Extra Scene

893 106 12
                                    

“Lho, ada tamu lagi, Ayah? Bunda bikinin minum dulu.”

Rahma—ibu Irish yang baru keluar dari kamar tersenyum pada Atala.

“Nggak usah, Tante. Saya di jalan udah minum tadi. Saya datang ke sini karena ada hal penting yang harus saya katakan. Kalau nggak keberatan, boleh saya minta tolong Tante untuk duduk juga?”

“At, please, kita ngobrol berdua dulu.”

“Nggak, Irish. Aku udah terlalu banyak membuang waktu.”

Rahma duduk di samping Irish, matanya menyipit mendengar percakapan sang anak. Dwija tidak berkomentar lebih, hanya menyuruh Atala mengutarakan maksud kedatangannya.

“Sebentar. Kamu ini yang pernah jemput Irish ke rumah, ‘kan, sewaktu Irish masih SMA? Kamu—”

Rahma menghentikan ucapannya, mulai meraba-raba situasi macam apa yang sedang dia hadapi.

“Ya, Tante. Itu saya. Dan delapan tahun lalu, saya yang menghamili Irish. Saya laki-laki pengecut itu. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya.”

Selain desisan panjang dan resah Irish, tidak ada lagi suara lainnya di ruangan itu. Rahma membekap mulut, air matanya seketika merebak. Irish memelas, masih berusaha untuk mencegah Atala bicara lebih banyak lagi. Laki-laki itu jelas tegang bercampur ekspresi pasrah, tapi niatnya tidak gentar sedikit pun walau telah mendeteksi adanya kericuhan sebentar lagi. Irish ingin memaki, menyadarkan Atala bahwa semua ini hanya akan berdampak buruk untuk Atala.

“Saya tahu udah sangat terlambat. Tapi kedatangan saya kali ini dengan niat tulus ingin menjadikan Irish istri saya, membahagiakan dia dengan semua hal yang saya punya. Saya akan melakukan semuanya, membayar sakit hati Irish dengan seluruh hidup saya.”

Isak Rahma mulai terdengar. Atala menjadi pusat perhatian, menjadi sumbu yang telah menyebarkan api di ruangan itu. Irish ngeri memikirkan apa yang bisa ayahnya lakukan saat ini. Wajah tanpa ekspresi Dwija bukan berarti tenang, Irish sangat tahu itu.

“Udah bicaranya?” tanya Dwija tenang.

Irish selalu mengagumi ketenangan sang ayah, kobaran emosi bisa disimpan dengan baik oleh Dwija sampai waktunya tepat untuk dikeluarkan. Meski usia tidak lagi muda, Dwija memiliki fisik yang bugar. Kedua lengannya memiliki otot-otot yang bisa dipamerkan. Dan saat ini Irish ketakutan jika otot-otot itu menunjukkan eksistensinya dan bukan hanya sekadar pajangan.

“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Irish, Om, dan Tante mengalami kesusahan karena saya.”

Penyesalan jelas menyelimuti Atala. Wajah lelahnya, bibirnya yang memucat, sangat menunjukkan dia sedang tidak baik. Irish tidak mampu berkata-kata. Atala selalu begitu, selalu berbuat sesukanya bahkan kali ini tidak memikirkan betapa bahayanya keadaan di sana.

“Irish, saat kamu mengaku hamil dan meminta Ayah menerima anak itu, kamu berjanji akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahanmu ke Ayah dan Bunda. Kamu ingat janji itu?”

Anggukan Irish menjadi jawaban untuk Dwija. Ayah dan anak itu tidak saling berhadapan, tapi Irish mulai menerka-nerka bagaimana kelamnya tatapan Dwija saat ini. Melihat Atala yang duduk di seberangnya, tersenyum, Irish hanya menggeleng. Pandangan itu Irish artikan bahwa Atala akan baik-baik saja, akan menerima segala konsekuensinya malam ini.

“Kalau begitu, Ayah tagih janji itu, Irish. Kamu diam, jangan coba bergerak dari posisimu.”

Telinga Irish berdengung, kejadiannya terlalu cepat untuk Irish pahami. Teriakannya tertahan di kerongkongan saat perut Atala dipukuli beberapa kali, dijatuhkan ke lantai, diduduki, lalu diberikan pukulan bertubi-tubi pada wajah. Irish mati rasa untuk beberapa saat. Dwija membabi buta, walau Rahma berteriak untuk menghentikan tindakan itu. Dan di antara kaburnya pandangan Irish sebab air mata yang mengalir deras, dia sempat melihat senyum Atala. Laki-laki itu pasrah dipukuli, walau memiliki kemampuan untuk membalas.

“Bertahun-tahun lalu saya nyaris gila karena anak saya hancur. Seorang ayah menangis setiap malam karena putrinya menanggung penderitaan besar. Apa yang kamu lakukan saat itu? Meniduri perempuan lain, hah?!”

Darah mengalir dari hidung dan sudut bibir Atala. Kegilaan Dwija seolah-olah tak berujung. Kemarahan dalam tatapan dan penekanan setiap katanya sangat jelas. Irish menangis lebih keras dan menjerit saat Dwija belum juga puas melampiaskan emosi terpendamnya selama bertahun-tahun. Rahma berusaha menarik sang suami, tapi gagal, malah dia hampir terjatuh.

“Bajingan kecil. Tanpa malu kamu datang ke sini, meminta anak saya sebagai istri. Bertahun-tahun lalu kenapa kamu meninggalkan dia, hah?!”

Satu pukulan lagi. Atala hanya mendesis, walau rasa sakit di seluruh wajahnya tidak terdeskripsikan lagi. Perutnya juga sakit karena Dwija sengaja menekan dengan kekuatan penuh.

“Saya salah, Om. Maaf,” bisik Atala.

“Ayah, udah Ayah! Irish mohon!”

Tahu apa yang paling menyakitkan? Ketika kamu berdiri di antara dua pihak, tapi kamu tidak bisa memilih salah satu. Karena serakah, karena ada perasaan yang besar di hati, dan karena tidak sanggup untuk melukai salah satunya.

“Ayah! Irish akan lakuin apa aja! Ayah berhenti, Ayah!”

Gadis itu menjerit dalam pelukan sang ibu, menangis tersedu-sedu. Apa pun akan Irish lakukan asal Atala berhenti dipukuli dan dibiarkan hidup setelah ini. Apa pun.

“Kamu dengar? Anak saya bahkan masih memohon demi kamu.”

Kerah kemeja Atala dicengkeram Dwija, menariknya hingga tubuh itu sedikit terangkat. Atala menoleh ke Irish, menyunggingkan senyum demi menenangkan gadis itu. Lebam dan darah di wajahnya seakan tidak berarti apa-apa. Irish kian tersayat dan menangis lebih keras. Sang ibu mengusap-usap punggungnya, tidak berkata apa pun karena tahu tidak ada artinya.

Satu tangan Dwija terangkat, bersiap melayangkan pukulan lagi di wajah Atala. Namun, suara Irish menghentikannya, lalu dengan segera dia turun dari tubuh Atala dan menghubungi seseorang untuk mengurus tubuh yang lemah itu. Dwija keluar rumah, menunggu kedatangan seseorang di halaman.

Tangis Irish menjadi-jadi, hatinya terluka dalam. Ketika tatapannya dan Atala terajut, Irish tahu telah melukai Atala juga. Akan tetapi, dia tidak punya pilihan lain. Keselamatan Atala yang terpenting saat ini. Maka, dengan bibir yang bergetar hebat tadi Irish berkata, “Ayah tolong berhenti mukulin Atala. Irish janji nggak akan ketemu dia lagi. Irish bersedia dijodohkan sama Daniel.”

🔥

Mau kasih kabar, kalau LBS resmi open PO. Di buku ada 14 bab tambahan dari yang pernah aku share. Kuy hubungi reseller karos langgananmu buat dapetin gift brosnya!

 Kuy hubungi reseller karos langgananmu buat dapetin gift brosnya!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Love Blooms Slowly(Sudah Terbit)Where stories live. Discover now