pretty, prettiest.wav

3K 252 26
                                    

Seisi semesta harus tahu betapa cantiknya Lee Heeseung bagi seorang Yang Jungwon.

Ketika mereka disejajarkan, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa keduanya sama cantik dan menggemaskannya. Jungwon tidak mempermasalahkannya, dia hanya menoleh ke Heeseung yang wajahnya memerah malu karena semua pujian yang dilayangkan kepadanya. Mereka berdua memang cantik, semua menyadarinya. Akan tetapi, tidak semua sadar kalau Jungwon tidak sekadar cantik--dia tangguh dan berbahaya.

Selagi bercanda di atas sofa, dengan satu kaki Heeseung naik ke tengah paha Jungwon secara santai, Heeseung bilang, "kau bisa mematahkan tulang siapa pun bila kau mau. Kau yang terbaik."

Pujian seperti itulah yang berhasil menyentuh hati Jungwon. Bahkan jikalau pujian itu hanyalah sebagai omongan manis Heeseung untuk minta dipijit kakinya oleh Jungwon. Lagi-lagi Jungwon tidak masalah.

"Siapa yang terbaik~?" goda Jungwon setelah dia selesai memijit dan memutuskan menggelitiki telapak kaki Heeseung.

Heeseung tertawa keras karena menahan geli. Pemuda yang lebih tua itu menggeliat minta dilepaskan, tetapi Jungwon tidak semudah itu. "Lepas, Jungwon! Ini geli, hahaha!" tawa Heeseung, masih menggeliat penuh usaha.

"Jawab dulu siapa."

Mata Heeseung yang bulat dan bersinar itu menatap lucu tepat di mata Jungwon sebelum dia tersenyum. Manis sekali. Cantik. Wajarlah semesta harus mengetahuinya.

"Yang Jungwon!"

.

.

.

Menggenggam tangan Heeseung adalah hal yang mudah. Semudah bernapas. Sama mudahnya ketika Jungwon menuntunnya untuk menuruni tangga dengan pemuda yang murah senyum itu membalas sentuhan di jemarinya.

Tidak ada yang begitu spesial terjadi hari ini. Namun, opini Jungwon itu hanya berdasarkan perspektifnya.

"Membuat jasnya lebih panjang dari seharusnya adalah hal yang bagus, Hyung," tutur Jungwon lembut sambil memakai jam tangannya. Tangan Heeseung sudah terlepas dari genggamannya dan Jungwon sudah merindukan pemuda tersebut di sisinya. "Ada sisi autentiknya."

Bibir Heeseung membentuk senyum cerah. "Iya, kan? Jas sepanjang setengah lutut membuatnya akan secantik gaun. Tidak masalah sama sekali." Mata Heeseung menyipit dengan pancaran kebahagiaan yang membuat hati Jungwon terenyuh hangat. "Sangat menyenangkan melihat bajunya. Aku ingin melihat apakah bawahnya akan mengembang saat terkena angin atau berputar." Pemuda itu lanjut mematut dirinya di depan cermin panjang.

Jungwon berjalan mendekat. Selangkah, dua langkah, dan seterusnya sampai ia berdiri di belakang Heeseung.

Di atas permukaan kaca, ada pantulan mereka berdua. Jungwon tidak bisa menahan dirinya untuk tidak balas tersenyum seperti Hee sebelum dia mengambil napas pelan dan meraih tangan Heeseung.

Di dalam ruangan dengan ornamen mewah dan bertroli-troli pakaian kostum, di dalam ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua dalam satu waktu ini, Jungwon memutuskan untuk memuja Lee Heeseung lebih dalam lagi.

Tidak ada alasan untuk mundur jika ia telah melangkah sejauh ini.

"Mau lihat jas yang lain, Hyung?"

Senyum Heeseung merekah. Itu sudah lebih dari cukup bagi Heeseung

"Boleh," jawabnya. "Kau masih banyak waktu, kan?"

Tidak. Sebenarnya, tidak.

Mata besar itu menatap Jungwon dengan penuh harap. Jungwon merasa lidahnya kelu. Ia menghela napas beberapa detik kemudian sambil melihat ke arah jam tangannya.

"Ya. Silakan lihat jas yang lain, Hyung." Jungwon menyerah. "Aku sedang tidak ada pekerjaan mendesak di kantor jadi yah, silakan saja."

Ketika pemuda itu memekik kecil dan melompat ringan--menghambur untuk memeluk sang lawan bicara--Jungwon merasa bahwa momen ini seharusnya terjadi selamanya tanpa pernah berakhir.

.

.

.

Musik yang mengalun di gereja kecil ini begitu lembut. Di satu sisi, Jungwon merasa terlalu pekak di telinganya.

Dia bisa melihat betapa indahnya Heeseung di gandengan sang ayahanda. Tubuh rampingnya dibalut oleh setelan jas berwarna putih bersih, panjang jasnya hampir setengah lutut dengan banyak ornamen cantik menghiasinya. Langkahnya penuh keanggunan dalam berjalan menuju altar.

Jungwon merasa gugup dan lemas menjadi satu apalagi ketika sosok Heeseung bisa terlihat sangat jelas baginya.

Untuk beberapa saat kemudian, telinga Jungwon terasa berdenging. Tidak banyak hal yang bisa ia tangkap, tidak banyak bal yang bisa ia lihat selain betapa memukaunya Heeseung ketika veil wajahnya dibuka. Secara samar, Jungwon bisa lihat pemuda tersebut telah dipoles dengan tata rias sederhana yang tidak mengurangi pesonanya sama sekali.

" ... Ya, saya bersedia."

Satu air mata tetes dari pelupuk mata Jungwon.

Jungwon sendiri tidak tahu sudah berapa lama ia menahan seluruh perasaan nano-nano di dalam dirinya. Dia tidak tahu sejak kapan air mata tersebut ada, tidak tahu bagaimana bisa rasa sesak datang di dalam dirinya ketika Heeseung jelas tengah berbahagia di sana.

Di hadapan Jungwon, tepat hanya beberapa meter dari tempat Jungwon berdiri dengan status 'keluarga' yang jelas, pemuda impiannya tengah mencium laki-laki yang tidak perlu Jungwon tanyakan lagi perihal sosoknya.

Heeseung adalah cinta pertama Jungwon. Orang perdana yang berhasil mengajarkan warna kehidupan padanya. Orang yang berhasil memberikan perhatiannya ke Jungwon.

Hari ini, Jungwon melihat bagaimana Lee Heeseung mengikat janji sehidup semati dengan kakaknya sendiri, Yang Soobin.

"Semoga kau bahagia terus, Hyung," lirih Jungwon ketika melihat lebarnya senyum Heeseung dengan tangan yang kini bertaut dengan tangan Soobin.

"Aku mencintaimu."

Jungwon tahu dia sudah kalah sejak hari pertama.

Heeseung tetap menjadi hal terindah di hidup Jungwon, tetapi memang bemar dia tidak pernah mengatakan bahwa Heeseung tidak akan pergi dari sisi Jungwon.

Di tengah pesta yang berbahagia, Jungwon hanya menangisi hidupnya di balik dinding gereja.

It should be him.

.

.

pretty, prettiest.wav

.

.

A/N uhuy Yangseung juga akhirnya~

Makasih yang udah mau baca!

Restricted.exe • All x HeeseungWhere stories live. Discover now