uza_5.zip.pdf.webm

2K 236 57
                                    

Saat Heeseung membuka matanya dan berusaha memproses segalanya, ia mendapati wajah bundanya tengah menatapnya dengan ekspresi yang sulit digambarkan.

"B-B-Bund—"

"Jangan b-bicara dulu." Bundanya menyentuh kepalanya dengan sentuhan ringan. "Bunda panggilkan dokter dulu, ya? Tolong, hiks, tetap diam."

Heeseung mengedipkan matanya lemah. Dia juga merasa tidak punya banyak tenaga.

Ketika bundanya pergi keluar dari ruangan, Heeseung berusaha melihat ke sekeliling hanya dengan merotasikan matanya. Pandangannya masih belum jelas, tetapi dari nuansa ruangan, wanginya, dan bahkan alat-alat yang menempel di tubuh Heeseung sudah jadi penanda jelas tentang keberadaannya.

Rumah sakit.

Heeseung melirik singkat masker nebulizer yang terpasang di hidung dan mulutnya. Dadanya terasa membaik. Pernapasannya jauh lebih mudah.

Begitu pintu ruangan terbuka dan kembali menunjukan sosok ibunya dan dokter beserta perawat di belakangnya, Heeseung hanya bisa kembali memejamkan matanya.

Lelah sekali.

Dia hanya ingin beristirahat dalam waktu yang lama.

.

.

Heeseung tidak pernah ingat asal-usul kehidupannya bermula. Yang ia ketahui sedari dulu, hampir seluruh masa kecilnya dihabiskan di sebuah panti asuhan dan bersempit-sempitan dengan anak lainnya.

Tidak ada yang tahu orang tuanya. Ibu panti bilang Heeseung diselamatkan dari sebuah rumah kosong; orang tua kandungnya jelas meninggalkannya di sana. Saat Heeseung mendengar kebenarannya di usia tujuh tahun, dia hampir mengakhiri hidupnya di danau belakang panti.

Dirinya tidak berguna. Fisiknya tidak sebagus anak lain, punya asma yang kambuh di saat-saat tidak jelas, dan orang tuanya membuangnya.

Ibu panti menangis keras saat menyelamatkan Heeseung. Dia bilang, Heeseung harus berumur panjang. Wanita itu meyayanginya dan Heeseung juga amat menyayanginya. Teman-temannya di panti pun ikut menyayanginya. Atas hal itu, ia berjanji untuk hidup lebih lama.

Di usia kesepuluh tahun, malapetaka besar datang kepadanya. Ia hanya bocah biasa yang mencuri-curi waktu pulang sekolah karena berkunjung ke toko swalayan. Di perjalanan pulangnya, ketika langit sudah menggelap, tiga orang pria menculiknya dan 'menyentuh'-nya.

Asmanya akan kambuh di saat ia ketakutan. Dan saat itu, Heeseung benar-benar ketakutan.

Dia tidak ingat sampai mana ia disentuh. Yang pasti, dia merasa sakit di bagian dadanya. Heeseung menangis, berteriak, sesak, sampai bisa merasa aman karena bantuan datang dan ia pingsan.

"Sudah sadar, ya. Apa masih terasa sakit?"

Seorang wanita menyapanya dengan lembut ketika Heeseung membuka mata. Heeseung pikir dia melihat sudah di alam baka sebelum menyadari bahwa badannya masih sakit. Jika ia sudah mati, rasanya tidak mungkin sakit lagi.

Heeseung menarik napas perlahan. Dia baru menyadari ada alat terpasang di wajahnya.

Dengan perlahan, Heeseung mengangguk. Wanita itu tersenyum, tangannya mengelus halus rambut Heeseung. "Aku akan panggil dokter. Kau aman di sini, Anak Manis. Tunggu, ya?"

Ketika wanita itu pergi, Heeseung menatap langit-langit ruangan dengan mata memanas.

Kali ini, ia masih merasakan panas di matanya. Bedanya, kedua matanya terpejam selagi ia bisa mendengar ayahnya berbicara dengan dokter di dekat pintu ruangan selagi bundanya berada di sisinya.

Restricted.exe • All x HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang