LBS-27

1.9K 405 163
                                    

Jika kamu ragu, tutup saja matamu, dengarkan apa yang hati mau.

🔥

"Ada tempat makan yang lain, 'kan? Kenapa harus di sini?"

Baru duduk, Atala sudah mengeluh. Pasalnya, Rama dan David memaksanya datang.

"Niat kita baik, Bro. Lu, kok, sensi banget kayaknya sama Kimberly? Makan di sini juga dapat diskon kita. Nggak rugi. Ya, 'kan, Ram?"

"Yoi, Vid. Si Atala aja nggak tahu diri dideketin cewek malah kabur."

Atala menyugar. Lalu mengambil buku menu. Tangannya melambai pada pegawai restoran setelah tahu apa yang hendak dipesan. Namun, yang menghampirinya adalah Kimberly. Gadis kelahiran Jakarta yang selama setahun belakangan menunjukkan ketertarikan secara nyata pada Atala. Tidak ada yang kurang dari gadis itu, fisiknya pantas diberikan nilai sempurna. Tinggi semampai, bibir tebal menggoda, rambut pirang sebahu, dan wajah bulenya yang menurun dari gen sang ayah. Sayangnya semua hal itu tidak cukup untuk membuat Atala mempertimbangkan Kimberly.

"Hai, At. Hari ini ganteng kayak biasa, ya. Mau pesan apa, nih?"

Rama dan David menahan senyum mendengar pujian Kimberly yang kelewat terus terang.

"Chicken katsu sama air mineral botol aja, ya. Thanks, Kim."

Mulut Kimberly terbuka, seperti akan bicara lagi, tapi Atala yang segera mengalihkan pandangan membuat gadis itu undur diri dengan sedikit kecewa.

"Tega banget lu, At."

"Gue nggak suka, Vid."

"Buat aku aja gimana?"

"Ambil, deh, Ram. Biar bini lu di rumah bisa buang semua baju-baju lu."

Ketiganya tergelak. Mereka mengobrol santai, membicarakan tentang perempuan, pekerjaan, kelab malam terbaru, dan entah apa lagi. Makanan Atala datang, kali ini yang membawakannya pun Kimberly. Gadis berkulit putih itu tidak segan tersenyum lebar dan meminta Atala sering-sering datang ke situ.

"Yah, lama-lama gue paham, sih, kenapa Atala nggak nanggepin Kimberly."

David bersuara ketika mereka sedang makan dengan khusyuk.

"Terlalu terang-terangan?" tebak Rama.

"Iya. Atala udah ngasih sinyal nggak suka, tapi Kimberly tetap aja maksa deket. Itu bikin risih kalau dipikir-pikir."

"Namanya juga usaha, Vid. Wajarlah mati-matian."

Tidak berniat menyela, Atala memilih jadi pendengar yang baik kali ini.

"Ya, bener juga. Tapi harusnya mempertimbangkan kenyamanan Atala. Udah setahun, 'kan? Atala nggak nanggepin, mundur aja harusnya. Males kali dikejar-kejar sama orang yang nggak kita suka."

"Siapa tahu setelah dikejar terus, Atala nyerah," Rama menyahut.

"Buat apa kalau nyerah dan nerima perasaan orang lain karena terpaksa? Nggak langgeng hubungan yang kayak gitu."

Atala terbatuk beberapa kali. Rama yang duduk di sebelahnya segera berdiri, menggeser tubuh Atala agar lebih mudah untuk ditepuk sebagai penanganan pertama tersedak. Ketika batuknya sudah berhenti, barulah dia meraih botol air mineral. Wajahnya kaku seolah-olah baru saja mengalami hal menakutkan.

"Kesedak karena mikirin apa lu?"

"Jadi dikejar terus-terusan itu nggak nyaman, ya," gumamnya lebih pada diri sendiri.

"Somplak ni anak. Ya lu nggak nyaman dikejar terus sama Kimberly, 'kan? Pakai tanya lagi."

"Otaknya rada-rada sejak jadi duda, Vid."

Love Blooms Slowly(Sudah Terbit)Where stories live. Discover now