uza_1.zip.pdf.webm

2.7K 257 77
                                    

Heeseung menatap bangunan sekolah di hadapannya dengan sedikit mengerjap. Bangunannya besar, meski begitu desainnya biasa saja seperti sekolah pada umumnya. Yah, sedikit lebih bagus daripada sekolah lamanya.

"Berapa uang masuk sekolah ini?" tanya Heeseung dalam gumaman kecil. "Apa ada dua kali lipat dari sekolah lama?"

Banyak siswa maupun siswi berlalu-lalang di sekitar Heeseung. Seragam yang mereka kenakan hampir sama dengan seragam yang Heeseung kenakan, bedanya hanya beberapa. Ada yang dalaman blazer-nya hanya kaus oblong biasa, ada yang sepatunya berwarna mencolok, ada yang celananya dibuat lebih ketat, ada yang roknya dipotong lebih pendek, dan banyak perbedaan lainnya.

Heeseung merasa dirinya biasa saja. Dia melirik seragamnya sendiri. Tidak ada yang ia ubah.

"Seoul memang berbeda," decak Heeseung. Ia mengangkat bahunya sendiri sebelum berjalan masuk lebih jauh ke dalam gedung.

Ya, ini hari pertama Heeseung sebagai anak baru.

.

.

"Saya Lee Heeseung, pindahan dari Namhae." Heeseung menggigit kecil pipi bagian dalamnya sambil mengedarkan pandang dengan ragu-ragu ke seisi kelas. "Umm ... Ya, itu saja."

Kaku sekali. Padahal ini bukan kali pertama Heeseung memperkenalkan diri di depan kelas.

"Baiklah." Wali kelas barunya mengambil alih. "Ada yang mau ditanyakan ke Heeseung sebagai teman baru kalian di kelas ini?"

Ada satu anak yang mengangkat tangan. Anak laki-laki, rambutnya sedikit kecokelatan.

"Can I ask one question, Sir?"

"Oh sure! Go ahead!"

Bahasa Inggris? Heeseung mendadak gatal ingin memastikan bahwa orangtuanya tidak mendaftarkannya di program kurikulum berbahasa Inggris.

Anak laki-laki itu langsung menatap Heeseung. Matanya tidak besar, tetapi juga tidak sipit. Rahangnya tegas.

"Izin bertanya Heeseung, tapi aku tidak mendengar satoori dalam bicaramu. Apakah kamu bisa berbicara dengan dialek Namhae?"

'Oh, dia pandai berbicara bahasa Korea. Kukira dia hanya bisa bicara Inggris.'

Heeseung memiringkan kepalanya sedikit dengan kening mengkerut minimal.

"Aku tidak bisa satoori," jawab Heeseung langsung. Dia di Namhae hanyalah pendatang, orangtuanya tidak ada yang asli sana.

Terdengar desahan kecewa dari beberapa penjuru kelas. Wajah mereka banyak yang berubah ekspresinya, Heeseung tidak mengerti.

Untunglah wali kelasnya menyuruhnya untuk duduk. Seperti pada umumnya, anak baru mendapat tempat duduk di belakang karena tidak ada tempat lain. Klise.

Dengan sedikit kikuk, Heeseung membungkuk sopan ke wali kelasnya sebelum menuju tempat duduk barunya. Meja di sekolah ini terlihat jauh lebih bagus dan kokoh daripada di sekolah lamanya, di saat yang bersamaan Heeseung tidak menyukai tatanan kelas yang satu meja diduduki dua orang. Itu tandanya dia punya teman sebangku.

Ngomong-ngomong, teman sebangkunya adalah seorang pemuda berambut hitam. Tatapan matanya datar dan dingin, Heeseung cuma mengulas senyum samar lalu duduk di kursinya.

Suasana kelas kembali seperti semula. Ah, ada beberapa anak masih memandangi Heeseung. Sedikit risih bagi Heeseung, namun ia memahami kalau mungkin anak-anak di kelas ini masih penasaran dengan sosok anak baru.

Ketika Heeseung tengah berniat mengambil tempat pensilnya di dalam tas, dia bisa mendengar suara kursi digeser sedikit ke arahnya.

Dia menoleh.

Restricted.exe • All x HeeseungWhere stories live. Discover now