uza_3.zip.pdf.webm

2.2K 258 87
                                    

Sumpah, pakai sesuatu di leher seperti choker itu tidak enak sekali.

Selain karena membuat kulit leher dan jakun Hesseung rasanya sangat gatal, dia tidak suka dipandang oleh orang-orang. Heeseung suka jadi pusat perhatian, tetapi hanya dalam konteks yang positif. Dia yakin tidak ada sisi positifnya dari menggunakan choker bertali.

Ah, ya. Talinya. Heeseung benar-benar seperti anjing peliharaan sekarang.

Tempat duduknya dan Jake itu jauh, namun Heeseung tidak heran kalau secara mendadak anak itu sudah duduk di depan mejanya dan Jay. Tali kekang (uh, Heeseung benci menganggapnya sebagai tali kekang) digenggamnya di tangan kiri selagi ia mencatat.

Heeseung pikir cukup pantas bagi Jake untuk punya banyak prestasi. Anak itu rajin, tangannya sedari tadi tidak berhenti mencatat.

"Aw!"

Heeseung mengaduh pelan ketika merasakan tali choker-nya ditarik. Lehernya sedikit maju ke depan karena tertarik—sialan, rasanya seperti dicekik pelan. Dengan ganas, Heeseung menendang kursi di depannya.

"Jangan tarik, Bodoh!" Heeseung mendesis ketika Jake menoleh kepadanya dengan ekspresi datar. "Kenapa harus ditarik ketika kau mencatat?"

"Oh, benar dugaanku," kata Jake. "Kau memang sedari tadi memperhatikanku dan bukan menyimak."

Sebenarnya Heeseung malu mengakuinya, tetapi dia adalah pemuda yang berani. Dagunya terangkat lalu menatap nyalang Jake. "Aku memperhatikanku sambil menunggu kapan kau melepas benda ini." Heeseung menarik-narik kecil choker-nya. "Ini menyiksa—"

"Jangan ditarik."

Itu bukan suara Jake. Itu Jay yang angkat suara, berhasil membuat Heeseung menengok ke arahnga dengan alis menukik tajam sementara Jake hanya tersenyum jenaka.

"Kalau kau tarik lagi, Jake akan makin bernafsu untuk mengikat bagian tubuhmu yang lainnya," lanjut Jay. Wajahnya menatap Heeseung dengan serius. "Jake, berikan talinya ke aku."

Jake tertawa pelan lalu menggeleng. "Nope, never." Anak itu menyeringai miring. "Kau akan mencekiknya sampai tidak bisa bernapas, Jay-ah. Tidak ada sisi menyenangkannya bila ia mati cepat."

Mata Heeseung membelalak.

Mati?!

Ada kemungkinan baginya untuk mati selama berada di antara trio?!

Jay mendengus. Kali ini mata Jay benar-benar tertuju ke arah Heeseung. "Aku tidak sekejam itu." Kemudian dengan santainya, Jay mencengkram rahang bawah Heeseung.

Heeseung mengeluarkan suara tercekat yang tertahan, dia tidak berani terlalu berisik karena ini masih di jam pelajaran. Namun, cengkraman tangan Jay di rahangnya kuat sekali sampai Heeseung rasa sebenarnya Jay punya motivasi untuk meremukan wajahnya.

"Lehernya akan lecet kalau kau tarik-tarik terus," gumam Jay. Dia melepas cengkraman di rahang Heeseung dan membuat Heeseung bernapas lega. Begitu jarinya menyentuh leher Heeseung, Heeseung berjengit.

"Mau apa—"

"Besok minta Hoon membawakan choker yang bulu. Aku yakin dia punya banyak."

Berengsek

Bila tidak ingat ada guru di depan kelas, Heeseung akan dengan senang hati menghantam wajah Jay dengan buku paket fisikanya.

.

.

Di Hari kedua, Sunghoon benar-benar datang untuk mengganti choker-nya dengan yang berbulu. Dia terlihat seperti orang baik saat memasangkannya di leher Heeseung—hati-hati dan tidak terlalu ketat. Bahan bulunya juga lembut sekali.

Restricted.exe • All x HeeseungWhere stories live. Discover now