LBS-16

1.7K 494 63
                                    

Minta tanda cinta yang banyak dong, Kakak.

🖤

Tepatnya entah sejak kapan, aku mulai egois. Tetap menginginkan walau kamu kubuat menangis.

Ini bukan cinta, karena kuyakin kebersamaan kita terlalu sedikit. Tapi mengapa ketika melihatmu bersamanya, aku ingin menjerit?

🔥

Tak peduli pada larangan Irish kemarin, Atala tetap mendatangi Jedaa. Sayangnya, Danu memberi kabar buruk. Irish tidak datang ke Jedaa sedari pagi. Atala lantas berpamitan dan mendatangi rumah Irish. Kali ini dia benar-benar melakukannya, setelah beberapa hari lalu hanya bisa menyimpan rapat keinginannya semata-mata demi menjaga privasi Irish. Sekarang dia tak perlu menahan diri lagi. Irish berusaha menghindar, tapi Atala setia memupus jarak.

Laki-laki itu memandangi sebuah gerbang dengan celah yang tetap membuat Atala bisa melihat ke dalam sana. Terparkir sebuah motor di garasi, sisanya tak ada hal menarik lagi. Pintu rumah tertutup,  gerbang juga digembok. Atala menatap ponselnya, memastikan alamat yang dia dapat dari kepala lingkungan setempat tidaklah salah.

Alamatnya benar, tapi rumah itu tidak menunjukkan keberadaan seseorang. Beberapa kali Atala memanggil nama Irish, hanya senyap yang ada. Ke mana Irish? Di Jedaa tidak ada, di rumah pun tidak ada. Ke mana lagi Atala harus mencari?
Tidak kehabisan akal, Atala menghubungi nomor yang tertera pada kartu nama Irish. Bibirnya tertarik kala seseorang dari seberang sana menerima panggilannya.

“Rish, kamu di mana? Aku cari di Jedaa kamu nggak ada. Aku cari—”

“Atala?”

“Ya, Rish. Kamu di—”

Panggilan terputus sepihak. Tidak menyerah, Atala melakukan panggilan lagi. Nahasnya, ponsel Irish mati. Irish terlihat sungguh-sungguh menghindari Atala.

Kacau!

Laki-laki itu masuk ke mobil, menyandarkan tubuh dan mendongakkan wajah. Atala sedang mencari kemungkinan keberadaan Irish. Rumah Dara? Atala tidak tahu di mana rumah perempuan itu. Tempat favorit Irish? Atala bahkan baru beberapa kali menemui Irish. Mana sempat dia bertanya tempat-tempat yang sering dikunjungi gadis itu.

Ketika pikirannya masih menerka-nerka, Atala dikejutkan dengan kemunculan si putih ramah dan si merah berekor. Atala versi mini melayang di sisi kanan serta kiri.

“Ngapain, sih, capek-capek nyari dia? Udah mantan. Nggak penting banget.” Si Merah menampakkan wajah tidak suka.

“Justru karena dia mantan yang udah kamu sakiti, kamu emang harus berjuang, At. Nggak lupa, ‘kan, gimana kamu ninggalin dia dulu?” Si Putih membela.

“Atala udah minta maaf. Irish udah maafin. Urusan udah selesai!” Tak ingin kalah, Merah mengemukakan alasan yang sesuai dengan kenyataan.

“Betul urusannya udah selesai. Tapi sebagai manusia yang baik dan mantan berakhlak, wajar aja kalau mau nebus kesalahan.”

“Basilah. Dulu pas ninggalin apa mikirin Irish? Sekarang sibuk-sibuk nyariin, dia juga nggak peduli. Terus buat apa capek-capek? Ragi, tahu!”

“Hah! Kacau!”

Atala berucap keras, melenyapkan keberadaan dua versi mini dirinya yang menambah kepenatan. Salahnya memang meninggalkan Irish tanpa rasa, bahkan menganggap segalanya baik-baik saja. Ketika dia ingin memperbaiki, Irish memperingatkan bahwa itu adalah percuma. Seolah-olah Atala tak pantas diberi kesempatan kedua. Seakan-akan waktu tak akan lagi jadi milik mereka berdua.

Love Blooms Slowly(Sudah Terbit)Where stories live. Discover now