LBS-14

1.9K 470 76
                                    

Butuh sumbangan komen dan vote yang banyak biar semangat, Kakak.

🖤
🖤
🖤
Pada pandangan pertama, aku terpana.

🔥

Tindakan Irish kemarin sangat di luar batas. Dia tahu dirinya keterlaluan, tapi tak bisa menahan gelak tawa ketika sadar bahwa dia telah membalas sakit hatinya pada Atala. Menampar dan menendang titik vital Atala secara tiba-tiba, Irish bersyukur laki-laki itu tidak sampai pingsan.

Sekejam-kejamnya Irish, tentu dia masih punya nurani. Dengan sedikit perasaan bersalah setelah puas tertawa, dia menanyakan apakah Atala baik-baik saja. Jawaban laki-laki itu sukses membuat Irish melayangkan satu tendangan di betis.
“Selama kamu senyum dan ketawa, sakit kayak gini bukan apa-apa.”

Coba katakan, bagaimana Irish tidak geram pertanyaan seriusnya dibalas gombalan?
Meninggalkan apa pun yang terjadi kemarin, Irish menyambut hari ini dengan senyuman. Dia menyapa ramah pada Rasti dan dua pegawai lainnya. Setengah hari Irish berkutat dengan laporan penjualan yang selama dua bulan ternyata mengalami penurunan.

Memang tidak lebih dari 6%, tapi bagi Irish itu sangat berarti. Beberapa kali dia menuangkan kemungkinan penyebab penurunan di selembar kertas, lalu mendesah panjang. Otaknya mendadak buntu menemukan ide segar atas perbaikan yang harus dia lakukan.

Berbekal sebuah pena dan buku, Irish duduk di salah satu meja toko. Segelas minuman dingin juga dia pesan pada Rasti untuk menemaninya mengevaluasi layanan yang selama ini Jedaa beri pada pelanggan. Haruskah dia berinovasi menu? Kalau dipikir-pikir, Irish memang sudah lama tidak mengeluarkan varian minuman baru.

Irish fokus menulis, tanpa menyadari seseorang duduk di depannya dengan berpangku tangan. Lima menit kemudian gadis itu baru merasa tengah diperhatikan. Diangkatnya wajah, lalu sebuah senyuman hangat menyambutnya.

“Hai, Bel Kring Kring. Makan siang, yuk!”

Setelah apa yang terjadi kemarin, Irish mengira Atala telah menyerah. Salah besar. Laki-laki itu meski sudah mendapat dua tamparan, satu tendangan di bawah pusar, dan satu tendangan di betis, ternyata niatnya tidak memudar. Bagaimana dia duduk dengan wajah semringah telah membuktikan kalau pembalasan Irish kemarin bukanlah apa-apa.

“Aku sibuk, At. Kamu aja sana yang makan.”

“Biarpun sibuk harus tetap makan, dong. Kalau kamu sakit gara-gara nggak makan, siapa lagi yang nyakitin aku kayak kemarin?”

Astaga.

Irish kehilangan kata-kata. Hanya helaan napas panjang yang terdengar, terlalu enggan menanggapi cengiran menyebalkan Atala. Baru saja gadis itu hendak menulis, buku itu ditarik Atala. Karena gerakan yang cepat dan tiba-tiba, Irish tak sempat menghalau tindakan laki-laki itu.

“Balikin, At.”

“Jedaa punya kamu pribadi dan omsetnya lagi menurun?”

Sudah ketahuan, mau menyangkal pun akan percuma. Jadi, Irish mengangguk pasrah.

“Hebat, Rish. Cita-cita kamu dulu punya usaha sendiri biar bisa buka lapangan kerja buat orang lain terwujud, ya.”

Tatapan penuh bangga dan senyum tulus Atala tak bisa Irish sangkal. Perlahan-lahan wajahnya menghangat, sedikit terkejut bahwa ucapannya bertahun-tahun lalu masih Atala ingat.

“Setelah kuliah, kamu udah ada bayangan mau kerja apa?” tanya Atala hari itu.

“Aku pengen banget buka usaha sendiri, At. Jadi bos untuk usahaku nanti. Bisa nyiptain lahan kerja untuk orang lain. Nggak berharap tinggi usahaku langsung besar. Merintis dulu yang awalnya cuma punya karyawan satu atau dua juga nggak masalah.”

Love Blooms Slowly(Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang