12. Promise

253 58 0
                                    

Jeongin kelelahan mengekori Jisung yang sejak tadi tak henti memeriksa setiap ruangan yang ada di dekat UKS. Walau bergandengan, ia tetap harus memacu langkahnya agar bisa menyamai langkah Jisung, jika tidak, ia bisa terseret-seret di sepanjang jalan sangking cepatnya pria itu berlari.

"Kak, gak bisa istirahat dulu?"

"Nanggung, tinggal dua ruangan lagi yang belum kita cek." jawab Jisung tanpa menoleh.

Saat membuka pintu ruangan paling ujung, tak ada kejanggalan di mana pun. Namun ketika Jisung dan Jeongin menyerukan nama Hyunjin atau pun Chan, ada seseorang yang menjawab dari luar jendela.

"Gue di sini, tolongin gue!" Pekikan keras diiringi rintihan terdengar.

Seketika itu juga, Jisung teringat pada Hyunjin yang terakhir kali berada di ketinggian. Tapi ia tak percaya begitu saja. Walau suara tersebut mirip seperti Hyunjin, Jisung tetap berjalan paling depan dengan sebilah besi di tangannya.

Saat melihat ke bawah, akhirnya keduanya bisa sama-sama bernapas lega melihat orang itu benar-benar Hyunjin.

"Huft, gue pikir lo udah terjun, Jin." kata Jisung, sembari susah payah menarik pria itu ke atas. Ditolong pula oleh Jeongin dengan sisa tenaganya.

Setelah berhasil menapak, Hyunjin membersihkan kedua tangannya. Wajahnya terlihat belum lega. "Chan dalam bahaya. Kita harus cepet tolongin dia."

Mereka mengangguk setuju, kemudian menghampiri satu-satunya ruangan sempit yang belum mereka kunjungi. Setelah membuka, dan memasukinya, atensi mereka terpusat pada kipas angin berjeruji yang mati. Ruangan berwarna merah itu sebelumnya sangat membingungkan, tapi akhirnya mereka tetap fokus mencari Chan yang entah berada di mana.

Seketika, semua sibuk mencari. Hyunjin membagi bagian ruangan yang harus diteliti, sehingga mereka terpaksa harus berpencar. Namun, tak perlu banyak waktu untuk mencarinya, karena saat Hyunjin melewati bilik, ia melihat setengah kaki Chan menyembul dari balik sana.

Namun tak seperti yang diharapkan, Chan telah tewas karena dua luka tembak di dadanya. Mata yang terbuka itu ditutup pelan-pelan oleh Hyunjin dengan air mata. Jisung dan Jeongin pun ikut datang menghampiri setelah dipanggil.

"Apa harus begini?" lirih Jeongin tak mempercayai kenyataan di depannya. Ia tertunduk lemas, menahan air matanya. Jisung hanya bisa mengusap punggungnya, walau sebenarnya ia juga hancur.

Hembusan berat terdengar. Pria bermarga hwang dengan mata sipit itu meraih tangan Chan untuk digenggam. "Seandainya lo tetep ada di sisi gue saat itu, Kak."

Luka robek di tulang pipinya tak terasa sakit sama sekali sejak melihat Chan pergi.

Terlepas dari semuanya itu, sudah lama mereka merenung di dekat mayat Chan, sekaligus menenangkan Jeongin yang sedari tadi terisak. Semuanya seperti melebur begitu saja, bahkan saat semua teka-teki belum sempat terjawab.

Lengan milik Hyunjin, yang dihiasi gelang rantai dengan urat-urat menyembul di punggung tangan, tiba-tiba mengepal keras. Mata yang sangat dingin itu memandang lurus. "Kita harus cari dan bunuh pelakunya!"

"Siapa pun itu, dia harus mati." tegas Hyunjin menyambung kalimatnya.

Ia membopong mayat Chan bersama kedua temannya ke UKS. Namun kejutan benar-benar menanti mereka. Mayat Minho yang terbujur kaku dengan bekas luka cekikan yang sudah membiru di leher kembali membuat dada mereka sesak. Bahkan, Jeongin terjatuh di dekat mayat Minho karena kakinya sangat lemas.

Ketika itu juga, Guru Ekskul mereka muncul dari pintu dengan sebuah piala di tangannya. Tentu saja itu piala untuk Lee Minho yang menempati juara pertama dalam perlombaan piano, namun sayang, senyumnya luntur ketika melihat muridnya mati secara mengenaskan.

LiveD | Stray Kids ✔️Where stories live. Discover now