piket.pdf

6.5K 466 53
                                    

Mendapat jadwal piket hari Jumat itu berarti sial.

Ibaratnya, kayak kamu harus membersihkan sisa-sisa murid lain dalam satu minggu sekolah. Sekali pun jadwal piket berjalan setiap hari, tetap saja yang dapat terakhir paling sial karena tidak semua orang yang piket di hari-hari sebelumnya itu membersihkan dengan baik.

"Aku ekskul dulu," kata Jay sambil melangkah keluar kelas--mengabaikan Jungwon yang berniat mencegahnya dengan menahan tali ranselnya. "Aku janji piket, kok! Kalau kamu gak percaya, nanti aku video call pas lagi piket biar kamu liat sendiri!"

"Beneran ya?!" Jungwon berhenti mengejar langkahnya. "Kalau nggak, aki tagih denda, lho!"

"Iya!"

Akhirnya, Jay keluar dari kelasnya untuk ikut ekskulnya--ekskul tari.

.
 
 

Jay tidak punya alasan untuk tidak piket sejujurnya. Dia tidak alasan untuk melarikan diri.

Maka dari itu, seusai dia menari (hari ini tari tradisional. Jay tidak pernah malu menari tradisional, hanya saja badannya selalu terasa lebih lelah ketimbang menari tari modern), Jay langsung pamit untuk kembali ke kelasnya.

Di perjalanan menuju kelasnya, Jay menelepon Jungwon.

Sampai lima panggilan tidak diangkat juga. Jay berdecak.

Ketua kelasnya itu memang benar-benar merepotkan. Bisa-bisanya.

"Cause tonight I'm feeling like an astronaut,
Sending SOS from this tiny box,"

Langkah Jay terhenti ketika ia mendengar suara orang bernyanyi di dalam kelasnya. Suaranya tidak asing, tetapi Jay tidak tahu suara siapa yang menyanyi. Dia memang tidak pernah begitu menghapal suara-suara temannya.

Takut menganggu, Jay melangkah dengan pelan lalu mengetuk pintu.

"Eh." Jay menghentikan langkahnya ketika mengenali siapa yang bernyanyi. Seorang pemuda berambut gelap, tubuh ramping, dan bahu sedikit sempit. "Heeseung."

Heeseung, si penyanyi tadi yang tengah mengelap kaca jendela, pun terdiam. Matanya menatap lekat Jay dari balik kacamata bulatnya yang terpasang.

"O-Oh, halo Jay." Pemuda itu menyapa balik dengan kikuk. Tangannya masih di permukaan kaca kelas. "Belum p-pulang?"

Jay menggeleng. "Gue belum piket."

Heeseung hanya mengangguk lalu kembali melaniutkan kegiatannya.

Jay tidak ingat bahwa ia dan Heeseung satu jadwal piket, tetapi sejak kapan Heeseung mengingat jadwal orang lain? Toh, dia bukannya tidak menerima Heeseung, kok. Dia hanya tidak mengira saja bahwa dia akan satu jadwal dengan seorang Lee Heeseung.

Lee Heeseung, pemuda itu sedikit pemalu namun Jay sesekali mendengar suaranya tertawa di belakang kelas ketika mengobrol dengan teman-temannya. Mereka tidak terlalu dekat, tetapi tidak ada masalah di antara mereka.

Dia tidak menduga pemuda yang tidak banyak tingkahnya di kelas itu memiliki suara yang indah.

 
.
 
 
Di minggu berikutnya, jadwal ekskul tari dipindahkan di hari Sabtu sehingga Jay tidak punya alasan untuk tidak piket lebih dulu.

Tidak masalah. Dia tidak membenci kegiatan bersih-bersih.

Beberapa temannya yang sejadwal piket dengannya menganggap piket itu beban. Sialan mereka itu.

Mereka tidak membersihkan apapun, mereka hanya mengangkat sampah dari kolong meja mereka dan teman sebangku mereka lalu membuangnya di tempat sampah. Tidak ada sampah yang dibuang dan tidak ada debu yang hilang.

Restricted.exe • All x HeeseungWhere stories live. Discover now