BAGIAN 3

18K 3.9K 1K
                                    

Hidup memang tidak bisa ditebak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hidup memang tidak bisa ditebak.

Mimpimu mungkin akan terwujud esok hari, tapi begitu juga untuk hal yang sangat tidak diinginkan untuk terjadi. Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya. Sejatinya, begitulah hidup.

Inilah hal yang sedari tadi dipikirkan oleh Julian saat mendapati dirinya terikat diatas kursi single diruangan tanpa cahaya yang bahkan lebih kecil dari kamar mandi pribadinya.

Beberapa jam yang lalu Julian dan Randu bermain kejar-kejaran di gang sepi disekitar sekolahnya. Sampai tiba-tiba sebuah mobil tidak dikenal menarik paksa mereka berdua untuk dimasukkan kedalam.

Teman Julian yang lain-Chandra, sering menasehati mereka berdua untuk berhati-hati dan berhenti bermain-main dalam dunia kriminal. Namun Julian dan Randu tidak pernah mau mendengar.

Julian selalu merasa bahwa Ayahnya akan menyelamatkannya tidak peduli seberbahaya apapun keadaan yang menimpa.

Sama halnya seperti hari ini, Ayahnya lagi-lagi akan datang dengan dalih menebus dirinya seharga 5 milyar. Apakah pikirmu dia mengeluarkan terlalu banyak uang? Nyatanya tidak.

Dia tidak akan mengeluarkan sepeserpun.

__

Bima Putra Athaya saat ini tengah berjalan dengan diiringi beberapa pengikut dibelakangnya. Earrings sebagai alat komunikasi sudah bertengger ditelinga kiri. Tujuan mereka sekarang adalah menggeledah setiap ruangan dan memaksa para penculik ini menyerahkan diri.

Tanpa aparat kepolisian, tanpa izin penggeledahan, dan tanpa surat penangkapan. Semua itu mudah bagi putra kedua Athaya yang posisi keluarganya sudah setara dengan pemerintah.

Bima memberi arahan kepada bawahannya untuk memeriksa disetiap ruangan dan berpencar dikanan dan kiri untuk berjaga-jaga.

Sedangkan dia sendiri berjalan memisah keruangan lain yang terdengar suara gaduh samar-samar dari dalam.

Saat berada didepan pintu, suara itu terdengar jelas ada beberapa pria dewasa yang mengobrol dan tertawa saling bercanda. Diiringi dengan suara seorang remaja laki-laki yang sedang menangis.

Bima terdiam untuk beberapa saat sambil memegangi gagang pintu untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi.

Sebelum ini Bima jarang turun tangan langsung untuk menangani kasus-kasus yang masuk ke perusahaannya. Entah dorongan darimana kali ini Bima merasa harus ikut campur.

Bima memberi kode kepada para bawahannya melalui earrings yang ia pakai untuk ikut memeriksa ruangan ini sebelum dirinya nekat untuk mendobrak.

Para anggota mulai berpencar disekeliling bangunan mengitari jalan samping menuju jendela belakang sambil berjalan hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan melalui suara.

"Hanya segerombol pria tua yang sedang bermain dengan seorang remaja. Ada senjata di saku kiri berupa pistol. Tapi pergerakannya tidak akan membahayakan" ucap salah satu anggota terdengar dialat komunikasi.

Bima mengangguk kemudian berjalan mundur beberapa langkah untuk mendobrak pintu.

Hanya dengan satu kali tendangan pintu yang memang engselnya sudah berkarat itu langsung terbuka lebar dan mengakibatkan orang-orang didalamnya menoleh dengan wajah terkejut.

Entah pemikiran darimana namun Bima tiba-tiba merasa seperti deja vu. Dirinya merasa pernah menendang pintu dengan engsel berkarat sebelum ini. Tapi dia sendiri juga tidak ingat.

Para pria didalam ruangan itu langsung berkumpul dan menatap ke pintu masuk penuh selidik. Salah satu anggota bahkan sudah mengeluarkan pistol sebagai ancaman.

Tapi itu sama sekali tidak berarti. Karena saat ini Bima bahkan memasuki ruangan dengan diiringi lebih dari 4 orang dibelakangnya dengan pakaian anti peluru lengkap dengan senjata yang lebih canggih.

Nyali para penculik itu seakaan menciut untuk beberapa detik.

Seorang Remaja yang sedari tadi menangis tersembunyi dibalik tubuh-tubuh pria besar ini. Bima bahkan tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.

Pria ditengah-tengah membuka suara setelah berdehem singkat, "Saya sudah menduga ini. Tidak mungkin keluarga berpengaruh bisa dengan mudah memberikan dana berjumlah banyak secara cuma-cuma."

Pria itu menggantungkan ucapannya dan menatap Bima meremehkan, "Selamat datang Tuan Jonathan"

Bima menunduk kemudian dengan santai berjalan kesudut ruangan unduk mendudukan dirinya diatas sofa dengan santai, "Saya bukan Jonathan. Tapi silahkan anggap saja begitu"

Karena posisi menyamping seperti ini, Bima kemudian bisa melihat wajah Remaja dibalik punggung para pria itu secara samar-samar. Dia sedang menangis bergetar tanpa suara.

Padahal Mr. Jonah mengatakan bahwa anaknya itu adalah orang pemberani. Maka apa yang dia lihat sekarang? bocah itu malah menangis sesenggukan.

Bima mengeluarkan sebatang rokok dari dalam jas hitamnya dan mulai menyesap batang nikotin itu setelah dinyalakan, "Tidak perlu berlama-lama. Langsung saja lepaskan anak itu, maka saya anggap urusan kita selesai."

Pria itu tertawa, "Anda sudah jauh-jauh datang kesini. Apa salahnya mengobrol sebentar? Jadi anda bawahan Tuan Jonathan?"

Bima menyembulkan asap rokoknya diudara, "Ayah saya tidak akan senang mendengar ini.."

Bima melempar asal putung rokok yang belum dia matikan itu ke sembarag arah, kemudian ia berdiri dan menatap nyalang ke pria dihadapannya. Nadanya terdengar begitu serius.

"Berani sekali manusia rendahan seperti anda ini menganggap saya sebagai bawahan"

Pria yang ditatap sedemikian tajam itu tidak gentar sama sekali. Dia malah balas menatap Bima dengan tatapan yang sama, "Sayang sekali, Putra Jonathan sudah dibawa pergi oleh orang lain. Saya bisa memintanya menghabisi bocah itu kalau anda berani macam-macam"

Alis Bima terangkat. Dia lalu memiringkan kepala untuk menatap remaja yang masih saja menangis.

Remaja itu bertemu pandang dengan Bima untuk beberapa detik dan kemudian berteriak, "UDAHAN DONG NGOBROLNYA. GUE MAU PIPIS INI BANGSAT"

Ternyata dia bukan Julian.

**
Published 21/05/2021

THE ATHAYA - NOMINWhere stories live. Discover now