3-Merasa Dibedakan

36.3K 5.5K 692
                                    

VOTE dulu yaa sebelum baca😚


HAPPY READING!👐🏻

HAPPY READING!👐🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🕊

Malam ini terasa begitu panjang bagi pemuda yang kini tengah berkutat dengan soal-soal latihan mata pelajaran matematika. Jika bisa diperlihatkan, akan ada asap tebal yang keluar dari kepalanya saking kerasnya ia berpikir.

Juna mendesah lelah dengan mata yang sayu. Lalu menggerakkan kepala memutar kala dirasa lehernya sangat pegal. 

Sampai suara Bi Hanum memecah fokusnya sejenak. "Den Juna, ayo. Udah ditungguin buat makan malem di bawah."

"Iya, Bi. Bentar lagi Juna nyusul," sahut lelaki itu sembari membereskan buku-bukunya.

Cukup untuk hari ini. Otak Juna sudah lelah untuk mencerna pelajaran.

Juna beranjak dan berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada semua anggota keluarganya yang menunggu. Namun saat baru saja langkahnya menyentuh anak tangga terakhir, Juna dibuat terpaku oleh ucapan sang kepala keluarga.

"Kamu bakal lomba lagi? Wii ... anak Papa yang satu ini emang paling ngebanggain, semangat ya, nak!"

Memang sederhana kata-kata itu terucap. Namun entah mengapa ada goresan di hati Juna yang membuatnya terluka. Ia tahu kalimat penyemangat itu terlontar untuk siapa. Juna tahu pasti. Tak lain untuk kembarannya, Aliendra.

Papanya itu memang baik dan Juna sayang pada Tyo. Namun entah karena Juna yang terlalu perasa atau dirinya memang dibedakan di keluarga ini.

Kata-kata penyemangat yang baru saja ia dengar, tidak pernah terucap untuknya. Berkali-kali Juna mengikuti lomba karate, tapi tak pernah sekalipun mendengar kalimat 'semangat ya, nak!' terlontar dari mulut anggota keluarganya. Kecuali Via dan Bi Hanum.

Hanya mereka yang rajin memberinya kata semangat. Tapi tidak dengan yang lain. Juna tak mengerti mengapa itu terjadi. Ia tidak tahu dirinya ternyata se-perasa ini. Tapi jujur saja, hatinya sakit.

"Juna? Ngapain diem di situ? Buruan sini elah, ini udah pada nunggu!"

Suara ketus yang menggema dari mulut Liam menyadarkan Juna dari lamunannya. Akhirnya anak itu segera melanjutkan langkah dan bergabung dengan anggota keluarganya.

"Juna, gimana sekolah kamu?" tanya Tyo begitu Juna mendaratkan bokongnya di kursi.

Sontak semua atensi mengarah kepadanya. Juna berdeham sejenak sebelum menjawab. "Masih sama, Pa," sahutnya.

"Kemaren nilai ulangan fisika dia cuma dapet lima masa, Pa," sambar Ali mengadu.

"Oh, ya?" sahut Tyo dengan raut tidak suka.

Sialan! Si kunyuk malah membeberkan aib nya itu. Juna menatap Ali dengan tajam seolah berkata lewat telepati, "sialan lo! Gue udah susah-susah nahan diri buat gak ngomong!"

Untuk Arjuna[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang