Bab 28. Keputusan yang Merubah Segalanya

3.4K 572 42
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Bab 28. Keputusan yang Merubah Segalanya

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Selir Fong duduk di atas kursi kayu nyaman di depan jendela kamar yang terbuka. Sang dayang berusia sekitar empat puluh tahunan berdiri di belakangnya dengan ekspresi khawatir.

Mantel bulu terbaik tersampir di pundak sang selir. Wanita paruh baya itu duduk menatap langit gelap dengan ekspresi tidak terbaca. Untuk alasan tidak jelas, hatinya merasa resah hingga dia tidak bisa memejamkan mata.

Kesunyian di sekitar membuat wanita itu semakin was-was. Terlalu tenang, pikirnya. Selir Fong Zi tidak menyukai ketenangan ini. Dia takut badai besar akan datang tanpa permisi.

"Yang Mulia," dayang tua bicara dengan nada cemas. "Udara malam sangat dingin, sebaiknya jendela ditutup dan Anda kembali ke ranjang untuk tidur."

Hening.

Selir Fong terdiam. Wanita itu tenggelam di dalam lamunan. Isi kepalanya terasa penuh. Jemari halus wanita itu lalu bergerak untuk merapatkan mantel bulu berwarna hijau zamrud yang dikenakan.

"Apa ada kabar dari penjara istana?" Sang selir akhirnya bicara dengan nada tenang, anggun. Sesaat ia melirik lewat bahu sebelum mengembalikan pandangannya ke langit mendung di kejauhan.

Malam ini sudah memasuki awal musim panas, tapi entah kenapa angina yang bertiup lebih dingin dari biasanya. Sungguh aneh, Selir Fong membatin.

"Putri Mahkota menerima dua puluh cambukan, sementara sisa hukumannya diterima oleh Putra Mahkota," ujar sang dayang memulai. Keningnya yang berkerut ditekuk, hingga wajah sinisnya terlihat lebih galak. "Setelah itu belum ada informasi lagi, Yang Mulia karena keduanya dipindahkan ke penjara bawah tanah dengan pengawalan sangat ketat."

"Apa mata-mata kita tidak berhasil menyusup?"

Dayang tua menggelengkan kepala. "Sayangnya tidak. Pengawal yang berjaga ditunjuk langsung oleh Raja," jawabnya. "Menurut desas-desus, Raja takut pendukung Putra Mahkota menyusup untuk membebaskan keduanya dari penjara istana."

Selir Fong menggigit bibir bawahnya, keras, sementara jari tangannya diketukkan ke tangan kursi yang tengah diduduki. Hatinya merasa ada yang janggal, tapi dia tidak bisa menemukan dimana kejanggalan itu?

Ia bergerak, berdiri menghadap sang dayang yang kini menundukkan kepala dengan kedua tangan ditangkupkan di depan perut.

"Utus seorang prajurit ke kediaman kakak tertuaku!" perintah Selir Fong. "Katakan kepadanya aku ingin bertemu besok di istana."

Sang dayang menganggukkan kepala dan menjawab patuh, "Hamba menerima perintah," ucapnya sebelum memberi hormat sebelum berjalan pergi meninggalkan sang selir yang masih berdiri dengan perasaan was-was.

Sementara itu di waktu sama dan tempat berbeda, para tabib istana terlihat sibuk memeriksa luka di tubuh Putri dan Putra Mahkota yang terbaring tidak sadarkan diri di ranjang dan ruangan berbeda.

Dengan lihai, para pengawal kepercayaan Raja memindahkan keduanya ke tempat persembunyian yang hanya diketahui oleh Raja serta beberapa orang kepercayaan, bahkan empat orang tabib pun dibawa ke dalam ruangan itu dengan kondisi mata tertutup untuk menjaga kerahasiaan tempat.

TAMAT - Princess Lan HuaWhere stories live. Discover now