02. Book

351 76 7
                                    

Jisung lanjut memejamkan mata, dan menyandarkan tubuhnya di kursi Bus. Menunggu di halte ditambah pulang dari pemakaman membuatnya kelelahan. Dan mungkin, tidur sebentar selama perjalanan dapat mengurangi rasa kantuknya sebelum sampai di kediaman Seungmin.

Seandainya tadi Felix tak berbuat ulah, mungkin mereka tidak perlu repot-repot datang ke sana untuk berbelasungkawa. Sebal rasanya menunggu Felix disidak tapi tak juga merubah sikapnya.

Tak cukup sampai di situ, kini, telinga Jisung kembali dipenuhi oleh serapah Felix. Raut wajahnya masih menyimpan amarah, tak terima dengan kelancangan siswa yang sudah berani melaporkannya.

"Heran gue, berani-beraninya si culun laporin gue. Dia mau mampus ya?"

Felix menggelengkan kepala sebelum melanjutkan perkataannya. "Tunggu aja besok, gak akan gue kasih ampun dia."

"Lo juga sih, Lix, udah dibilang jangan buat onar. Kita jadi gak bisa dateng ke acara pemakamannya, 'kan." oceh Changbin yang satu kursi dengannya.

"Kok gue? Ya jelas salah si cupu lah. Ngapain pake nyolot ke gue."

"Cih, susah ngomong sama kepala batu."

"Masih mending, dari pada lo, kepala ubur-ubur, lembek."

"Udah, udah!" lerai Chan yang kebisingan.

Di satu sisi, Jisung bersyukur tidak duduk di sana. Tak kebayang bagaimana pusingnya Changbin yang harus mendengar omong kosong Felix sepanjang jalan. Siapa yang tahan adu mulut dengannya? Mendengarnya saja pusing.

Jisung menoleh ke luar jendela, melihat daerah yang terlihat masih jauh dari rumah Seungmin. Itu kabar baik, tapi sayangnya, Jisung tak dapat melanjutkan tidurnya lagi.

Ia mengedarkan pandangan pada Hyunjin yang duduk di sebelahnya, lalu mencabut earphone yang terpasang di salah satu telinganya tanpa permisi. Sontak, pemuda itu pun langsung terbangun dari sandarannya karena merasa terganggu.

"Mau ngapain?"

Jisung hanya menunjukan earphone yang tengah digenggamnya dengan isyarat, kemudian memasangkan alat itu di telinganya. Ia penasaran dengan apa yang sejak tadi didengar Hyunjin hingga bisa setenang itu.

Awalnya, ia pikir itu sebuah alunan musik sendu yang sangat indah, tapi ketika didengar, seluruh bulu kuduknya mendadak berdiri. Dengan spontan, Jisung mencopot earphone itu, lalu duduk menjauh dari Hyunjin.

"L-lo, ngapain dengerin lagu setan? Lo nganut illuminati?"

Hyunjin tertawa sambil mencopot earphone miliknya dengan santai. "Apa sih? Kok mikirnya jadi ke sana? Ya enggaklah, ya kali."

"Akhir-akhir ini gue tertarik sama lagu-lagu berbau mistis. Kayak ada sensasi tegangnya gitu." sambung Hyunjin lagi, menggoda Jisung yang ketakutan.

Jisung menggeleng, ekspresinya tak main-main. Ia benar-benar ketakutan. "Gila lo, gila."

Hyunjin tanpa peduli kembali mendengarkan lagunya. Sementara Jisung sudah kalang kabut bertukar tempat dengan Chan.

Masa bodo jika Hyunjin mengatainya penakut. Sejak kecil, Jisung memang sensitif dengan hal-hal berbau mistis. Lagipula, apa yang bisa dinikmati dari lagu seram?

Sebenarnya, bukan hal baru lagi bagi mereka melihat kebiasaan aneh Hyunjin, tapi untuk sekarang Jisung merasa risih mendengarnya. Bagaimana kalau arwah Seungmin tiba-tiba muncul karena lagu itu? Atau bagaimana jika petaka menimpa mereka? Jujur saja, Jisung takut hal itu terjadi.

Setelah menempuh perjalanan cukup lama, akhirnya mereka turun dari Bus dan berjalan memasuki Gang. Dari situ, Jeongin bisa melihat kediaman Seungmin yang masih dipenuhi oleh orang-orang berpakaian hitam. Bendera kuning dan karangan bunga menghiasi pelataran rumah itu. Tenda dan kursi-kursi yang sudah terlihat me-lenggang juga masih berbaris rapih.

Seketika, tatapan Jeongin kembali sendu. Kesedihan yang dicurahkan di pemakaman tak cukup membuatnya lega.

Di dalam, terlihat ibu Seungmin masih menangisi kepergian anaknya meski sudah dimakamkan. Suaminya sejak tadi hanya bisa mengusap bahu istrinya, berharap bisa sedikit tenang.

Ketujuh pemuda itu saling melempar pandang, lalu menunduk. Berulang-ulang mereka seperti itu, sembari memperhatikan foto-foto Seungmin semasa hidupnya, yang terpajang di dinding.

Hingga akhirnya Chan memberanikan diri untuk buka mulut. "Om, Tante, kami turut berduka cita atas kepergian Seungmin."

"Seungmin belum meninggal 'kan, Pah? Berhenti ucapin kalimat itu!" bentak ibu Seungmin sambil menangis. Suaminya terpaksa mengangguk, lalu mengusap rambut wanita itu agar tenang.

Merasa tak enak, pria kepala tiga itu mengajak mereka semua mengobrol di belakang rumah.

"Maafin istri saya ya, maklum, Seungmin satu-satunya anak kami."

Chan dan yang lain menganggukan kepala, lalu tersenyum.

"Kami ngerti, Pak. Gak ada yang gak kehilangan Seungmin. Semuanya sayang dia." ucap Chan, membuat salah satu tangan pria itu mendarat di bahunya. Sementara satu tangannya lagi mengeluarkan sebuah buku yang ternyata sudah dibawanya sejak tadi. Hanya saja mereka tak memperhatikannya.

"Istri saya menemukan buku ini waktu Seungmin bunuh diri. Saya yakin, buku ini berkaitan dengan kematiannya. Sekarang, kalian boleh mengambilnya." terangnya, lalu menyodorkan buku itu pada Chan.

"Gak perlu, Pak. Bapak yang lebih berhak menyelidikinya."

Pria itu menggeleng, menolak Chan yang berusaha mengembalikan buku itu padanya. "Saya sudah ikhlas, Nak."

Chan beralih menatap yang lain, meminta pendapat mereka tentang buku itu. Alih-alih ngeri, semuanya justru menyetujui dan antusias untuk mengungkap kematian Seungmin. Kecuali Jeongin yang hanya diam dengan tatapan tak berarti.

"Maaf, saya izin ke Toilet dulu ya, Pak." sela Jisung tiba-tiba, kemudian pergi.

Di sampingnya, Changbin sibuk mengamati Chan yang seperti berbicara dengan orang lain. Mulutnya berkomat-kamit mengucap sebuah kata yang tak terdengar.

Minho yang sadar apa yang sedang diperhatikan Changbin, ikut memandang ke sana.

"Chan kenapa?" batinnya bingung.

Chan menghentikan tingkah anehnya ketika Jisung sudah kembali, tiba-tiba Jeongin limbung. Beruntung ia sigap menahan, sehingga Jeongin tak sempat terjatuh. "Lo kenapa?"

Jeongin meringis, memegangi dadanya. "Gak tau, dari kemaren, jantung gue sakit."

"Ya udah, gue bawa Jeongin ke dokter dulu ya, kalian pulang duluan aja." pamit Chan, lalu menghentikan taksi yang lewat--setibanya mereka di luar komplek.

***






















Votmentnya juseyooo (?)

LiveD | Stray Kids ✔️Where stories live. Discover now