatkan diri," ucapnya, hati-hati. "Sepasang suami istri sudah sepantasnya bersikap intim. Bagaimanapun juga Anda harus melahirkan penerus kerajaan ini."

Lan Hua tidak menjawab. Bagimana bisa aku melahirkan penerus jika Feng Mian akan mati di tanganku, ucapnya di dalam hati. Ia berbalik sembari mengibaskan satu tangan di udara. "Tidak usah membahas hal ini lagi," pintanya, penuh penekanan. Xin Luo menganggukkan kepala, setuju. Gadis remaja itu selalu mendukung apa pun keputusan tuannya. "Dia membuatku merasa kotor," katanya, setengah berbisik.

"Tuan Putri, apa kita bisa keluar istana lagi?" Pertanyaan Xin Luo membuat Ning melotot ke arahnya. "Apa?" Tanya Xin Luo, polos.

"Jangan mencekoki Putri Lan Hua dengan hal-hal yang tidak perlu!" tegur, Ning yang hanya dibalas cuek oleh Xin Luo. Ketiga wanita itu kembali bicara, membahas hal-hal ringan. Ning terlihat sangat senang, perubahan emosinya naik secara cepat setelah tuannya dipanggil dan bicara dengan permaisuri. Ketiganya masih mengobrol ringan saat seorang kasim mengumumkan kedatangan putra mahkota.

Lan Hua langsung menegakkan punggung. Kedua tangannya mengebrak meja saat Feng Mian berjalan masuk ke dalam ruangan dengan dagu diangkat. Wang Shu berjalan tepat di belakang putra mahkota dengan seragam militernya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Lan Hua bertanya dengan nada jengkel. Giginya gemeretak saat menangkap luka yang ditinggalkannya di bibir putra mahkota.

Feng Mian mengangguk ringan setelah Ning dan Xin Luo memberi salam. Ia lalu menatap istrinya, lekat. "Ganti pakaianmu!" ucapnya, ringan. "Temani aku keluar istana!"

Ruangan mendadak hening setelahnya. Lan Hua mengorek kuping, seperti tidak percaya pada indra pendengarannya. "Kau mengajakku keluar istana? Bersama?"

TAMAT - Princess Lan HuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang